THIRTY SEVEN

4.6K 449 48
                                    

Makasih 200 votenya 😁😍
Aku seneng deh, pada gercep. Sering2 donk 😂 . Aku nepatin janjiku ya 😘😘
Jangan lupa VOTE lagi yaa ... 😚

🌅

"Hai"

Setelah menunggu cukup lama, Alice akhirnya bertemu dengan Kevin. Mereka sedang berhadapan saat ini, setelah saling menunggu siapa yang lebih dulu menyapa, akhirnya Alice mengeluarkan suaranya lebih dulu. Pria itu menatapnya dengan tatapan sulit di artikan. Dengan bathrobe berwarna abu-abu, Kevin terlihat lebih kurus dari biasanya.

Tenggorokan Alice tercekat saat mata mereka bertemu, saling bertatap untuk beberapa waktu. Seolah menyisakan kerinduan yang begitu mendalam saat ini. Ia ingin berlari memeluk Kevin, mengeratkan pegangannya sampai-sampai tidak ada lagi ruang untuk mereka bernapas. Rasanya ia tidak ingin membiarkan Kevin untuk pergi meninggalkannya lagi. Ia ingin meneriakan nama Kevin berkali-kali agar hati Kevin melihat jika dirinya masih Alice yang sama.

Tanpa di sadari kaki Alice melangkah ke arah Kevin, ia berniat melakukan hal yang sedang berkecamuk di dadanya. Hanya saja langkahnya tiba-tiba terhenti saat menyadari  jemarinya telah melingkar sebuah cincin. Cincin biru Safir pemberian Daniel waktu itu.

Daniel...

Alice menggenggam cincin yang melingkar di jari manisnya dengan erat. Hatinya terasa hancur mengingat tidak seharusnya  ia mengikuti perasaannya saat ini. Segalanya telah terlambat, dan Alice bukan lagi milik Kevin, begitupun sebaliknya. Hatinya mencelos mengingat pria itu telah melepaskannya, menyerahkannya pada pria lain. Pria itu tidak mencintainya, iya, pasti begitu.

Alice menurunkan topi hitamnya agar sedikit menutupi wajahnya yang sebentar lagi akan menangis. Ia berdehem setelah mengambil sesuatu di dalam tasnya.

"Kau pasti terkejut dengan kedatanganku bukan?" Kata Alice tersenyum. "Maaf aku mengganggu waktumu hari ini, "

"Duduklah, Alice" ucap Kevin. Alice menggeleng, memundurkan langkahnya saat Kevin berniat mengulurkan tangannya. "Maaf," kata Kevin dengan tangan mengudara, ia lupa jika dirinya bukan lagi siapa-siapa Alice.

"Aku tidak berencana untuk berlama-lama disini, aku pikir 5 menit cukup untukku bertemu denganmu. Bukan begitu Kevin?" Alice menggosok hidungnya yang mulai berair.

"Iya, kupikir juga begitu, Alice" Kevin mengepalkan tangannya, menyadari betapa omong kosongnya segala ucapannya. "Apa ada sesuatu hal yang begitu penting sampai kau datang kemari untuk bertemu denganku?", nada bicara Kevin  seperti pria asing yang bertemu dengan mantan pekerjanya, bukan mantan kekasihnya. Tidak ada ekspresi dan tidak berperasaan, seolah hubungan mereka tidak berarti sama sekali selama ini.

"I-iya, sangat penting"  jawab Alice mengangguk. Ia mengangkat wajahnya dan menatap Kevin, dan raut wajah Kevin berubah saat melihat dirinya telah menangis. Iya, Alice menangis. Ia tidak bisa membendung perasaannya lagi saat ini. Berhadapan dengan Kevin nyatanya terlalu sulit jika tidak menggunakan perasaan sedikitpun.

"A-alice..."

Alice mengusap wajahnya kasar. "Maaf, aku terlalu gugup dengan pernikahanku"

"Maaf aku tidak sempat menghadiri pesta pernikahanmu Alice, semua berjalan lancar bukan?" Kevin sedikit gemetar saat bertanya tentang pernikahannya bersama Daniel.

"Kenapa harus tidak datang Kevin?" Alice menatap Kevin datar. "Aku kemari karena aku harus memberikan undangan pernikahanku secara langsung untukmu. Kau pasti terkejut? Pernikahanku di undur beberapa hari, dan besok adalah hari besarku. Kau akan datang bukan?", Kevin tercekat saat  sebuah undangan berada di tangannya. Undangan pernikahan Alice dan Daniel.

I'M YOUR'S ( END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang