Malaikat Maut Sialan

184 12 5
                                    

John membuka kedua matanya dan menyadari tempatnya berada.

Aah.. lagi-lagi kegelapan yang tak terbatas.

Dalam posisinya yang terduduk dengan memeluk kedua lututnya, John tak dapat melihat sekelilingnya yang gelap gulita, berapa kali pun ia menajamkan pengelihatannya. Namun, kali ini ia bersyukur ia masih dapat merasakan jantungnya yang berdetak, hembusan nafas hangatnya, dan dapat melihat tubuhnya yang diselubungi cahaya putih tipis di tengah-tengah kegelapan itu sendiri.

John pikir, ini tak buruk. Dapat merasakan dirinya sendiri di dalam kegelapan total nan sunyi tanpa adanya rasa sakit di dadanya adalah berkah baginya. Ia menghela nafas lalu menenggelamkan kepalanya ke dalam pelukannya pada kedua lututnya. Ia merasa lega dan tak ingin memikirkan apa-apa lagi. Bebannya seolah-olah terangkat.

"Hei, John."

Segera saja John mendongakkan kepalanya menatap kearah sumber suara yang terdengar familier yang tak pernah lagi terdengar melalui telinganya sejak hari itu. Sebuah uluran tangan terarah kepadanya dengan Henry sebagai pemilik tangan bercahaya redup itu. Henry tersenyum jaim kepada John.

"Henry??" Keterkejutan tak membiarkan kepanikan merasukinya. John bangkit tanpa menerima uluran tangan Henry dan memegang kedua bahu Henry dengan terkejut bercampur heran. Perlahan, uluran tangan Henry yang hampa kembali ke sisi tubuhnya. "Bagaimana bisa aku menemukanmu disini? Apakah ini akhirat? Apakah aku telah menyusulmu?"

Sebisa mungkin, John tak menyebutkan kata kematian di depan sahabatnya itu. Baginya, itu kata-kata keramat.

Henry menggaruk tengkuknya yang tak gatal dan memasang wajah konyol. "Hehe..." Tawanya terdengar konyol pula.

"Jangan 'hehe' saja!" John menaikkan suaranya satu oktaf. Kekonyolan sahabatnya itu benar-benar tak kenal tempat dan waktu. "Jawab pertanyaanku, bagaimana bisa aku menemukanmu disini?" Suara John terdengar sedikit memohon.

Henry menurunkan tangannya yang sempat menggaruk tengkuknya ke samping badan. Raut wajahnya tampak serius lalu menampilkan senyuman pasrah yang menyakitkan. "Tidak, John. Bukan kau yang menemukanku, tapi kami yang menghampirimu."

John terdiam sejenak. "Menghampiriku? Apa yang kau maksud dengan 'kami'? Kau tak datang sendirian kemari?"

"Benar. Ini adalah alam bawah sadarmu yang setengahnya tidak dalam kendalimu. Ada seseorang yang mengendalikan alam sadarmu selain dirimu, John. Kau tahu, kan? Orang itu adalah orang yang menorehkan tato di dadamu dan memberikan rasa sakit di jantungmu. Ia dapat membunuhnya sewaktu-waktu, John." Jawab Henry terdengar cemas.

John telah mengerutkan dahinya sejak Henry berkata tentang setengah alam sadarnya yang dikendalikan orang lain selain dirinya. Ia juga heran dengan Henry yang mengetahui apa yang tidak ia ketahui. "Kau tahu mengenai malaikat maut itu? Mengapa kau tak menceritakannya kepadaku??"

"Jika aku menceritakannya kepadamu, kau akan mati tak lama setelahku." Jawab Henry meyakinkan John.

John terkejut kepada Henry yang dapat dengan mudahnya mengatakan kata 'mati.'

"Oh ya, apa yang terjadi setelah kematiannya? Konyol, bukan? Aku mati di sebuah wahana di Castellar. Setidaknya aku sudah mendekorasi wahana itu menjadi kenyataan." Henry tertawa renyah. Ia berusaha untuk membuat John tak mengkhawatirkannya. Tawanya surut ketika John melemparkan tatapan iba kepadanya.

"Jangan mengatakan hal itu dengan mudah" kata John dengan nada rendah.

Henry mengedikkan bahu. "John, aku telah mengalami kematian dan kini hidup di alam roh. Lihatlah, tubuhmu memendarkan cahaya putih terang, sedangkan cahaya kami lebih redup darimu. Itu menunjukkan bahwa kau adalah roh yang hidup, sedangkan kami roh yang telah meninggalkan dunia." Henry mengulas senyum pilu di bibirnya.

Mysterious Girl [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang