"Na, yang kemarin itu--" Belum sempat Arda melanjutkan perkataan Nana sudah memotong dengan anggukan kepala. Arda paham Nana marah. Nana tak berkata sepatah apa pun, dia terus berjalan menuju ke kelas yang tak jauh dari taman kampus.
"Na, tunggu!" Arda mengejar Nana, tapi Nana tetap tak menghiraukan panggilan Arda, dia tetap menuruti ego untuk tetap berjalan.
Saat langkah Arda sejajar dengan Nana, Arda memegang tangan Nana. Nana malah menghempaskan genggaman tangan Arda.
"Udah, lah, Da, berhenti bohongin perasaan kamu sendiri. Aku tahu memang kamu nggak bisa cinta sama aku, buat apa dipaksakan, sih?" Nana mulai menangis, dia menyeka air matanya.
"Na, aku nggak ada maksud buat nyakitin kamu." Arda mencoba menjelaskan pada Nana. Sekarang dia merasa bersalah membuat seorang wanita menangis karena cintanya.
"Cukup, Da!" Nana berlari meninggalkan Arda yang masih terpaku.
"Na!" Arda berteriak kencang. Tetap saja gadis itu benar-benar tak menghiraukan teriakan Arda yang membuat semua orang yang berada di tempat kejadian melihat ke arah Arda.
Arda lalu menyusul Nana ke kelas. Nana yang sudah sampai kelas langsung duduk dan menangis. Mile yang sedari tadi sudah di kelas menghampiri Nana.
"Kamu kenapa, Na?" tanya Mile.
"Aku nggak apa, kok." Nana berusaha berbohong, tapi Mile paham kalau Nana sedang ada masalah. Mile sudah hapal bagaimana Nana antara sedang senang dan dirundung masalah.
"Nggak usah bohong, deh, Na. Jujur." Mile duduk di sebelah Nana dan menepuk bahu temannya itu.
Akhirnya Nana menceritakan semua yang terjadi. Mile yang mendengar cerita Nana menjadi geram pada Arda. Dia tak habis pikir kenapa Arda tega menyakiti perasaan Nana.
"Sabar, Na," kata Mile.
Nana hanya mengangguk. "Nanti kalau Arda ke sini kamu bilang aja aku nggak mau ketemu sama dia."
Mile mengacungkan kedua jempolnya ke arah Nana.
Benar saja, Mile melihat Arda du depan pintu. Mile segera berjalan keluar kelas.
"Ngapain kamu?" Mile melipat kedua tangannya.
"Gue mau ketemu Nana."
"Nana nggak mau ketemu lo." Mile mendorong tubuh Arda.
"Tapi gue mau ketemu dia!" Arda berusaha masuk kelas sedangkan Mile berusaha mencegah Arda masuk kelas. Mile hanya tak ingin Nana semakin sedih gara-gara cowok dihadapannya ini.
"Gue bilang pergi!"
Arda memilih mengalah dan melengang pergi dengan perasaan bersalah.
Seusai Arda benar-benar pergi, Mile masuk kelas dan menuju meja Nana.
"Dia udah pergi, udah aku usir, Na." Mile mencoba menenangkan Nana.
"Terima kasih, ya, Mil." Nana tersenyum dan dia lega karena Arda sudah pergi. Nana hanya belum sanggup bertemu Arda karena hanya akan menyakiti perasaannya lebih dalam setelah kejadian kemarin. Ya, kejadian saat ponsel Arda diangkat oleh perempuan lain. Nana yakin perempuan itu yang ditaksir Arda. Nana tak habis pikir kenapa Arda masih menanggapi padahal Arda berkata sendiri kalau dia akan berhenti mengejar perempuan itu, tapi kenyataan tak seperti yang diucapkan Arda. Bohong besar.
****
Arda mencoba menelepon Nana lewat Whastapp sedari tadi. Nihil. Nana sama sekali tak mau menjawab panggilan Arda. Akhirnya Arda memilih untuk mengirimkan pesan lewat SMS
Na, plis jangan marah. Aku mau jelasin semuanya. Jangan kayak gini, Na.
Ponsel Nana bergetar. Ada SMS masuk dari Arda. Nana segera membaca pesan itu dan memilih mengabaikannya. Hati Nana masih perih, dia sendiri tak tahu sampai kapan. Jujur, sebenarnya Nana tak mau terus-terusan seperti ini. Tapi Nana sadar belum saatnya dia meminta kejelasan Arda.
"Kenapa, sih, Da, kamu tega sama aku? Kalau dari awal kamu nggak cinta sama aku, kenapa kamu jadiin aku pacar kamu?" Nana merutuki perasaannya sendiri.
Arda mengembuskan napas kasar, lalu dia bergegas menuju indikos Akmal yang beberapa langkah dari indikos-nya.
Arda mengetuk pintu dan Akmal segera membuka pintu.
"Apa lagi?" Akmal mengangkat kedua alis sambil menenteng sebotol air mineral.
"Gue ngerasa bersalah sama Nana, Mal."
"Pacar lo salah paham sama lo?" Akmal mempersilakan Arda masuk ke indikos dan mereka duduk di sebuah sofa yang berada di ruang tamu.
"Iya," jawab Arda.
"Kan gue udah bilang."
"Kemarin Aisyah bilang kalau dia udah putus sama pacarnya. Dia juga nanya ke gue perasaan gue ke dia kayak gimana." Arda memulai cerita. "Gue belum bisa jawab karena gue nggak mau nyakitin perasaan keduanya.
Akmal menepuk bahu Arda. "Sekarang lo tinggal pilih aja mau pilih pacar lo apa Aisyah?"
"Gue bingung."
"Pilih sesuai kata hati lo. Kalau memang lo mau pilih Aisyah, lo bilang sama pacar lo sekarang baik-baik. Mending lo jujur daripada terus-terusan nyakiti perasan dia, Da." Akmal berusaha memberikan pengertian pada Arda. Akmal paham posisi Arda bagaimana. Bagaimanapun Arda harus tetap memilih sesuai kata hatinya.
"Gue cuma takut salah pilih, Mal."
"Ikutin kata hati lo." Hanya itu yang bisa diucapkan Akmal. Dia tak bisa berbuat banyak selain berkata demikian.
Arda mengangguk mengerti. Mulai sekarang dia harus memilih seseorang yang tepat.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Perjuangan untuk Arda(Terbit✅✔)
Teen Fiction(Open pre order) Diterbitkan oleh Rumah Imaji Update setiap hari. Arda merupakan anak rantauan yang mengadu nasibnya ke kota Jogja untuk kuliah demi mencapai cita-citanya. Sampai akhirnya, ia bertemu dengan Nana, perempuan yang selalu membantunya. M...