Bab 22

33 9 0
                                    

Hal yang menyakitkan adalah kamu bisa memiliki orang yang kamu cintai, tetapi hatinya masih terpaku masa lalunya.

***
Malam minggu tiba. Tak seperti pasangan kebanyakan yang menghabiskan malam minggunya, Nana hanya berdiam di rumah, tanpa ada kabar dari Arda sedikit pun setelah cowok itu mengungkapkan rasa pada Nana.

"Pacaran macam apa ini?" Nana memutar kedua bola matanya. Rasa kesal ada pada dirinya. Mungkin benar yang dikatakan Mile kemarin siang kalau Arda cuma menjadikannya pelampiasan saja.

Ponsel Nana berdering, ada telepon masuk dari Arda.

"Baru aja diomongin, udah nelepon aja ini bocah," Nana terus menggerutu dan mengangkat telepon dari Arda.

"Apa?" Nana menjawab telepon dari pacarnya itu dengan nada judes.

"Kamu kenapa, Na?" Arda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal mendengar Nana menjawab teleponnya dengan nada tinggi.

Nana semakin geram dengan jawaban Arda. Cowok ini memang tak ada rasa peka sekali terhadap perempuan. Pantas saja dia tak pernah sadar kalau Nana sudah menyukainya sejak lama. Ya, walaupun sekarang mereka sudah resmi berpacaran.

"Tahu, ah!" Nana mematikan sambungan teleponnya.

Arda yang tahu Nana mematikan sambungan teleponnya hanya bisa bertanya-tanya apa ada yang salah dengan dirinya. Arda menggeleng tak mengerti, lalu dia berjalan keluar ke kos-an Akmal.

Sesampainya di sana, Arda mengetuk pintu dan Akmal membuka pintunya.

"Ngapain lo ke sini?" Akmal mengucek matanya karena saat Arda mengetuk pintu kos-nya dia sedang tertidur lelap.

"Gue mau nanya sesuatu," kata Arda.

"Aisyah lagi? Kalau lo mau bahas dia, gue nggak mau nanggepin." Akmal menutup setengah pintunya dan Arda menahan pintu itu.

"Bukan Aisyah, kok."

"Terus siapa?"

"Nana, teman kampus gue. Gue sekarang pacaran sama dia buat lupain Aisyah," jawab Arda, seadanya.

"Lo gila? Sama aja lo mainin perasaan orang! Lo itu punya otak nggak, sih?" Akmal menggeleng tak percaya, ternyata Arda melakukan hal lebih gila lagi yaitu berpacaran dengan teman kampusnya yang jelas-jelas Arda tak ada rasa dengan perempuan itu.

"Siapa tahu dengan cara itu gue bisa lupain Aisyah," Arda mengangkat bahunya, dia tak tahu harus menjawab apa lagi.

"Serah lo deh, Da. Jangan pernah mempermainkan perasaan orang intinya, lo bakal kena batunya ntar," Akmal menepuk bahu temannya itu. "Udah malam, tidur sana, atau jernihin otak lo itu!" Seusai berucap, Akmal menutup pintunya meninggalkan Arda yang masih terpaku dengan perkataannya.

***
Hari senin tiba, Nana sudah berada di kampus. Terlihat Arda berjalan ke arahnya, Nana langsung menatapnya malas. Masih marah dengan sikap Arda yang menyebalkan dan tak peka.

"Kamu tadi malam kenapa, Na?" tanya Arda berdiri di hadapan Nana.

"Nggak apa," jawab Nana dengan nada marah.

"Ya udah kalau kamu nggak apa," kata Arda. "Nanti siang makan bareng di kantin, yuk?"

"Iya, nanti bisa diatur."

Arda mengganguk dan berlalu meninggalkan Nana yang masih terdiam.

"Itu cowok emang tingkat kepekaannya kurang, ya?" Nana bertambah geram dengan sikap Arda yang menyebalkan. Nana berpikir bohong kalau orang kalau kita berpacaran dengan  orang yang kita cinta menjadi bahagia, nyatanya tak seindah itu.

"Kamu kenapa pagi-pagi mukanya kesel gitu, Na?" tanya Mile yang baru saja datang bersama pacarnya.

"Itu Arda, jadi cowok nggak peka banget!" Nana memukulkan tangannya ke arah Mile dan Mile menampik tangan Nana.

"Kok aku yang jadi sasaran, sih? Arda kenapa?"

"Nggak peka! Katanya pacaran, tapi rasanya kayak temenan doang," Nana menggepalkan tangannya dan memukul kepalanya sendiri.

"Sabar, Na, namanya juga awal-awal pacaran, malu-malu kucing itu udah biasa," ujar Mile. "Iya nggak, Sayang?" Mile merangkul pacarnya yang ada di sebelahnya. Pacarnya hanya menggangguk.

"Iya," ucap Nana pada akhirnya.

***

        

Perjuangan untuk Arda(Terbit✅✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang