Bagian 5

88K 6K 85
                                    

Nafla masuk ke dalam kamar dan melempar asal tas yang dikenakannya. Hari ini benar-benar membunuhnya luar dalam. Membaringkan tubuhnya sembarangan, Nafla menatap langit-langit kamar. Bahkan, ia mendengar jelas percakapan antara Pak Asgaf dan Mamanya dibawah sana. Ya, Asgaf dengan senang hati mengantarnya hingga ke rumah dan bertemu langsung dengan ibunya.

Nafla sendiri memilih untuk mencernakan pikirannya yang mendadak kosong karena kejadian tidak terduga hari ini.

Apa yang harus dikatakannya pada teman-temannya nanti jika mereka tahu bahwa dia menikahi laki-laki tua dan duda yang selalu menjadi bahan ejekannya disaat skripsinya menerima banyak kritik daripada saran dari dospim satunya itu?

Dan lagi, mengapa ciuman itu terus mengarungi benak Nafla tanpa berniat untuk melupakan?

Ya Tuhan....

Darimananya pria itu taat beribadah jika belum apa-apa saja Nafla sudah dicium dengan penuh gairah seperti tadi?
Diambilnya bantal lalu ditekannya di atas wajahnya. Nafla menjerit sekeras mungkin mencoba melupakan semua kejadian gila hari ini. Ia benar-benar shock dan berharap bahwa ketika ia bangun besok pagi, semuanya hanyalah mimpi belaka.

Mengambil ponselnya, Nafla membuka whatsapp dari teman-teman maupun dari grup yang sebagian membahas tentang apa-apa saja persyaratan sidang. Bahkan, ada yang menyebut namanya hanya untuk menanyakan bagaimana sifat Pak Asgaf karena mendapat pengujinya adalah Pak Asgaf itu sendiri.

Nafla tahu mereka menge-tag namanya karena hanya ia satu-satunya yang dibimbing oleh Pak Asgaf di angkatannya. Karena setiap satu angkatan hanya akan ad satu siswa dibimbingnya. Bahkan, angkatan sebelumnya ada yang belum selesai, maka itu yang mendapat pembimbing utama Pak Asgaf pasti akan mendapatkan kesialan telat tamat.

Padahal, semuanya tergantung dari diri kita sendiri. Jika rajin, maka cepat. Jika malas, ya resikonya telat tamat. Dan lagi, pintar-pintar mencuri hati dosen.

Menghela napas pelan, Nafla mengabaikan pesan temannya. Lagipula, Ifa sudah menggantikannya untuk menjawab pertanyaan teman-temannya itu. Meletakkan asal ponselnya, Nafla memilih berganti baju piyama panjang.

Ia tidak lagi mendengar suara Pak Asgaf di bawah sana sehingga Nafla memberanikan diri untuk turun. Namun, sangkaannya adalah salah. Lelaki tua itu justru duduk dengan nyaman sambil menyeruput kopi buatan ibunya.

“Dimana Mama saya?” tanya Nafla dengan nada waspada saat tidak melihat ibunya di mana pun.

“Sebentar lagi akan menjadi Mama kita. Jadi, tolong dibiasakan!” jawabnya yang tidak sesuai dengan pertanyaan. Membuat Nafla ingin sekali memaki, namun ia urungkan karena kali ini Nafla benar-benar ingin berkompromi dengan Asgaf.

“Pak, kenapa Bapak menerima perjodohan ini?”

Alis Asgaf terangkat sebelah. “Saya ingin membuktikan sama kamu kalau saya tidak homo.”

Mata Nafla seketika membelalak lebar. “Hanya karena itu?”

“Lalu, apa kamu pikir ada alasan lain?” tanyanya balik yang membuat Nafla merasa terhina seketika.

Ia mengepalkan tangannya erat dan hendak kembali ke kamar, namun cekalan dan tarikan kuat itu membuat Nafla kini berada di pangkuan Asgaf.

“Kita akan menikah dalam satu bulan,” bisiknya pelan. “Dan setelah itu, jangan harap kamu bisa bertingkah bebas seperti ini, Nafla. Karena saya lebih suka memiliki istri yang kalem dan lembut. Jangan lupakan untuk selalu setia menunggu saya pulang bekerja. Apa kamu paham?”

Nafla mencoba melepaskan diri dari Asgaf. Merasa ngeri seketika sebelum Asgaf membebaskannya. Ia hendak berlari, namun suara Asgaf kembali terdengar. “Duduk, Nafla. Saya belum selesai bicara!”

Why?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang