Part S. (Anugerah Terindah)

620 48 2
                                    

Yok yok ayok, silakan di baca dan divote dulu.

tks

Bosan. Kesal. Suntuk.

Hani merutuki Raffa yang jatuh sakit hingga membuat suaminya tambah sibuk bekerja. Kalau sehari sih tidak masalah bagi Hani. Tetapi, ini sudah berhari-hari. Suaminya kini, Arza, berada di kota yang Hani lupa namanya. Dekat dengan Busan. Begitulah kata Arza.

Memangnya apa posisi Arza di perusahaan? Kenapa Arza harus menggantikan Raffa? Apa jabatan Raffa lebih tinggi dari Arza? Sepertinya tidak mungkin. Apakah Arza dipaksa oleh Raffa? Sepertinya tidak mungkin. Yang lebih Hani permasalahkan adalah kenapa Raffa harus jatuh sakit?

Sudah hampir satu minggu Arza meninggalkan Hani seorang diri. Dan, Hani sudah sangat sangat sangat kesal. Bagaimana bisa Arza tega meninggalkannya seorang diri di rumah? Hani masih terlalu asing dengan tempat ini. Tidak ada tetangga di tempat ini. Bukan tidak ada, tetapi jarak rumah di sini cukup jauh.

Keadaannya sudah semakin mengkhawatirkan. Setelah memikirkan matang-matang, Hani memberanikan diri untuk keluar rumah. Tepatnya ke rumah sakit. Semenjak ditinggal Arza, perut Hani sama sekali tidak membaik. Hani takut terjadi sesuatu semacam penyakit.

Baru saja Hani membuka pintu rumahnya, seorang wanita dengan kulit putih pucat berdiri di depannya. Wanita itu tersenyum ke arah Hani. Berbeda dengan Hani yang tampak terkejut.

"Hani?"

Kerutan di dahinya semakin tebal. Wanita ini mengenalnya?

"Naega, emm aku adalah bibinya Arza. Adik dari ibu mertuamu," ujar wanita itu. Hani mengangguk begitu mengerti maksud wanita ini.

"Korea lagi. Bingung lagi," batin Hani. "Silahkan masuk, Bibi," ucap Hani dengan sopan.

"Terima kasih."

Setelah mempersilakan masuk bibi dari suaminya yang keturunan Korea itu, Hani menanyakan ingin disuguhi minuman apa yang kemudian ditolak secara halus oleh wanita berkulit pucat itu. "Arza mengabariku untuk datang ke sini. Katanya sudah satu minggu dia meninggalkan kamu di rumah seorang diri, makanya dia memintaku kemari untuk mengecek keadaanmu."

Hani tersenyum kikuk. Baiklah, Hani menjadi payah dalam urusan bersosialisasi. Dan sekarang Hani merasa bingung harus menjawab apa.

"Kau baik-baik saja? Wajahmu pucat." Terdengar nada cemas dari bibinya itu. "Kata Arza kamu tidak mengabari dia dan tidak mengangkat teleponnya beberapa hari ini. Benar?"

Sekali lagi Hani tersenyum kikuk. "Iya, Bibi," jawabnya ragu.

"Kenapa? Arza membuat masalah? Atau kamu kesal karena ditinggal?"

Tepat sasaran lagi. "Iya, Bibi."

"Alasannya?"

Hani menggigit bibir bawahnya untuk menghilangkan kegugupan yang tiba-tiba melandanya. Seperti berhadapan dengan ibu mertua. "Sebenarnya Hani tidak begitu keberatan kalau kak Arza bekerja, asalkan selalu mengabari Hani. Tapi yang buat Hani kesal karena kak Arza pergi disaat Hani sedang sakit."

"Kamu sakit? Pantas wajahmu pucat. Apa yang kamu rasakan sekarang?"

"Sakit perut biasa. Lebih sering kambuhnya daripada sembuhnya. Hani pengen diantar periksa, tapi kak Arza gak bisa. Hani belum mengenal tempat ini, Bi. Hani masih takut."

Wanita itu menganggukkan kepalanya. "Kalau begitu biar bibi yang mengantar kamu periksa. Kamu mau kan? Kebetulan sepupu Arza, putri bibi seorang dokter. Yuk!"

My Husband Is KoreanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang