Langkah lebar terus mengiringi kegelisahan dalam kalbunya. Peluh yang bercucuran tak dihiraukan oleh pemuda itu sama sekali.
Sesekali matanya melirik ke kanan dan ke kiri. Mencari ruangan yang ditujunya daritadi.
"Maaf, Sus, ruang ICU di mana, ya?"
Setelah mendapat pengarahan dari resepsionis, kakinya semakin cepat berlari. Tidak peduli umpatan dari pasien lainnya, atau mungkin suster yang tengah membawa barang-barang praktek mereka.
"Gimana keadaannya?"
Bintang, lelaki yang membawa Keyra ke rumah sakit, hanya mampu menggeleng pasrah. Sudah hampir setengah jam dia menunggu di depan ruangan horor ini, tapi dokter beserta rekannya belum ada yang keluar sama sekali.
Bastian langsung menjatuhkan dirinya ke dinginnya lantai. Air mata yang sedaritadi ditahan akhirnya luruh. Pertahannya runtuh. "Gue bodoh banget, ya, Bin?"
"Gue bodoh banget karena bisa-bisanya terjebak sama jeli ikan Aurel. Gue kira dia benar-benar sakit karena keserempet kemarin, ternyata dia menggunakan kesempatan itu untuk melancarkan aksinya."
Bintang diam. Ia hanya ingin memberi ruang dan waktu untuk Bastian meresapi apa yang terjadi barusan. Jujur saja, dia sendiri merasakan hal yang sama. Untuk pertama kali, pria itu melihat secara langsung bagaimana tubuh seseorang terlempar sebab kecelakaan.
"Di mana Keyra?"
Bintang menunjuk pintu ruang ICU dengan dagunya. Mulutnya kelu tanpa penyebab yang pasti.
Bugh
"Resya!"
"Bukannya gue udah bilang sama lo, jangan kecewain Keyra. Dia udah cukup menderita selama pacaran sama gue, hingga akhirnya gue serahin dia sama lo. Mana janji lo? Mana janji lo yang katanya mau menjaga Keyra? Mulut ko doang laki, tapi mental lo gak lebih dari banci."
Reva yang posisinya paling dekat dengan kedua laki-laki itu langsung menengahi keduanya. Ditariknya Resya beberapa langkah dari posisi awal, begitu pula Bintang.
Penampilan Bastian sungguh tidak dapat dikatakan lagi sebagai penampilan yang normal. Baju acak-acakan, wajah penuh lebam, mata yang membengkak, sungguh berbeda jauh dari Bastian yang biasanya.
"Luka lo mau diobatin?" Bastian menggeleng. Dia masih memejamkan matanya sembari menautkan jari-jarinya di lipatan kaki. "Jangan bertingkah. Lo boleh frustrasi, tapi gak gini juga. Diri lo juga butuh diperhatiin, jangan hati doang."
"Cinta boleh, goblok jangan," semprot Resya dengan tatapannya yang masih penuh emosi.
Serentak Reva menginjak kaki laki-laki di sebelah kirinya pertanda untuk diam saja.
Keheningan melanda semua raga. Mata mereka terfokus hanya pada satu titik saja, pintu ICU yang masih setia tertutup rapat dengan balutan gorden hijau tosca.
Bastian tiba-tiba berdiri hingga menimbulkan kerutan pada tiga orang lain yang melihatnya. "Itu dokter gak bisa kerja? Hampir satu jam lho ini. Kalau dia gak bisa keluar, sekagaknya suster doang yang keluar. Beri kita kepastian gimana keadaan Keyra sekarang." Laki-laki itu bisa menggerutu dari mulutnya, namun hatinya tidak. Hatinya tetap menyeruakkan kesedihan dan kekhawatiran yang besar.
"Lo udah bagus duduk kayak tadi daripada berdiri gitu. Lo kira jadi dokter itu gampang? Mau lo kalau Keyra diperiksa asal-asalkan?" tukas Resya lalu beranjak ntah ke mana.
Reva yang peka, langsung mengejar dengan langkah kecilnya. Gadis itu paham kalau Resya masih menyimpan rasa pada sahabatnya yang telah memiliki kekasih baru.
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Alone (PROSES REVISI)
Teen FictionBahagia? Aku ingin mengalaminya Tertawa? Aku ingin merasakannya Keluarga? Aku ingin memilikinya Namun, ku rasa aku tidak beruntung. Semua itu belum hadir, ah mungkin tidak akan ada di hidupku. Hidupku sepertinya penuh kegelapan dan air mata. Hingga...