Air Mata

41.3K 1.7K 54
                                    

Akankah aku terus merasakan semua kepedihan ini?

Pulang sekolah tadi Keyra langsung masuk ke kamarnya untuk merebahkan tubuh. Ia menatap kosong langit-langit kamarnya yang bernuansa biru laut.

Pikirannya terus memikirkan ucapan Bi Narsih-ART keluarga Bagaskara sebelum dirinya melarikan diri ke kamar.

Keyra masuk ke dalam ke rumahnya seorang diri. Katanya Kesya ada bimbel tambahan di kelas, alhasil dirinya menjomblo lagi bersama kendaraan berkemudi.

Kosong, Keyra tak mendapati siapapun di rumahnya. Lampu-lampu juga dimatikan, memang pertanda tak ada siapapun di dalam rumah.

Pendengaran Keyra sengaja ditajamkan kala mendengar suara gaduh dari dapur. Sepertinya ada orang yang sedang memasak.

"Orang rumah pada kemana, Bi?" tanyanya pada Bi Narsih yang sedang berkutat dengan kompor dan gas.

Bi Narsih menoleh. Tangan kanannya yang tak kotor digunakan untuk mengelus pelan kepala Keyra seraya merapikan beberapa helai rambut gadis itu yang berantakan.

Seperti biasa, Keyra merasa nyaman. Ia sudah menganggap Bi Narsih sebagai ibunya sendiri, selayaknya seorang ibu yang memberi kasih sayang pada putrinya. Dari perlakuan Bi Narsih Keyra menjadi tahu bagaimana rasanya rasa sayang seorang ibu.

Sedari kecil hanya bi Narsih yang selalu peduli padanya, oleh karena itu Keyra lebih dekat dengan Bi Narsih daripada orang tuanya. Hanya Bi Narsih yang tahu apa kegiatannya sehari-hari. Hanya Bi Narsih yang selalu bertanya apa yang telah dilalui Keyra selama di luar rumah.

"Lho emangnya Keyra belum tau kalau nanti malam tuan, nyonya, sama nona Kesya bakal liburan ke Australia? Jadi sekarang tuan dan nyonya serta nona Kesya sedang berbelanja di mall untuk memrluan."

Keyra tersenyum simpul. Dia paham akan situasi ini. Kejadian ini bukan baru dialami sekali ini saja, bahkan hampir bertahun-tahun. "Aku gak tau, Bi. Mereka gak ngomong apapun sama Keyra," lirih Keyra.

Ingin sekali Bi Narsih mengutuk mulutnya sendiri. Sudah tahu bagaimana kelakuan orang tua gadis itu, kenapa dia malah mengucap kata yang kemungkinan akan menyakiti perasaannya teramat sangat.

"Keyra yang sabar, ya. Pasti nanti Keyra bakal diajak kok sama tuan dan nyonya." Keyra hanya tersenyum saat bi Narsih memberinya semangat. "Yaudah Bi, Keyra ke kamar dulu ya mau tidur ngantuk banget nih," pamit Keyra.

"Kenapa pa, ma, kenapa? Kenapa kalian gak pernah bisa sayang Keyra? Apa salah Keyra sama kalian sebenarnya? Keyra capek pa, ma. Keyra capek banget kayak gini." Gadis itu berujar di bawah bantalnya. Ia menutup rapat-rapat seluruh wajahnya agar tak dilirik siapapun.

Tak dapat dipungkiri seberapa banyak air mata jatuh ke pipinya. Keyra lemah. Dia hanya seorang gadis pemain drama yang bersembunyi di balik topeng daparnya.

"Papa, mama Keyra pengen ngerasain apa yang Kesya rasain. Aku iri, iri banget sama Kesya. Andai aku bisa minta Tuhan buat ngerubah kalian sayang sama Keyra."

Semuanya gelap. Keyra tidak pingsan, dia hanya tertidur. Lebih baik memang ia tertidur daripada harus membuka mata dan menyaksikan penderitaan apa yang selanjutnya terjadi.

Bi Narsih mendengar semuanya, segala keluh kesah Keyra pada Tuhan, dan segala keinginan gadis itu sudah di dengar semua oleh Bi Narsih. Wanita paruh baya itu membuka pintu kamar Keyra pelan-pelan agar tak menimbulkan suara.

Ia menghampiri kasur queen size Keyra.

"Kasian kamu, Nak. Kamu gak pernah ngerasain kasih sayang orang tua kamu. Andai saja bibi melarang papa dan mama kamu melakukan perbuatan bejat itu, pasti kamu gak bakal menderita seperti ini, Nak," gumam bi Narsih.

"Tidurlah Keyra jika itu membuatmu merasa damai, lupakan semua masalahmu itu. Bibi harap di saat kamu bangun nanti keajaiban akan datang menghampirimu."

Dikecupnya puncak kepala Keyra pelan-pelan. Tak lupa membungkus tubuh rapuh itu dengan selimut hitam yang senada dengan warna kasur.

💦💦💦

Tak henti-hentinya Keyra merutuki penampilannya saat ini. Mata bengkak dan merah akibat terlalu lama menangis serta rambut yang acak-acakan seperti tak terurus. Menyesakkan, persis selayaknya orang gila yang berkeliaran di jalanan.

Ringisan keluar dari bibir kecil gadis itu. Lapar, itu yang dirasakannya. Daripada menuruti ego yang memaksanya agar tak bertemu dengan orang rumah, lebih baik mementingkan isi perutnya saja.

Lagi-lagi Keyra sangat ingin menghina dirinya sendiri. Di sofa ruang keluarga, tiga orang yang memiliki ikatan darah dengannya tampak bergembira. Mereka seperti tak merasa ada yang kurang sedikitpun di antara mereka.

"Kapan aku bisa berada di tengah-tengah kalian?"  batin Keyra. Ia dapat merasakan bahwa hati kecilnya sedang menangis saat ini.

"Pa, Ma," sapa Keyra saat sudah dekat dengan mereka bertiga.

Tak ada tanda-tanda dari kedua orang tuanya akan menjawab. Keyra sadar diri, mana mungkin mereka akan memperdulikan dirinya. Mustahil, bahkan mungkin jika itu terjadi, akan dibuatkan hari libur oleh Keyra nantinya.

"Kenapa baru keluar kamar, Kak?" tanya Kesya yang memang tak melihat sosok kakaknya sejak pulang sekolah tadi.

Belum sempat mulut Keyra terbuka, Bagaskara langsung menerobos begitu saja. Jika itu sebuah pertolongan, maka Keyra akan sangat beruntung. Tapi sayangnya semua hanya khayalan. Apa yang dikatakan Bagaskara benar-benar menohok di hatinya.

"Mana mungkin anak malas mau keluar kamar. Paling dia pura-pura tidur biar gak disuruh ngebantuin beresin rumah. Alasan klasik kayak gitu udah sering banget dipake anak malas lainnya yang seperti dia."

*To be continue*
*
*
*
Up sekali lagi:v
Makin seru atau makin bosan sih ceritanya?Aku harap makin seru ya,tapi tergantung kalian yang baca aja deh.
Ikutin terus ya Girl Alone sampe tamat.

Don't forget for vote and comment

Follow my ig:
Euvaniayunita_Tan
Euvaniasharenoctaviana


Revisi : 3 Agustus 2020

Girl Alone (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang