Chapter 20
Seperti rencana mereka tadi siang, malam ini Katrin sudah bersiap di depan laptop untuk mengundang Garvin lewat aplikasi zoom agar mereka bisa video call sambil menonton film bersama.
Tak butuh waktu lama, mereka berdua pun saling terhubung. Katrin menyunggingkan senyum lebar ketika melihat wajah Garvin di layar laptopnya.
"Lo baru bangun tidur, Gar?" tanya Katrin. Di seberang sana Garvin tampak kusut. Dia memakai baju putih polos dan rambutnya berantakan seperti orang yang baru bangun tidur. Sebuah style yang tentu nggak pernah terlihat kalau mereka di sekolah.
"Nggak, habis rebahan aja. Gue nggak mungkin tidur sebelum jam sebelas malam," jelasnya.
Katrin melirik sudut layar laptopnya. Sekarang pukul sembilan kurang lima belas menit. Katrin menampilkan senyum terbaiknya karena bersemangat melanjutkan kegiatan pertama di to do list yang dibuatnya.
"Oke, kita mulai nonton sekarang. Tunggu bentar ya, gue siapin dulu filmnya." Katrin pun mulai mengutak-atik laptop yang ia letakkan di atas meja. Di sebrang sana, Garvin menunggu dengan sabar. Sama halnya dengan Katrin, cowok itu juga melakukan video call sambil duduk di meja belajar dalam kamarnya.
Film pun mulai terputar.
"Gimana? Lo bisa lihat filmnya? Audionya kedengeran?"
"Bisa," sahut Garvin. Cowok itu mengambil earphone dan memasangnya ke telinga agar suara yang dihasilkan jauh lebih jelas.
Layar laptop Katrin dan Garvin sebagian besar diisi oleh film. Muka mereka hanya memenuhi dua kotak kecil di sudut layar.
"Beneran worth it nih buat ditonton?" tanya Garvin.
"Pemenang Oscar lho. Btw, dinding kamar lo bagus," puji Katrin karena dia bisa melihat sebagian kamar Garvin yang menjadi background cowok itu sekarang. Dinding kamarnya bermotif geometri yang didominasi warna biru dan bergaris abu-abu.
"Lo suka biru?" tanya Katrin.
"Enggak."
"Kok kamar lo banyak birunya? Gue suka pink, makanya kamar gue warna pink." Katrin memamerkan dinding kamar yang terlihat dari kamera.
"Ada penelitian yang bilang ruangan yang didominasi warna biru bisa bikin tidur lebih lelap dan berkualitas, kita jadi bisa tidur hingga 7 jam 52 menit setiap malamnya," jelas Garvin dengan nada datar.
Katrin mendadak diserang rasa takjub. Dia bahkan nggak tahu di luar sana ada orang yang meneliti hal seperti itu.
"Wow, gue baru tahu," aku Katrin jujur. "Gue selama ini milih warna berdasarkan apa yang gue suka."
"Sebenernya nggak ada yang salah juga dari itu, senyamannya lo aja."
Katrin manggut-manggut paham. Kemudian fokus mereka kembali ke film yang sudah memasuki awal cerita dimana para tokoh mulai bermunculan. Selama beberapa menit, tidak ada suara antara mereka, Garvin sibuk pada film di layar sedangkan Katrin sibuk menatap Garvin secara virtual.
"Ganteng," gumam Katrin.
"Biasa aja ah," balas Garvin cuek masih sambil menatap film.
Menyadari kekonyolannya karena memuji Garvin tanpa sadar, Katrin buru-buru meralat. "Park Seo Joon ganteng, kali. Oppa gue tuh." Untung film tersebut sedang memperlihatkan adegan salah satu aktor Korea yang dia suka, Park Seo Joon, yang memang punya tampang oke. Dan untungnya, Garvin sejak awal memang mengira Katrin memuji aktor tersebut.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Katrina
Teen FictionKatrin sebel banget sama Pak Anjar, guru matematikanya yang doyan diskriminasi itu. Gara-gara nilai ujian matematikanya yang di bawah standar, dia harus berurusan dengan Garvin atas perintah bapak itu. Garvin itu memang luar biasa pintar. Segala rum...