21 - Impossible

5.3K 858 53
                                    

Chapter 21

"Senin depan, kita UTS Matematika, ya. Pelajari semua yang pernah kita bahas selama hampir tiga bulan ini," ucap Pak Anjar sebelum mengakhiri kelas matematika pagi ini.

Saat Pak Anjar meninggalkan ruangan, beberapa siswa di kelas XI MIPA 2 langsung mendesah panjang. Termasuk Katrin. Bahkan, cewek itu membereskan buku-bukunya ke dalam tas sambil mengomel sebal. "Kalau mau ujian kasih taunya jauh-jauh hari, kek. Emang gue bisa apa seminggu ngapalin isi buku berbab-bab?"

"Dipahami, bukan dihapalin," balas Garvin yang duduk di samping cewek itu dan kebetulan dapat mendengar omelan tersebut.

Niat Katrin untuk bangkit dari duduknya dan kembali ke mejanya terurungkan. Cewek itu memeluk tas pink nya dan menatap Garvin. "Padahal minggu depan gue ada rencana ngajak lo ngelakuin tugas nomor dua di to do list."

Tugas pertama menguji ketertarikan Garvin di bidang perfilman yang berujung kegagalan ternyata tak menurunkan semangat Katrin.

"Rental studio band?"

Katrin mengangguk cepat.

"Itu berlebihan, gue nggak mau," kata Garvin, lalu tanpa permisi, dia bangkit dari duduknya.

Katrin mengembuskan napas keras dan memutuskan untuk mengekori cowok itu keluar kelas. Lagatnya cowok itu mau ke kantin karena sekarang sudah jam istirahat.

"Gue janji kali ini bakalan asik," ucap Katrin.

"Asik apanya?" Garvin membayangkan dia berdua saja dengan Katrin di studio band yang memiliki beragam alat musik untuk ngeband. Awkward. Dia nggak sedekat itu sama Katrin. Mana Garvin cuma bisa main gitar. Malu-maluin aja.

"Ya, pokoknya asik. Lo bisa nyobain alat musiknya satu persatu."

"Yang nyewain studio nggak mau kalau personelnya cuma dua orang," jawab Garvin asal.

"Oh ya?" Katrin agak terkejut. Dia nggak pernah mendengar hal semacam itu. Sejujurnya Katrin nggak pernah main ke rental studio band, jadi dia nggak tahu banyak tentang tempat itu.

Garvin tak menjawab, tapi Katrin menyimpulkan bahwa yang dibilang Garvin sebelumnya adalah kebenaran.

"Gue ajak Dewi, Bian atau Oka deh kalau gitu," putus Katrin akhirnya.

"Nggak."

"Harus, Gar." Katrin kekeuh. Kini mereka sudah berbelok memasuki kantin yang sudah ramai dipadati orang-orang.

"Lo ngapain ngikutin gue gini?" tanya Garvin heran.

"Gue nggak ngikutin lo. Gue emang mau makan di kantin."

"Ck. Nggak usah ngikutin gue. Itu temen lo." Garvin menunjuk meja yang ditempati Dewi dan Tiana dengan dagunya. Katrin terkejut mendapati dua temannya itu sudah disini, mereka bahkan nggak mengajaknya di kelas tadi.

Sebelum Garvin berlalu, bergabung dengan teman-temannya, Katrin kembali bersuara. "Awas ya lo nggak mau gue ajak ke studio band!"

Garvin menatap Katrin tak habis pikir, dia nggak percaya cewek itu bisa mengeluarkan nada mengancamnya.

"Kenapa?" Katrin agak merasa aneh ditatap lekat begitu.

"Okay, gue mau ke studio band asal lo dapet nilai diatas 80 saat ulangan matematika nanti."

Mata Katrin memelotot. Giliran dia yang merasa nggak habis pikir. Dia buru-buru menahan tangan Garvin sebelum cowok itu nyelonong begitu saja setelah mengutarakan hal nggak masuk akal barusan.

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang