Bab 17

38 13 0
                                    

Malam harinya sesudah dari reuni SMP dia membereskan pakaiannya dan memasukkan ke dalam tas. Meskipun hanya dua hari di rumah, dia senang karena sudah tahu keadaan Aisyah baik-baik saja. Sesudah itu, dia membawa tasnya ke ruang tengah. Ibunya yang melihat Arda membawa tas menghampiri anaknya itu.

"Besok kamu udah pulang?" tanya Zumirah.

Arda mengangguk."Ya, Bu."

"Hati-hati di jalan. Kamu sudah pesan tiketnya, Nak?"

"Udah, barusan Arda pesan lewat online," ucap Arda. "Dari kemarin Arda nggak lihat Luki, dia kemana, Bu?"

Zumirah duduk di sofa dekat Arda meletakkan tasnya. "Adik kamu pesantren kilat di sekolah," ucap Zamirah terhenti. "Bentar lagi adik kamu udah SMP."

"Iya, nggak terasa waktu begitu cepat, Bu." Arda duduk di samping ibunya dan menggengam tangannya. "Arda janji bakalan jadi orang sukses,Bu."

Zumirah membelai rambut Arda yang cepak dan merangkul anak pertamanya itu. "Yang penting dalam hidup selalu jujur. Camkan kata-kata ibu, Arda."

Arda tersenyum dan berpamitan untuk tidur. "Bu, Arda tidur dulu, besok Arda harus ke terminal jam 8 pagi."

Zumirah mengangguk. "Jangan lupa berdoa sebelum tidur."

Arda mengangguk dan masuk ke dalam kamarnya. Dia segera merebahkan tubuhnya di kasur dan menatap langit rumahnya.

"Masnya pulang, dia pesantren kilat," gerutu Arda

Arda memejamkan mata dan menari ke dalam alam bawah sadarnya, berharap bermimpi indah.

***
Arda sudah sampai di terminal diantar oleh Sabri. Jam masih menunjukkan pukul setengah delapan. Artinya bus yang akan ditumpangi Arda akan berangkat setengah jam lagi.

Sabri menepuk bahu Arda. "Hati-hati, Sobat."

Arda mengangguk sambil mengendong tas yang biasa dia pakai untuk kuliah. Arda sengaja membawa tas itu karena dia pergi ke kampungnya juga tidak lama.

Arda menjabat tangan Sabri dan berjalan menuju bus yang sebentar lagi akan berangkat. Saat sudah di tempat duduknya, Arda melambaikan tangan ke arah Sabri melalui kaca bus. Sabri juga melambaikan tangan ke Arda sebagai tanda perpisahan. Tak terasa waktu berlalu, bus berjalan meninggalkan terminal. Ingatan Arda mulai mengarah pada janjinya dengan Nana yang sempat dia lupakan. Jujur ada rasa sedikit  bersalah pada gadis itu. Arda menghela napas panjang--mengambil ponselnya,  lalu menggeser layar ponsel dan menelepon Nana. Tak ada jawaban. Arda mencoba meneleponnya lagi dan Nana menjawab telepon Arda.

"Ada apa, Da?" tanya Nana dalam telepon.

Arda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. "Maaf, kemarin aku lupa kalau ada janji sama kamu. Kamu waktu itu udah nunggu lama, ya?"

Nana sebal setengah mati dengan ucapan Arda. Jelas-jelas dia sudah menunggu lama dan Arda tak datang. Lalu sekarang dia menanyakan hal itu dan berkata "Kamu waktu itu udah nunggu lama?" Tak peka sekali Arda ini sebagai laki-laki.

"Nggak apa, Da. Lagian waktu malam itu aku juga ada acara. Waktu itu aku telepon kamu nomer kamu nggak aktif." Nana terpaksa menjawab bohong. Dia hanya tak mau Arda berpikir Nana terlalu mengharapkan traktiran daei Arda.

"Bagus kalau gitu, jadi nggak ada pihak yang dikecewakan."

"Iya, Da. Udah dulu aku mau keluar beli makan sebentar. See you."

"See you," Arda menutup sambungan teleponnya. Arda lega karena waktu itu Nana tak datang, kalau saja Nana datang pasti gadis itu kecewa karena dirinya tak bisa datang.

Perjuangan untuk Arda(Terbit✅✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang