Chapter 1
Punya mentor matematika yang super ganteng dan berotak brilian itu katanya menyenangkan?
Menyenangkan dari Hongkong!
Siapapun yang menganggap bisa berkerja sama dengan Garvin adalah anugerah, Katrin nggak segan-segan berteriak kalau mereka salah besar. Berpasangan dengan Garvin dalam mengerjakan soal matematika itu kutukan, malapetaka, bencana dan segala kata sifat yang berkonotasi negatif lainnya.
Iya sih, Garvin punya garis wajah tegas, hidung mancung, bibir tipis, dan alis yang terbentuk rapi. Hal yang membuatnya sangat enak dipandang. Dia juga punya otak super encer. Dia bisa mengerjakan satu soal matematika rumit hanya dengan waktu kurang dari tiga menit.
Tapi, nyatanya, ganteng dan pintar saja nggak cukup bagi Katrin untuk belajar matematika dengan damai bersamanya.
"Lo tau Trigonometri, kan?" tanya Garvin dengan sebelah alis naik ke atas. Tatapannya itu seolah baru saja melemparkan pertanyaan untuk tersangka kasus pembunuhan. "Kamu yang sudah menembak kepala korban, kan?" Pertanyaan bernada dingin dan penuh tuduhan seperti itu yang justru terdengar di telinga Katrin. Bukan pertanyaan tentang trigonometri.
Garvin masih melayangkan tatapan sangsinya.
"Tau kok!" balas Katrin akhirnya.
"Rumusnya untuk soal nomor satu ini? Tau?"
"Itu pake aturan sinus pada segitiga siku-siku?" jawab Katrin tak yakin.
"Nah, kok ini malah ngaco ke rumus ini?" Garvin menunjuk kertas buram Katrin.
"Lupa!" jawab Katrin bohong. Sebenarnya tadi dia tidak tahu mau memasukkan rumus yang mana. Katrin hanya asal jawab karena itulah tadi yang sempat ia dengar dari bangku sebelah.
Garvin mengambil pulpen dan mulai mengerjakan soal yang tadinya diserahkan kepada cewek dengan kepang Prancis itu. Nggak sampai dua menit, cowok itu berhasil menemukan jawabannya.
Katrin ingin tepuk tangan salut, tapi dia nggak mau cowok itu makin besar kepala.
"Makanya tuh otak jangan diisi sama dengkul. Dengkul nggak bisa dipake buat mikir." Garvin mengatakan hinaan itu dengan ekspresi datar andalannya.
Ya Tuhan! Andai saja Katrin dibesarkan secara nggak bermoral, dia pasti sudah menimpuk wajah itu dengan sepatu kets-nya tanpa pikir panjang dan mengacak-ngacak muka tanpa dosa itu sampai babak belur.
Mentang-mentang pinter, mulutnya jadi terlatih banget buat merendahkan orang lain.
"Gue tuh nggak bego, gue emang nggak menaruh minat khusus ke matematika," jelas Katrin. Batinnya tuh tersiksa banget dianggap bego hanya karena nggak bisa mengerjakan soal matematika. Lagian, Katrin yakin, masih ada orang yang lebih bego daripada dia, tapi perlakuan Garvin seakan membuat Katrin merasa sebagai manusia paling hina sedunia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Katrina
Teen FictionKatrin sebel banget sama Pak Anjar, guru matematikanya yang doyan diskriminasi itu. Gara-gara nilai ujian matematikanya yang di bawah standar, dia harus berurusan dengan Garvin atas perintah bapak itu. Garvin itu memang luar biasa pintar. Segala rum...