Bab 27

23 10 0
                                    

Buat apa belajar mencintai seseorang yang tak pernah bisa kamu cintai?

****

Ponsel Arda berdering, dengan segera Arda mengangkatnya.

"Halo, ini siapa?"

"Aku Aisyah, Da. Kamu bisa nggak ke stasiun Lempuyangan sekarang?"

Nada Aisyah terdengar ketakutan. Arda mengernyit dan merasakan ada hal yang buruk pada Aisyah.

"Ada apa, Syah?" Sekarang Arda yang terdengar panik. Dia sudah melupakan janjinya pada Nana saat dia berkata akan  belajar melupakan Aisyah.  Janji tinggalah janji, tetap saja Arda masih merasa khawatir dengan keadaan gadis itu.

"Buruan, Da!"

"Iya, kamu tunggu di sana, ya?" Arda segera melesat ke indikos Akmal untuk meminjam motor. Arda mengetuk pintu dan Akmal membuka pintu indikos-nya.

"Kenapa, Da?"

"Gue minjem motor lo, Mal, buat nemuin Aisyah di stasiun."

Jawaban  Arda membuat Akmal bingung dengan maksud temannya itu, bukankah dia sudah berkata ingin melupakan Aisyah. Apalagi sekarang Arda sudah memiliki kekasih teman satu kampusnya sendiri?

"Katanya lo udah mau lupain dia, tapi kenapa sekarang lo peduliin dia?"

"Ini darurat, Mal. Tadi dia telepon gue, dan nada bicaranya kayak orang ketakutan gitu. Gue takut dia kenapa-kenapa!" Nada bicara Arda mendadak tinggi, dia benar-benar khawatir dengan keadaan Aisyah.

"Serah lo, deh!" Akmal masuk ke dalam indikos-nya dan kembali sambil membawa kunci motor, lalu memberikan pada Arda, dan dengan girang Arda langsung menerimanya.

    "Itu motor di depan," tunjuk Akmal.

Arda mengangguk dan menaiki motor sambil menggunakan helm Akmal. Dia menyalakan mesin, lalu berlalu dari indikos Akmal. Akmal yang masih di depan pintu hanya bisa mengelus dada, Akmal masih tak habis pikir dengan pola pikir Arda yang masih monoton--masih mementingkan Aisyah dibandingkan perasaan pacarnya. Mau tak mau Akmal hanya bisa diam, dia tak mau terlalu dalam ikut campur karena Arda tetap saja tak akan mengubris perkataan Akmal.

  Dua puluh menit berlalu, Arda sudah sampai di stasiun. Sebelum memasuki stasiun, Arda memarkirkan motor depan toko swalayan. Setelah itu, Arda segera menelepon Aisyah untuk menanyakan keberadaan Aisyah.

"Kamu di mana?"  tanya Arda setelah Aisyah mengangkat telepo. Arda kemudian berjalan menuju stasiun yang tak jauh dari tempatnya memarkir motor.

"Aku di tempat pemesanan loket, Da. Buruan!"

Arda mempercepat jalan dan tak butuh lama dia sudah sampai pada tempat yang dimaksud Aisyah. Terlihat sosok gadis berambut panjang dan berbaju  biru dengan motif bunga-bunga sedang duduk di sebuah kursi panjang. Arda segera menghampiri gadis itu dan menepuk bahunya.

   "Maaf lama, ada apa?" tanya Arda, lalu duduk disebelah Aisyah.

Aisyah memegang tangan Arda dan mengutarakan maksud yang sebenarnya.

  "Da, aku tahu selama ini aku udah abaikan perasaan kamu dan sekarang aku sadar kalau kamu emang tulus sama aku. Kamu tahu, Da, aku udah putus sama pacarku, dia sama aja kayak laki-laki lain, tapi aku yakin kamu beda dari yang lain. Perasaan kamu masih sama, kan, Da?" Aisyah semakin erat mengenggam tangan Arda. Arda sendiri bingung dengan perasaannya sendiri. Di lain sisi, jujur dia masih punya perasaan terhadap Aisyah, di lain sisi lagi Arda tak mau menyakiti perasaan Nana. Arda hanya terdiam, dan bingung mau menjawab apa. Cowok itu merasa gundah dengan pilihan yang akan dipilih.

"Aku udah punya pacar, Syah, "ucap Arda. "Tapi aku juga nggak bisa bohongin perasaanku sendiri kalau aku masih cinta sama kamu."

Aisyah mengangguk mengerti, dia paham kondisi Arda saat ini yang sudah mempunyai pacar.

"Kamu cinta sama dia?" tanya Aisyah, melepas gengaman tangannya.

"Baru tahap, sih. Aku cuma nggak mau nyakitin dia, tapi nggak bisa dipungkiri aku lebih cinta sama kamu daripada dia."

"Kamu milih dia, ya, Da?" Aisyah menundukkan kepala.

Arda menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dia benar-benar dengan jawaban yang akan dilontarkan. Arda tak mau menyakiti keduanya, tetapi dia perlu memilih yang terbaik untuk ke depannya.

"Beri aku waktu buat pikirin semua." Hanya itu yang bisa Arda ucapkan saat ini. Aisyah hanya mengangguk, paham. Arda pun ikut mengangguk, lalu Arda izin pada Aisyah untuk pergi ke toilet dan tak lupa menitipkan ponselnya pada Aisyah. Arda segera berlalu ke toilet. Saat Arda sedang di toilet, Nana menelepon. Mengetahui ada yang menelepon Arda, Aisyah segera mengangkat panggilan itu.

"Halo, siapa? Arda sedang ke toilet.

Nana yang mendengar suara telepon yang mengangkat perempuan hanya bisa menahan perasaan curiga siapakah perempuan yang bersama Arda saat ini.

"Saya Nana, temen Arda. Ya udah kalau gitu bilangin sama Arda buat kirim pesan atau telepon balik. Terima kasih." Belum sempat Aisyah membalas Nana segera menutup sambungan telepon.

Nana mulai berpikir buruk tentang Arda saat ini. Ya, berpikir perkataan Arda hanya bualan semata, tak ada yang bisa dipercaya sama sekali. Nana mulai muak dengan janji-janji yang dilontarkan cowok itu. Ingin rasanya Nana mengakhiri semua supaya sakit hatinya tidak semakin dalam.

Beberapa saat kemudian Arda kembali dari toilet, dengan segera Aisyah memberitahukan kalau ada perempuan yang menelepon bernama Nana. Arda yang mendengar perkataan Aisyah langsung panik, Arda takut Nana berpikiran yang macam-macam. Dengan segera Arda mengambil ponsel yang ada di tangan Aisyah dan mengirimkan Nana sebuah pesan.

              Na, yang ngangkat telepon tadi temenku, kok. Jangan salah paham, ya?

Ponsel Nana berbunyi, gadis itu mendapat pesan dari Arda, lalu dia membaca pesan itu dan memilih mengabaikan. Nana akan menginterogasi Arda besok di kampus.

****

Perjuangan untuk Arda(Terbit✅✔)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang