Bagian 17

67.9K 4.9K 73
                                    

Sejak pulang dari restauran siang tadi, Asgaf sama sekali tidak membuka suaranya. Bahkan, pria itu tidak mengirimi pesan sama sekali untuknya. Nafla duduk termenung sambil memikirkan nasibnya ke depan. Ia tahu, Pak Asgaf akan membatalkan pernikahan mereka.

Jam di dinding menunjukkan pukul 1 dini hari, dimana semua orang tertidur lelap. Nafla ingin mengatakan kejujuran ini pada ibunya, namun dia masih ragu. Kembali Nafla meraih mug yang berisi coklat hangat dan menyesapnya dalam remang-remang.

“Sayang, kok belum tidur?”

Nafla tersenyum lantas menggeleng tipis. “Nggak bisa tidur, Ma.”

Sandra mencepol rambut gelombangnya tinggi-tinggi dan mendekati puterinya itu. “Mama juga gitu dulu sebelum nikah sama Papa.” Mamanya menerawang jauh. “Nggak jauh beda sama kamu.”

Lagi-lagi Nafla tersenyum tapi miris. Bukan itu yang menjadi beban masalahnya, namun tingkah, sikap, dan kelakuan sang kakak yang sudah membuat dirinya malu di depan Pak Asgaf dan keluarganya. Bahkan, Nafla yakin jika keluarga Pak Asgaf tahu maka pernikahan ini jelas dibatalkan.

“Nenek dimana, Ma?”

Sandra meraih air mineral yang tak jauh darinya sambil menjawab, “Sudah tidur. Om sama Tante pulang karena nggak ada yg ngurusin si Atha. Tapi, besok balik lagi sekalian sama Bang Kevin.”

Nafla bahkan tidak peduli lagi mau siapapun yang datang esoknya karena dia sudah pasrah akan pernikahannya yang terancam batal. “Ma,” gumam Nafla sambil menatap ibunya nanar dengan air mata yang siap tumpah. “Aku...,” isaknya membuat Sandra panik seketika. “Aku mau batalin pernikahan ini.”

Sandra melebarkan bola matanya, melihat puterinya yang terisak semakin kuat membuat Sandra segera memeluk Nafla, erat. “Kenapa, Sayang? Ada apa, hm?”

Dan Nafla tak mampu lagi menjawab karena hanya ada tangisan derasnya di dalam pelukan sang ibu. Melampiaskan seluruh emosi yang bercampur dalam dirinya.

●●●

“Nafla meminta ibunya untuk membatalkan pernikahan kalian,” gumam Viona sambil melirik puteranya tajam. “Apa yang sudah terjadi Asgaf?”

Asgaf melenguh pelan sambil kembali memejamkan matanya karena mengantuk setelah semalaman tidak tidur. Memikirkan bahwa Nafla telah berbohong padanya mengenai kenyataan pahit yang dilemparkan gadis itu untuknya. Tapi, tidak. Gadis itu sama sekali tidak berbohong dan Asgaf melihatnya dengan jelas ketika mata bening itu menatapnya dengan penuh air mata.

Sialan!

Viona yang merasa kesal karena sudah diabaikan, segera menarik turun selimut yang membungkus setengah tubuh telanjang puteranya hingga ke pinggang. Terlihat jelas otot punggung puteranya yang tampak lebar karena Asgaf berbaring telungkup.

“Ansell!” teriaknya yang membuat Asgaf segera bangun sambil berdecak pelan. Tahu bahwa jika sang ibu sudah memanggil nama awalannya pasti saat ini sedang sangat sangat kesal.

“Ma, ini masih pagi—”

“Justru ini masih pagi dan Mama butuh penjelasan kamu atas keputusan Nafla semalam. Kenapa dia memilih untuk membatalkan pernikahan ini?”

Dahi Asgaf berkerut bingung, tampaknya ia memang belum sepenuhnya sadar ketika ibunya mengatakan keputusan Nafla sebelumnya. “Nafla apa?”

Memilih bersedekap dada, Viona menatap puteranya tajam. “Nafla memilih untuk membatalkan pernikahan kalian, Gaf. Sandra menelepon Mama jam 4 pagi. Ada apa? Apa yang terjadi atas pertemuan kalian kemarin?”

Asgaf mengusap wajahnya kasar. Kenapa gadis itu justru ceroboh sekali? Apa yang ada di pikirannya? Asgaf benar-benar tidak habis pikir. Tampaknya Nafla telah salah mengartikan sikapnya kemarin sehingga membuat keputusan tanpa menunggu persetujuannya. Melirik sekilas ibunya, Asgaf memilih untuk berkata jujur,
“Nafla adik kandung Rena, Ma. Rena mantan istriku.”

●●●

Nafla saat ini seakan seorang tersangka kejahatan dimana ia duduk seorang diri di depan semua keluarga besarnya. Bahkan, Papanya juga hadir di sana karena ingin mendengar langsung alasan atas keputusan puterinya itu.

“Jadi? Apa kamu yakin kalau memang Kakak kamu adalah mantan istri Asgaf?”
Nafla mengangguk pelan. Tubuhnya sudah terlalu lemah untuk menjawab karena sejak dua malam ini dia tidak tidur sama sekali dan yang dilakukannya hanyalah terus menangis.

Rendra memijit pelipisnya pelan. Ia pun bingung dengan undangan yang sudah terlanjur di sebar dan untung saja itu masih kawasan keluarga dan teman-teman dekat mereka.

Sandra memilih duduk di samping puterinya dan memberikan kekuatan. Ia benar-benar tidak menyangka jika kelakuan puteri sulungnya bisa sekejam ini dan sekarang tanpa di sengaja, Rena telah menyakiti hati adiknya sendiri.

“Kamu yakin batalin nikah ini, Na?” Dewi yang merupakan adik ipar Sandra bertanya iba pada keponakan iparnya itu.

Nafla lagi-lagi mengangguk. “Aku nggak mau mempermalukan keluarga mereka lagi. Aku yakin kalau Mama Pak Asgaf pasti juga milih untuk batalin nikahan ini,” gumamnya di sela tetesan air matanya yang kembali mengalir. Menatap ayahnya sendu, “Aku mau jumpa Kak Rena. Aku mau ketemu dia dan minta pertanggungjawabannya pada sosok Caca, Pa. Please... Suruh dia pulang.”

Sandra turut prihatin dan mengecup ubun-ubun Nafla beberapa kali sambil menghapus air matanya sendiri yang ikut mengalir.

“Cuma dia yang bisa nyelesain masalah ini, Mas. Bagaimana pun dia adalah ibu kandung Caca.”

Rendra tampak menimbang sebelum mengangguk. Mengiyakan permintaan anaknya dan menyuruh seseorang untuk segera membawa puteri sulungnya pulang, baik dengan paksaan ataupun tidak.

●●●

Asgaf yang duduk di sofa single ruang tamu rumahnya memijit pelipisnya pelan saat melihat keluarganya berdebat tentang masalah pernikahannya setelah ia menceritakan segala hal.

Ia merasakan seseorang duduk tak jauh darinya. “Bang, emang bener yang mau abang nikahin itu adik ipar abang?” wanita berumur 27 itu tampak penasaran. Menatap Abang sepupunya yang memilih diam tanpa mengatakan apapun.

“Mantan adik ipar, Luna.” Ia mengingatkan.

Luna mengangguk, “Kalau menurut aku sih, Bang, sebaiknya batal. Syukur kalau cewek itu sadar dan minta batalin pernikahan kalian. Lagian, satu keluarga mereka kayaknya nggak ada yang bener. Ayahnya juga—”

“Jaga mulut kamu, Luna!” sentak Asgaf tajam yang membuat wanita itu terdiam. Ia sendiri benar-benar pusing saat ini. Belum lagi seharian ini ponsel gadis itu sama sekali tidak bisa dihubungi.

Asgaf ingin segera menyusul ke rumah keluarga calon istrinya, namun dia tidak mungkin meninggalkan keluarga besarnya yang saat ini sedang berkumpul dan berdebat.

Padahal, ini sudah hampir jam 10 malam, tapi keluarganya semakin ramai disini. Mengusap wajah kasar, Asgaf hendak kembali ke kamarnya untuk menenangkan diri. Namun, suara salam dari pintu depan membuat seluruh keluarganya terdiam.

Merasa penasaran siapa yang datang, Asgaf dan kedua orang tuanya lebih dulu melihat. Ketiganya tampak terbelalak kaget ketika melihat sosok yang menghancurkan pernikahannya datang.

“Rena?” desis Asgaf sebelum melihat kedua orang tua Rena dan beberapa anggota keluarga lainnya datang.

Rendra yang berada di samping puteri sulungnya lebih dulu bergumam, “Kami datang kemari untuk meminta maaf dan menjelaskan semuanya.”

●●●

Mau double up?
Komen min. 50 😂

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang