Chapter 29
Pagi ini, Katrin dilanda rasa gugup. Seharusnya ini bukan hari dimana dia harus bertemu dengan Reihan untuk menunjukkan hasil ilustrasinya. Mereka sudah berjanji untuk bertemu besok. Namun, sepuluh menit yang lalu, Reihan mengirimkannya pesan yang membuat jantungnya mendadak salto.
Hari ini lo luang nggak, Kat?
Apa Reihan akan mengajaknya bertemu? Secara tiba-tiba me-reschedule janji mereka jadi lebih awal? Apa ini saatnya Reihan memintanya untuk menunjukan progress ilustrasinya? Kemungkinan tersebut membuat Katrin jadi tegang. Katrin antara siap dan tidak siap. Ilustrasinya sebenarnya sudah jadi, sudah layak untuk dipamerkan ke ketua OSIS tersebut. Namun, Katrin masih tidak siap menerima reaksi cowok itu ketika tahu bahwa ilustrasi itu adalah pernyataan cintanya yang terselubung.
"Tegang amat mukanya, Kat. Mau ujian, ya?" tanya papanya.
Katrin menoleh dan tersenyum agak terpaksa. "Ini lebih dari sekedar ujian, Pa."
"Oh, jadi apa? Kamu ikut seleksi olimpiade?"
"Iya, olimpiade matematika ngewakilin provinsi, Pa," jawab Katrin asal. Tebakan Papanya sungguh tidak bisa dicerna akal sehatnya.
Bukannya terkejut, Papa Katrin malah tertawa. Reaksi yang memang diharapkan Katrin soalnya papanya itu pasti tahu ucapannya tadi hanyalah lelucon belaka. Papanya memang begitu mengenalnya.
"Kalau emang kamu ikut olimpiade matematika, Papa mau ketemu langsung sama mentor matematika kamu, anaknya Om Garta itu. Papa kasih hadiah voucher makan di McD seumur hidup."
Mau tidak mau Katrin tertawa karena papanya mengungkit anak sahabat lamanya itu. Dan otomatis Katrin jadi teringat manusia yang semalam tidak menyematkan komentar apa-apa di postingan kitkatcomic-nya.
"Dia anaknya sehat banget, Pa, nggak doyan fast food. Mama Papanya yang dokter juga pasti bakalan marah kalo Papa ngasih dia voucher begitu," jawab Katrin, lagi-lagi ngasal. Dia nggak tahu Garvin doyan fast food apa enggak. Mereka nggak pernah makan bareng kecuali makan sushi sehabis nonton bioskop waktu itu.
"Ah, bener juga, papa kasih apa kalau gitu? Dia suka apa?"
Katrin jadi ikut berpikir. Ini permasalahan yang dari dulu menganggunya. Sampai detik ini dia belum tahu kesukaan Garvin. Jangan lupakan fakta bahwa to do list yang mereka rancang gagal total.
"Suka belajar keknya."
"Ya udah, Papa kasih voucher Gramedia deh biar dia bisa beli buku."
Katrin lagi-lagi tertawa. Pembicaraannya sama Papanya ini sangat tidak penting namun cukup banyak membuat Katrin sedikit rileks karena melupakan pesan Reihan sepuluh menit lalu.
"Aku nggak bakal ikut olimpiade matematika, Pa. Papa nggak perlu repot-repot ngasih Garvin hadiah."
"Kali aja Kat candaan kamu itu jadi kenyataan. Kalau kamu sering nyebutnya, itu bisa jadi doa lho."
Katrin cuma terkekeh kecil. Masalahnya Katrin nggak punya niat sama sekali buat ikutan olimpiade matematika. Dalam mimpi pun nggak pernah.
Mobil Papa Katrin tiba di depan gerbang sekolah bertepatan dengan suara bel masuk yang berbunyi.
Katrin tak sempat berbasa-basi lagi dengan Papanya dan langsung turun dan berjalan cepat memasuki sekolah.Anehnya cuaca pagi ini cukup cerah. Semalam Katrin sempat membaca ramalan cuaca yang mengatakan hari ini akan turun hujan. Mungkin hujan akan turun siang atau sore nanti, atau mungkin pula ramalan tersebut keliru. Tapi sebenarnya Katrin berharap hujan tidak turun karena mamanya yang punya jadwal arisan tidak bisa menjemputnya hari ini. Kalau hujan, dia tidak akan bisa naik ojek online, mencari taksi online pun akan lebih susah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Katrina
Teen FictionKatrin sebel banget sama Pak Anjar, guru matematikanya yang doyan diskriminasi itu. Gara-gara nilai ujian matematikanya yang di bawah standar, dia harus berurusan dengan Garvin atas perintah bapak itu. Garvin itu memang luar biasa pintar. Segala rum...