Bagian 2

103K 7.1K 72
                                    

Asgaf sama sekali tidak berniat untuk membuat mahasiswinya takut. Namun, sikapnya terjadi begitu saja mengingat pertemuannya dengan wanita mudah yang dijodohkan dengannya oleh sang ibu.
Ia membawa skripsi yang baru saja diberikan oleh mahasiswinya itu ke dalam ruangannya. Membaca kalimat demi kalimat yang disusun oleh mahasiswi cerdas seperti Nafla. Ia tahu bahwa tidak banyak yang perlu diperbaiki oleh gadis itu mengingat semuanya hampir sempurna kecuali di beberapa kata.

Kata-kata yang di copy-paste dari para expert juga tidak sepenuhnya ia paraphrase. Mungkin Asgaf perlu menulis sedikit cara agar mempermudah Nafla untuk mem-paraphrase kata-kata dari para ahli. Mencoret sedikit bagian yang diperlukan sebelum melihat ke halaman-halaman selanjutnya.

Rizal benar. Nafla sudah bisa masuk Bab IV yang hanya tinggal menulis hasilnya saja. Lalu, setelahnya gadis itu bisa langsung naik sidang.

“Saya sudah memeriksanya tadi, Pak Asgaf,” suara Rizal seketika masuk ke pendengarannya membuat Asgaf menengadah. “Menurut saya, Nafla sudah pantas untuk lanjut ke Bab IV.”

“Saya hanya ingin memastikannya saja,” balas Asgaf tanpa senyuman. “Tampaknya Anda benar jika Nafla sudah bisa lanjut ke Bab IV. Nanti saya yang akan menghubunginya langsung.”

Rizal mengangguk dan tersenyum sopan pada Asgaf yang lebih tua 2 tahun darinya itu.

●●●

Pak Asgaf DP 1

Selamat siang. Skripsi sudah selesai saya periksa. Silakan ambil ke rumah saya.

Wajah Nafla terlihat kaget saat tiba-tiba menerima pesan dari dosen pembimbingnya itu. Ia berdecak jengkel jika harus disuruh ke rumah dosen karena Nafla lebih suka bertemu di Kampus. Tapi, apa boleh buat. Ini adalah hari libur sehingga kampus tutup dan dosen sok rajinnya ini justru mengganggu jadwal liburnya.

Sial!


Nafla


Baik, Pak. Terima kasih.


Mau tidak mau Nafla harus membalas dan berterima kasih kepada dosennya itu. Ia benar-benar tidak ingin mencari masalah atau bimbingan skripsinya akan diperlambat.

“Ma, Nafla izin ke rumah dosen dulu...”

Tergopoh-gopoh sosok wanita paruh baya tampak memakai apron menghampiri puterinya. “Lho, hari ini kan minggu sayang. Ngapain kamu ke rumah dosen?”

“Nafla baru dapet pesan dari Pak Asgaf. Lebih cepat lebih baik ‘kan, Ma? Jadi, Nafla harus pergi sekarang. Bye, Ma...”

“Hati-hati, Sayang. Minta antar Pak Surdi aja.”

Nafla menggeleng lantas mengecup pipi ibunya. “Nggak perlu, Ma. Nafla bawa mobil aja. Assalammu’alaikum,” serunya setelah menyalami sang ibu.

“Wa’alaikumsalam. Hati-hati, Nak.”
“Iya, Ma...”

Mengambil tasnya, Nafla segera beranjak untuk pergi ke rumah Pak Asgaf. Berharap bahwa kali ini bapak duda satu itu tidak bertingkah macam-macam.

Tak butuh waktu lama Nafla sampai di rumah dosennya mengingat keadaan cukup lengang pagi ini. Ia menatap rumah besar dua tingkat itu dengan kagum. Tidak hanya sekali, namun setiap Nafla kemari ia selalu mengagumi rumah ini.

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang