Bab 18

51 11 0
                                    

Cinta itu derita saat kita mencintai seseorang,  tapi orang itu cinta sama yang lain.
***

Arda menyipitkan mata saat berada di depan kelasnya. Terlihat Nana dengan salah seorang temannya berjalan di koridor.

"Nana," panggil Arda lantang. Nana segera menengok dan melambaikan tangan , lalu menghampiri Arda.

"Ada apa?" tanya Nana. Sebenarnya rasa kecewa masih ada, tapi gadis itu berusaha menutupinya. Salahnya juga sebenarnya, kenapa dia harus berbohong pada Arda waktu itu kalau sebenarnya dia datang di kafe.

"Ayo aku traktir," ajak Arda menggeret tangan Nana menuju kantin diikuti Mile yang sedari tadi bersama Nana.

"Kamu mau pesan makan apa?" tanya Arda sesudah sampai di kantin.

"Nasi goreng sama es jeruk," jawab Nana.

"Yang diteraktir Nana aja?" Mile memprotes.

Arda tertawa. "Ya udah, kamu mau apa?"

"Nah ... gitu. Jadi cowok yang peka dikit! Aku pesan sama kayak Nana aja, deh, biar nggak ribet."

Arda mengangguk,  berjalan memesan makanan dan minuman.

"Kita duduk di sebelah sana aja, ya," tunjuk Nana pada sebuah bangku yang kosong.

Nana dan Mile segera menuju bangku yang kosong sambil menunggu pesanan datang. Tak berselang lama Arda datang dan duduk berhadapan dengan Nana.

"Tunggu aja nanti pesanan kita diantar," ucap Arda.

Benar saja, lima menit kemudian pesanan mereka datang. Perempuan paruh baya membawa baki dan meletakkannya di meja.

"Terima kasih, Bu," Arda tersenyum dan perempuan paruh baya itu hanya mengangguk berlalu pergi.

"Ayo dimakan," ajak Arda. Nana dan Mile langsung mengambil makanan mereka, lalu melahapnya.

Tak butuh waktu lama, makanan yang ada di meja habis. Arda segera berdiri untuk membayar.

"Sering-sering traktirnya ya, Da," ucap Mile. Nana langsung menabok lengan Mile karena baginya tidak sopan.

"Santai," ucap Arda. "Aku ke kelas dulu, ya." Arda berjalan di koridor menuju kelasnya.

***

"Cinta itu derita saat kita mencintai seseorang,  tapi orang itu cinta sama yang lain." Nana memulai pembicaraan saat sedang duduk di taman kampus seusai pulang kuliah bersama Mile.

"Arda?" Mile menebak.

"Iya. Aku mau mundur saja. Aisyah itu segalanya bagi Arda, sedangkan aku hanya renginan di toples," ucap Nana putus asa. Dadanya mulai sesak ingin manangis, tapi dia tahan.

"Biarkan ibarat renginan, suatu saat pasti bermakna di hatinya." Mile tersenyum ke arah Nana. "Semangat!"

Nana mengangguk.

"Apa kamu bilang aja kalau kamu suka sama dia?"

"Masak cewek nembak cowok? Nggak, ah," timpal Nana sambil bergidik ngeri. Membayangkannya saja tak pernah terpikirkan bagaimana jadinya.

"Sekarang ini zaman emansipasi wanita, Nana!"

"Bodo amat! Mau emansipasi gajahpun aku nggak mau bilang kalau aku suka sama dia!"

"Terserah kamu, deh." Mile sudah mentok memberitahu Nana yang keras kepala. "Tapi kalau dia sama yang lain jangan nyesel, ya?"

Nana mengerutkan keningnya. "Maksudnya sama kamu gitu?"

"Bukan, lah. Kamu nggak bakal tahu ke depannya gimana, Na. Bisa aja besok, besok dan besoknya lagi Arda pacaran cewek lain tapi bukan sama cewek yang Arda naksir. Kamu nggak pernah tahu kapan hati bisa berubah, 'kan?"

Nana hanya mengangguk.

"Terus?"

"Lebih baik kamu bilang sama dia, Na. Itu saranku." Mile menepuk bahu temannya itu. "Apapun jawabannya setidaknya kamu udah bilang ke dia kalau kamu ada perasaan sama dia."

"Mungkin bukan sekarang, Le. Tapi suatu saat aku akan bilang kalau waktunya tepat." Nana menghela napas panjang. "Entah kapan."

Mile memeluk temannya itu. "Siap. Harus!"

Perjuangan untuk Arda(Terbit✅✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang