Chapter 23
UTS matematika akhirnya diadakan. Pak Anjar memberikan waktu selama 60 menit. Selama 60 menit tersebut, Katrin dan teman-teman sekelasnya sibuk mengerjakan 10 soal matematika yang kalau dihitung anak cucunya per soal, menjadi total 25 soal.
Katrin merasa percaya diri. Untuk kali pertama dalam hidupnya semasa SMA, dia nggak begitu mati gaya saat ujian matematika. Kalau biasanya dia menghabiskan 40 menit dari 60 menit waktu ujian untuk bengong, 10 menit untuk celingak-celinguk, dan sisa 10 menit untuk mengerjakan apa yang ia dapat dari teman-temannya dan mengarang bebas, kali ini dia nggak begitu.
Dari waktu 60 menit, mungkin hanya 10 menit yang dia habiskan untuk bengong plus ngelirik teman-temannya yang sayangnya tampak fokus. Sisanya, dia benar-benar berkonsentrasi mengerjakan apa yang ia mampu kerjakan.
Hasil dari ujian matematika tersebut akhirnya dibagikan hari ini. Pak Anjar memanggil satu persatu nama anak kelas XI MIPA 2 untuk mengambil kertas ujian mereka. Ketika nama Katrin dipanggil, cewek itu langsung maju dengan perasaan gugup luar biasa.
Pak Anjar menyerahkan kertas sambil memandang wajah Katrin. Katrin balas menatap Pak Anjar, mencoba menerjemahkan ekspresi guru matematikanya itu. Wajah bapak itu penuh selidik, kepalanya manggut-manggut seakan sedang mengiyakan sesuatu di kepalanya. Namun bapak itu tidak mengatakan apa-apa.
Katrin mengambil kertasnya dan kembali ke mejanya. Karena ini pelajaran matematika, tentu ia duduk di samping Garvin. Cewek itu dapat merasakan tatapan cowok itu sedang tertuju ke arahnya. Katrin paham, nilai matematikanya ini juga berpengaruh pada Garvin. Cowok itu ada janji yang harus dipenuhi kalau nilai Katrin di atas 70.
Pak Anjar masih mengabsen satu-persatu nama di depan sana. Dari mejanya, Katrin membuka kertasnya secara sembunyi-sembunyi. Matanya sontak memelotot melihat angka yang tercetak dengan pena bertinta merah di sudut kanan kertas ujiannya.
"Dapet nol?" tanya Garvin dengan nada menuduh.
Katrin meringis. Lalu mengalihkan perhatiannya ke Garvin. "Kebiasaan lo yang suka underestimate orang itu perlu diperbaiki. Gue takut pas kuliah nanti lo bakal ditampol temen-temen lo."
"Jadi dapet berapa?"
Katrin menyerahkan kertas ujiannya. Saat melihat nilai cewek itu disana, helaan napas panjang lolos dari bibir Garvin.
Sedangkan Katrin, sudah menyunggingkan senyum lebar penuh kebahagiaan. "Nilai gue 72. Siap-siap kita bakal lanjut ngerjain tugas di to do list yang udah gue bikin."
"Lucu juga, nilai lo dua poin lebih tinggi dari standar gue."
"Dua poin yang berharga."
"Kemarin-kemarin lo bilang nggak mungkin bisa melampaui nilai 70, ternyata bisa."
"Iya, gue kira bakal impossible kayak yang dibilang James Arthur. Ternyata bisa. Gue juga kaget. Tapi ini berkat blood, sweat and tears gue. Kek lagunya BTS," Katrin terkekeh geli dengan ucapannya sendiri.
Garvin mendengkus. "Sebagai mentor, harusnya gue seneng liat nilai lo meningkat. Tapi karena kesepakatan mengenai to do list itu, perasaan gue jadi nggak enak."
Katrin langsung bersungut protes. "Awas ya lo mau kabur gitu aja."
Garvin mengembalikan kertas ujian Katrin dan mengalihkan perhatiannya ke arah Pak Anjar.
"Omongan lo kemarin itu janji, Gar. Dan lo cowok. Berdasarkan dua variabel tersebut berarti lo harus kudu wajib nepatin janji lo. Nggak pake nawar-nawar. Kualitas seorang cowok itu dilihat dari cara dia nepatin janjinya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Katrina
Teen FictionKatrin sebel banget sama Pak Anjar, guru matematikanya yang doyan diskriminasi itu. Gara-gara nilai ujian matematikanya yang di bawah standar, dia harus berurusan dengan Garvin atas perintah bapak itu. Garvin itu memang luar biasa pintar. Segala rum...