Hai hai minna! Its Choco again! Silahkan tinggalkan jejak disini 😉
Just a little sweet part of Kouen- Magi
.
.
.
Hari ini hari membaca bagi pangeran pertama. Ia memutuskan sepihak. Memerintahkan para jendral untuk membuat rangkuman buku taktik perang dan politik, serta memerintahkan para pelayan yang sedang bebas dari tugas berkumpul di taman. Para pelayan itu duduk berkeliling sambil menatapku penuh rasa penasaran."Apa yang terjadi setelah itu Putri? Apa Haku dan Sen bisa bertemu lagi?"
Aku tersenyum sedih. Spirited Away. Kisah penuh petualangan dan imajinasi. Entah kenapa para pelayan yang kebanyakan perempuan justru lebih tertarik pada kisah cinta Haku dan Sen. Entah kenapa Kouen memberikan buku ini untuk dibacakan dihadapan para pelayan.
"Bagaimana menurut kalian?" aku balas bertanya.
Satu per satu pelayan malu-malu mencoba menjawab. Mereka bukan orang terdidik yang melek huruf dan punya banyak referensi. Kebanyakan hal yang mereka bahas adalah gosip hubungan suami-istri dan cara mengerjakan pekerjaan dengan baik. Meski jawaban yang terlontar kebanyakan saat polos dan naif, aku senang bisa berbagi cerita hari ini.
Hari membaca bukan hari yang menyebalkan. Hanya ada satu masalah. Hari ini bersamaan dengan 'hari bermalas-malasan' ku. Satu hari dalam sebulan dimana aku punya otoritas untuk tidak membiarkan pangeran pertama turun dari ranjang kami.
"Kau memiliku ku 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, dan 365 hari selama setahun. Kenapa kau masih ribut soal hari bermalas-malasan?" tanya Kouen saat sarapan pagi.
"Aku memilikimu, tapi negara membutuhkanmu untuk menyusun strategi perang, terjun ke pertempuran, dan menaklikan dangeon. Kenapa kau masih ribuat soal hari membaca?" balasku.
Kouen melanjutkan makannya tanpa sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Ketika ia selesai makan, ia langsung berhanjak berpakaian dan memanggil seorang pelayan untuk membantuku bersiap-siap. Meski kesal, aku akhirnya menurut dan tetap pergi ke taman tempat aku membacaka cerita untuk para pelayan yang buta huruf.
Hari ini pakaian yang disiapkan kepala pelayan cukup sederhana sehingga memudahkanku saat mengunjungi taman. Biasanya, saat ada kunjungan dari negara lain, sebagai istri pertama pangeran mahkota Kou Empire, aku diharuskan berpakaian pantas. Berpakaian pantas artinya adalah memakai pakaian berlapis-lapis dengan aksesoris besar yang mencolok. Untungnya hari ini tidak ada jadwal pertemuan apa pun. Aku bisa lebih bergerak bebas saat bolak-balik taman-perpustakaan.
Beberapa orang jendral menyapaku di antara perjalanan itu. Mereka tampak membawa buku tentang politik dan strategi perang. Beberapa membawa kertas kosong dan tinta. Tidak ada wajah terpaksa terpatri di raut muka para jendral. Mereka semua menghormati Koen dan bahkan rela memberikan nyawa mereka ketika dibutuhkan. Mereka tentu tidak akan keberatan kalau hanya dimintai membaca dan membuat rangkuman.
"Selamat siang, Putri. Anda terlihat bersemangat hari ini" seorang jendral berambut ular menyapaku. Aku tidak ingat namanya. Tapi aku ingat ia sering pergi bersama Koen ke daerah jajahan.
"Terimakasih jendral. Apa kau melihat suamiku?" tanyaku berbasa-basi.
"Kouen-sama ada di kantornya, Putri. Apa anda butuh sesuatu?"
"Aku hanya penasaran apakah suamiku sudah makan siang atau belum"
"Anda bisa membawakan makanan langsung untuknya putri. Kouen-sama pasti akan senang" timpal jendral berkepala babi.
Aku mengangguk mengucapkan terima kasih. Keduanya membalas dengan gestur khas militer. Mereka benar, tidak ada salahnya aku membawakan makanan untuk Kouen.
.
.
.
Setelah memaksa para pelayan membiarkanku memasuki dapur, aku mengambil nampan yang telah mereka siapkan untuk santap siang sang pangeran. Sedikit banyaknya aku penasaran bagaimana dengan tanggapan Kouen kalau aku membawakannya makanan ke kantornya. Selama ini Kouen tidak begitu senang membiarkanku di ruang kerjanya. Dia bilang, dia tidak ingin aku terlibat dengan urusan perang dan politik kerajaan.Terdengar cukup manis memang. Namun hanya memberi kesan betapa bodoh dan lemahnya aku. Aku sama sekali tidak bisa membantu Kouen dalam pekerjaannya. Sedikit banyak hal ini membuatku sedih.
Ayo kita coba lihat. Barangkali setelah ini, Kouen akan membiarkanku lebih sering ke ruang kerjanya.
"Kouen-sama, aku membawakan makan siang untukmu" ujarku dari luar pintu.
Tak ada jawaban. Aku mencoba memanggil beberapa kali. Saat percobaan kelima ku tetao tidak mendapat respon, aku akhirnya memberanikan diri masuk.
Ruang kerja Kouen masih sama beratakannya seperti dalam ingatanku. Meja penuh dengan gulungan buku dan peta yang ia tempel di dinding penuh coretan dan lingkaran merah. Di ujung ruangan, di balik meja besar dengan tumpukan perkamen, Kouen terlihat sedang serius. Ia bahkan tidak menyadari bahwa aku telah meletakkan nampan di meja dan berdiri di belakangnya.
"Sampai lama kau akan berdiri disana?"
"Kau tahu aku ada di belakangmu?" balasku kagum. Bukankah ia sedang serius bahkan tidak menyadari aku memasuki ruangannya?
"Aku tidak menjadi pangeran mahkota hanya karena aku anak tertua, Sayang"
Aku tertawa mendengar lelucon itu. Dengan langkah pelan aku mencoba menyelinap di bawah tangan Kouen yang memegang kuas. Dengan sedikit bantuan, aku akhirnya duduk di pangkuan suami ku, melihat perkamen yang sedang ia kerjakan.
"Bukankah kau harus membacakan buku untuk para pelayan?"
"Aku sudah melakukannya tadi"
"Kau bisa melakukannya lagi"
"Jangan lupa Kouen, ini juga hari bermalas-malasan"
Kouen kembali tidak mengacuhkanku. Aku perlu balas dendam. Aku bisa menggodanya sedikit.
Tanganku memainkan kerah baju sang putra mahkota. Membuat jarak antara satu kain dengan kain di sebelahnya semakin renggang sehingga memperlihatkan otot kekar dan maskulin milik sang pangeran. Kouen masih terlihat tenang. Tanganku mengeksplor lebih jauh ke leher dan belakang kepalanya, memberikan pijatan kecil yang menyenangkan. Ciuman-ciuman kecil aku hadiahkan di sekitar leher. Geraman keluar dari mulut Kouen, membuatku tersenyum menang.
"Kau yang meminta ini, Putri" bisiknya.
Dalam satu hentakan aku telah berbaring di meja. Tinta yang tadi ia gunakan terjatuh ke lantai tanpa diperdulikan. Sebagai pangeran, dia punya banyak pelayan yang bisa membereskan kekacuan ini nanti.
"Aku meminta apa?" godaku. Mata lelaki di atas ku tajam dan memburu. Mata seorang dominan. Mata seorang raja.
"Memintaku melakukan ini padamu" ujarnya menghentikan seluruh kata di kepalaku lewat pertemuan bibir kami. Benang saliva terbentuk ketika kami saling melepaskan. Ia tersenyum sebelum bibirnya berhanjak ke leher dan telingaku.
"Ini masih siang, Pangeran" ujarku mencoba menahan suara-suara aneh supaya tidak keluar dari bibirku.
"Terus?"
"Kau harus menunggu"
"Aku tidak suka menunggu" balas Kouen. Bibirnya makin turun ke arah bahuku.
"Tapi ini hari membaca, juga hari bermalas-malasan. Kita seharusnya tidak melakukan ini" bela ku.
Kouen menurut. Ia membantuku merapihkan pakaianku dan menuntunku untuk duduk di pangkuannya. Kouen asal mengambil buku. Ia menyodorkan buku itu padaku dan memintaku membacanya.
"Kita bisa melakukan hari membaca dan hari bermalas-malasan sekaligus" ujarnya.
Aku membiarkan Kouen menumpukan dagunya di bahuku. Kedua tangannya memeluk erat seolah ia takut aku bakal terjatuh. Howl the moving castle. Aku sudah pernah membaca buku ini sebelumnya. Cerita ini sangat menarik dan cukup romantis. Ku pikir Kouen hanya peduli soal buku politik.
Suaraku menghantarkan Kouen menuju alam mimpi. Pelukannya sedikit melonggar dan kepalanya makin jatuh ke sisiku.
Meskipun tidak di kasur, tapi hari bermalas-malasanku kali ini bisa dikatakan sukses. Toh memang sejak awal, hari ini dimaksudkan agar Kouen bisa memiliki setidaknya 1 hari dalam setahun dimana dia bisa tidur 8 jam.
"Selamat tidur suamiku. Jangan terlalu memaksakan diri"
.
.
.
Who will be the next??
Any suggestion??
YOU ARE READING
Anime One Shots: Chara X Reader
Hayran KurguVarious chara x reader dari berbagai anime ❤ Akan ada beberapa couple OTP author juga SasuHina, OkiKagu, SeshouRin, dll Selamat membaca. Plot sangat sangat ringan. Hanya untuk selingan dan hiburan 😉 Rate T