Part H. (Mesra)

751 61 0
                                    

Hani dan Arza turun dari lantai atas untuk menuju ke ruang makan dan ruang keluarga. Kalau Hani langsung menuju ke dapur untuk membantu mamanya memasak, lain halnya dengan Arza yang langsung bersama ayah mertuanya menonton berita pagi di televisi.

Bu Ranti tersenyum ketika melihat Hani tampak ceria lain dari biasanya. Sepertinya pengaruh status sebagai seorang istri. "Kamu kenapa, Han?" tanya mamanya yang tidak bisa menahan diri.

"Maksud mama apa?"

Bu Ranti tersenyum lagi ketika Hani terlihat salah tingkah. "Itu kamu kenapa sih? Liatin sayurnya kok gitu banget. Emangnya ada yang lucu ya sama sayur itu sampai kamu harus senyum-senyum kayak gitu?"

Hani menggeleng pelan. "Sayurnya seger, Ma. Bukan lucu kayak kata mama tadi."

Bu Ranti memilih untuk tidak melanjutkan candaannya. "Han, kamu panggil Rein. Bantuan mama masak sekarang."

"Kan udah ada aku yang bantu mama masak."

"Emangnya salah kalau mama minta bantuan Rein juga? Dia kan udah besar, harus belajar masak. Daripada dia diem di kamar terus kan?"

Hani mengangguk paham, sebelum dia menuju ke kamar Rein. Hani menyempatkan untuk mencuci tangannya dulu. Setelah itu dia berjalan menuju kamar Rein. Kebetulan kamar Rein bersebelahan dengan ruang keluarga.

Hani tersenyum ketika melihat suaminya sedang mengobrol ringan dengan sang ayah mertua. Arza tidak menyadari keberadaan Hani, karena itulah Hani lebih memilih untuk terus melanjutkan langkahnya menuju kamar Rein.

Ternyata adiknya itu sudah berdiri di ambang pintu. Rein menatap bingung kakak sulungnya. "Mau apa, Kak?"

"Turun. Bantuin mama masak. Akina mana? Udah bangun kan dia?"

Rein mengangguk singkat. "Tadi sih aku udah denger suara dia. Mungkin lagi mandi."

"Ya udah, kamu turun ke bawah. Sekalian panggilan Akina."

"Ya, Kak."

Setelah menyampaikan pesan mamanya kepada Rein, Hani berbalik dan kembali berdiri di depan ruangan keluarga. Di sana, Hani bisa melihat Arza yang juga sedang menatapnya.

Hani tersenyum, rasanya seperti melihat sang pacar. Dag dig dug gimana gitu?

"Lagi apa?" tanya ARza yang kini sudah berdiri di depan Hani.

"Lagi berdiri," jawab Hani seadanya.

Arza tersenyum singkat. "Aku ganti deh pertanyaannya. Kamu mau ke mana?"

Hani pun tidak bisa menahan senyumannya lagi. Kali ini Hani tersenyum lebar. "Harusnya kak Arza tanya aku dari mana. Bukan mau ke mana."

Arza mengernyit. "Memangnya kamu dari mana?"

"Dari kamar Rein."

"Oh, gitu. Sekarang mau ke mana?"

"Ke bawah. Bantuin mama masak."

Tangan Arza terasa gatal ingin sekali memeluk Hani. Tetapi, Arza masih sadar diri. Tidak mungkin dia menebar kemesraan disaat ayah mertuanya berada dalam jarak yang sangat dekat.

"Masak yang enak ya?" Akhirnya Arza hanya mengatakan itu.

Hani mengangguk patuh. Melihat kemeja Arza yang sedikit kusut di bagian kerahnya, Hani berinisiatif untuk merapihkannya. Tetapi, sebelum dia berhasil menyentuh kerah itu, tangan Arza sudah lebih dulu menahannya.

Dengan senyuman menahan geli Arza bertanya, "Kamu mau apa?"

Hani menyembunyikan rona merah di pipinya dengan memalingkan wajahnya. Arza yang melihat itu hanya terkekeh pelan. Dengan hati-hati, Arza menoleh ke belakang. Hanya untuk memastikan apakah ayah mertuanya melihat mereka atau tidak.

My Husband Is KoreanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang