Bagian 16

70.2K 5K 118
                                    

Pernikahannya hanya tinggal menghitung beberapa hari saja. Nafla mendesah pelan seakan pernikahan ini ada sesuatu yang salah. Ia benar-benar merasa janggal semenjak hari dimana Asgaf meminta bertemu dengan sang ayah. Meminta izin pada Papanya untuk meminang dirinya.

“Ma,” panggil Nafla saat melihat ibunya sedang mengaduk teh hangat di malam yang hujan seperti ini.

“Ya, Sayang?” tanya sang ibu sebelum menoleh melirik ke arahnya.

Nafla beranjak dan membuka laci lemari hias ruangan keluarganya. Ia mengambil salah satu album dan membukanya. Lalu, memperlihatkan foto sosok anak kecil yang ada di pangkuan kedua orang tuanya.

“Aku punya Kakak ‘kan, Ma?” tanyanya sambil menunjuk foto itu. “Mama bisa kasih tahu aku siapa dia? Dimana dia sekarang? Papa tidak mengatakannya padaku saat aku bertanya.”

Sandra terdiam sambil mengamati foto lama tersebut. Sejujurnya, ia tidak pernah melupakan putrinya satu lagi yang kini entah dimana.

“Mama dulu janji akan menceritakannya padaku setelah aku dewasa. Sekarang, aku sudah dewasa. Jadi, Mama bisa cerita padaku, ‘kan?” desaknya tidak sabar.

Sandra menatap lekat wajah putrinya bungsunya yang sama sekali tidak memiliki kemiripan apa pun dengan putri sulungnya. Ia mengangguk pelan, “Namanya adalah Renada Fina Apita. Mama dan Papa memanggilnya Rena.”

“Rena?” tanya Nafla dengan jantung berdebar keras.

Nama yang sama dengan mantan istri Pak Asgaf.

“B-berapa umurnya, Ma?”

Sandra tampak berpikir sebelum menjawab, “Masuk 33 bulan depan. Usia kalian berbeda 11 tahun.”

Tiga puluh tiga? Mungkinkah? Tapi, bukankah nama Rena itu banyak?

“Mama nggak tahu dia ada dimana karena dia menjauhi Mama, Na,” Sandra bergumam sedih, menerawang mengingat puteri sulungnya yang sampai saat ini tidak ia tahu keberadaannya. “Papamu yang tahu karena dia sering mengirimkan foto Kakakmu pada Mama untuk melihat perkembangannya.”

Nafla tidak sepenuhnya mengabaikan ucapan sang ibu, namun jemarinya meraih ponselnya di atas meja, ia melihat satu pesan dari Pak Asgaf yang mengingatkannya untuk segera tidur dan menjaga kesehatannya. Mengabaikan pesan Pak Asgaf, Nafla mengetik balasan.

Pak, boleh saya tahu nama panjang mantan istri Bapak siapa?

“Sayang, kamu kenapa? Kenapa panik?” gumam Sandra khawatir ketika melihat jemari putrinya yang bergetar saat memegang ponsel.

Nafla menggeleng pelan dan berusaha untuk tersenyum. Ia merasakan ponselnya bergetar, menandakan panggilan masuk dari Asgaf.

“Ma, Nafla ke kamar dulu.”

Sandra mengangguk dengan rasa khawatir. Membiarkan putrinya untuk segera masuk kamar.

Saat di anak tangga ketiga, Nafla mengangkat ponselnya.

“Halo Pak,”

Kenapa kamu tanya itu? Bukankah kita sudah sepakat untuk tidak membahas masa lalu saya lagi? Kamu masih tidak percaya sama saya?

Mendengar pertanyaan-pertanyaan bertubi itu, membuat Nafla semakin kalut.

“Maaf, Pak... S-saya hanya ingin memastikan sesuatu.”

Memastikan apa?” tanya Asgaf dengan nada menuntut. “Apa yang sudah terjadi?”

Nafla terdiam lama. Perlukah ia mengatakannya pada Pak Asgaf?

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang