Part A-Z. (Keceplosan)

360 41 0
                                    

Masih dengan keposesifannya. Arza tetap merangkul sang istri sambil sesekali membelai perut sang istri. Hani juga melakukan hal yang sama, posesif terhadap suaminya dan merangkul tangan sang suami. Malam-malam begini kedua pasangan yang baru dilanda guncangan rumah tangga itu kembali memamerkan keromantisannya.

Baik Hani maupun Arza tidak lagi mengungkit masalah itu. Orang ketiga. Keduanya sama-sama menjaga perasaan pasangan masing-masing.

"Makannya yang benar."

Hani cemberut. "Iya. Ini lagi makan."

"Gak mungkin itu bener. Nasinya cuma diaduk doang."

"Aku bosen. Boleh ganti menu?" Hani mengedipkan matanya berulang kali untuk meluluhkan hati suaminya. "Boleh ya, Kak?"

Arza menghela napasnya dalam-dalam. "Jangan buang-buang makanan, Sayang. Berapa kali aku harus bilang sama kamu?"

"Gak akan buang makanan kok. Makanya ijinin aku pesen menu lain. Aku bener-bener pengen menu lain."

"Mau dimakan? Janji?"

Hani mengangguk mantap. "Janji kok."

"Ya udah, kamu mau pesan apa?"

Hani menggeleng cepat. "Aku pengen pesen sendiri. Aku pengen liat cara buatnya."

Arza menaikan satu alisnya. "Hah? Maksud kamu apa?"

Hani mengelus perut buncitnya.

Arza menghela napasnya lagi. "Ya udah, aku bilang dulu sama pelanyannya. Boleh atau gak kamu liat proses pembuatannya."

Hani menarik senyuman manisnya. Arza adalah suami idaman. "Terima kasih, Suamiku."

"Tapi aku tidak janji, karena mereka juga butuh privasi. Pembuatan makanan biasanya memiliki resep tersendiri."

Hani mengangguk. "Iya, makanya tanyain dulu sama kokinya. Boleh gak aku liat cara masaknya? Soalnya aku bener-bener penasaran."

"Emangnya kamu mau pesen menu apa?"

Hani tersenyum lebar. "Rahasia dong."

"Gak mau ngasih tau aku nih?"

Hani menggeleng. "Kan rahasia."

"Kan aku suami kamu."

"Semua orang punya privasi masing-masing."

"Ok. Silakan simpan rahasia kamu rapat-rapat."

Arza membuka ponselnya ketika Hani sibuk memanggil pelayan. Istrinya itu sedang berbicara serius dengan si pelayan.

"Kak, ini bilang sama mbaknya," ucap Hani.

Arza meletakkan ponselnya sebelum menuruti kemauan istrinya. "Gini lho, Mbak. Istri saya lagi mengidam. Dia ingin memakan makanan yang dia pesen sendiri, sekaligus melihat proses pembuatannya. Kira-kira, istri saya diperbolehkan melihat tidak ya?"

Si pelayan wanita itu mengangguk-angguk. "Sebentar ya, Pak. Saya tanyakan dulu kepada atasan saya."

Arza mengangguk. "Oh, silakan."

Setelah pelayan wanita itu pergi menemui atasannya, Arza kembali membuka ponselnya. Melihat hal itu membuat Hani cemberut. Arza selalu sibuk dengan benda mati itu.

"Kak, liat apa sih?" Hani mengintip isi ponsel Arza. Hani hanya ingin mengetahui alasan kesibukkan Arza setiap kali membuka ponselnya.

Arz menjauhkan ponselnya dari jangkaun Hani. "Kamu ngapain ngintip kayak gitu?"

"Pengen liat. Lagi apa sih sama benda itu?"

Arza menggeleng keras. "Semua orang punya privasi masing-masing," ucapnya mengutip ucapan Hani beberapa menit yang lalu.

My Husband Is KoreanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang