31 - Garvin dan Perasaannya

3.3K 676 124
                                    

Bismillah, semoga masih ada yang klik cerita ini pas notifnya muncul😆

Selamat membaca!

***

Chapter 31

Pukul 7 malam, Garvin baru selesai mandi. Setelah berpakaian lengkap, ia melemparkan handuk basah yang digunakannya untuk mengeringkan rambutnya ke atas kursi kayu dekat meja belajarnya. Kemudian ia langsung merebahkan tubuhnya ke atas ranjang empuknya tanpa peduli bahwa rambutnya yang belum sepenuhnya kering itu dapat membasahi tempat tidurnya tersebut.

Garvin menghela napas panjang entah untuk keberapa kalinya. Harusnya hari ini sama dengan hari-hari sebelumnya. Sekolah, ikut bimbel, belajar, bertemu teman-temannya. Tapi kali ini Garvin merasa super capek. Di tengah rutinitasnya itu, terasa ada yang mengganjal. Terlalu banyak hal yang ada dalam pikirannya. Emosinya pun menjadi campuk aduk.

Garvin sih sebenarnya sadar titik penyebabnya. Cuma satu nama. Katrin. Siapa lagi sih yang bisa menjungkirbalikan emosi Garvin kalau bukan Katrin? Sekali ia membiarkan Katrin menyelusup masuk ke dalam ruang di kepalanya, ekosistem dalam hidupnya seolah terganggu. Cewek itu mengambil alih isi pikirannya, mengontrol emosinya, membuatnya jadi bertanya-tanya akan dirinya sendiri.

Terbesit rasa senang ketika Garvin tahu bahwa cinta cewek itu pada Reihan tidak berbalas. Tapi dia juga kasihan melihat cewek itu patah hati, apalagi sampai membandingkan dirinya sendiri dengan perempuan lain. Garvin memutuskan untuk menghibur cewek itu dengan perkataan dan perlakuannya, namun detik berikutnya Garvin merasa menyesal karena sudah melanggar prinsipnya untuk menahan diri agar nggak bertindak sesuai perasaannya.

Sekarang, Garvin makin kebingungan, bagaimana dia harus menghadapi Katrin besok? Apa dia tetap menjaga jarak saja seperti yang dia lakukan beberapa hari belakangan ini? Tapi, harusnya ini menjadi momen yang tepat untuk mengambil hati Katrin. Cewek itu butuh sandaran. Tapi sayangnya, Garvin belum yakin apakah memutuskan untuk maju adalah pilihan yang tepat karena jujur saja, Katrin kelihatan seperti orang yang menganggap Garvin sebagai makhluk lain dari luar bumi. Seseorang yang nggak mungkin ia taksir.

Garvin mendesah panjang. Katrin sukses membuatnya menjadi remaja labil yang menyebalkan.

Suara kucing yang terdengar dari luar pintu membuat lamunan Garvin buyar. Itu pasti Bobby yang memanggilnya. Garvin langsung bangkit dari kasurnya dan membuka daun pintu kamarnya. Si kucing oren itu pun masuk dengan cepat dan seolah tahu tempat yang nyaman, hewan berbulu halus itu naik ke atas ranjang.

Garvin menyusul Bobby yang kini sedang berputar-putar di atas ranjang mencari posisi yang enak untuk ditempati.

Garvin tahu, di jam seperti ini kucingnya itu pasti sudah diberi makan oleh Bi Rima. Kalau sudah kenyang, Bobby akan mampir ke kamarnya untuk tidur. Itu ritual yang sudah Garvin hapal sejak awal dia mengadopsi Bobby.

Garvin mengelus gemas kepala Bobby yang kini sedang menjilati bulunya. "Makin lama makin manis lo," ucap Garvin.

Kucing tersebut hanya mengeong. Bahkan suaranya pun terdengar menggemaskan. Hal yang membuat lengkungan senyum Garvin terbit di bibirnya.

Garvin memutuskan untuk kembali rebahan di atas kasurnya. Matanya menatap Bobby dengan pikiran yang menerawang.

"Gimana bisa ngelupain Katrin kalau setiap ngeliat lo aja gue keinget dia," kata Garvin pelan. Nadanya terdengar putus asa. Garvin akhirnya memalingkan muka dan memijat pelipisnya sambil memejamkan mata. Dia baru tahu bahwa hal terkait perasaan rupanya bisa jauh lebih memusingkan daripada penyelesaian soal matematika.

Karena KatrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang