Ntah ini sebuah kesengajaan ataupun takdir aku pun tak tau. Tapi satu hal yang aku tau yaitu hadirnya dirimu membawa semangat di hidupku.
Seorang gadis berbaju olahraga menjatuhkan bokongnya di salah satu kursi taman. Tangannya tak henti mengibaskan handuk yang digantung di leher ke wajahnya.
Mata lelahnya langsung berbinar kala mendapati penjual air keliling di sekitarnya. Namun, gadis itu memberungut kala tangannya dicekal lagi oleh orang yang sama saat beberapa hari lalu.
"Kalo abis olahraga itu gak boleh minum yang dingin-dingin nanti badan lo jadi kaku. Emang lo mau badan lo gak bisa digerakin?" Keyra menggeleng. Ntah apa yang membuatnya begitu patuh dengan Bastian. Mulutnya terasa kelu saat berada di dekat Bastian.
"Nih lo minum yang ini aja." Keyra menerima air di uluran tangan Bastian. "Thanks," jawab Keyra seadanya.
"Lo sendirian?" Keyra menggangguk. "Lo gak niat mau jogging bareng gue gitu?"
Keyra tak berniat menjawab ucapan Bastian karena menurutnya itu sangatlah tidak penting.
"Mau lanjut lari lagi?" Keyra hanya mengangguk tanda mengiyakan pertanyaan Bastian. Tanpa jeda, Bastian langsung menarik tangan Keyra mengelilingi taman kota.
"Lo semua mau gue colok matanya liat-liat cewek gue terus?" Keyra mendelik tak suka pada Bastian yang berteriak pada cowok-cowok yang tertangkap memandanginya.
"Apa maksud lo?"Bastian menarik nafasnya dalam-dalam. Menghadapi gadis sensian seperti Keyra wajib menyiapkan kesabaran ekstra jika tak mau darah tinggi. "Emang lo mau di lirik-lirik buaya darat kayak gitu hah?" Keyra menggeleng tanda menjawab tidak.
Bastian pun tersenyum lalu mengacak rambut Keyra.
Sial jantung gue kenapa kayak abis dibawa lari gini coba? Gue punya penyakit jantung?
"Hei jangan melamun. Gue tau lo baper sama gue, jangan takut gue gak tanggung jawab sama perbuatan gue karena gue akan tanggung jawab dengan menjadikan lo milik gue." Keyra langsung memalingkan wajah dari jangkauan Bastian. Sial, laki-laki ini terlalu jago dalam menggoda.
💦💦💦
Keyra berdecak kesal mendapati jam weker yang sudah menunjukkan pukul 3 sore. Hari ini, Keyra disandang sebagai putri tidur setengah hari. Gadis itu terus tidur tanpa makan dan mandi.
Bodo amat perihal mandi, yang pasti sekarang ia makan dulu. Cacing-cacing di perutnya sudah demo tampaknya sejak dia tidur.
Friska menatap tajam Keyra yang berada di anak tangga paling bawah. "Mau jadi ratu kamu? Dari pagi kerjaannya tidur terus.""Maafin Keyra, Ma. Tadi Keyra kecapekan abis lari pagi."
Bagaskara langsung menghampiri putri sulungnya sambil mencengkram kuat tangan Keyra. "Halah banyak alasan kamu, bilang aja kalo kamu itu malas kerja, 'kan?"
"Maaf." Lagi-lagi Keyra meminta maaf kepada orang tuanya sambil menundukkan kepala.
"Sekarang kamu ke dapur bikinin saya teh manis hangat dan jangan meminta bi Narsih membuatkannya." Keyra hanya mengangguk kemudian bergegas ke dapur untuk membuat teh manis hangat pesanan Friska.
Beberapa menit kemudian Keyra sudah siap dengan teh manis hangat yang dibuatnya untuk Friska. "Ini, Ma." Keyra menyodorkan secangkir teh manis hangat di hadapan Friska.
Baru hendak berbalik badan, pekikan Friska langsung membuatnya menghentikan langkah kaki.
"Fwehh...Apa-apaan ini hah? Saya minta teh manis hangat bukan teh manis panas. Kamu mau membunuh saya?"
Keyra langsung menggelengkan kepalanya sebelum menunduk dalam-dalam. "Maaf."
"Daritadi kamu cuma minta maaf doang tapi kesalahan dimana-mana. Sekarang kamu rasakan apa yang saya berikan."
Byur
"Akhh panas." Pekikan Keyra menggema saat secangkir teh panas mengguyur wajahnya. "Rasakan itu," ejek Bagaskara tanpa rasa berdosa sedikitpun.
Keyra hanya diam menahan rasa sakit di bagian wajahnya. Jujur saat ini ia sangat ingin menumpahkan air matanya, namun itu semua ia urungkan agar terlihat kuat di depan orang tuanya.
"Dasar anak sialan," desis Bagaskara saat Keyra meninggalkan keduanya begitu saja tanpa bicara lagi.
Air mata langsung tumpah begitu saja saat Keyra menginjakkan langkahnya pertama kali di kamar. Tubuh gadis itu meringsut di balik pintu kokoh berwarna cokelat.
"Kenapa hiks ... kenapa Ma ... ma sama papa gak pernah say ... ang sama gue hiks ... gue pengen me ... re ... ka sayang sama gue ... hiks ..."
Tubuh Keyra benar-benar terasa dikuasai oleh batinnya. Gadis itu melangkah dengan tatapan kosong menuju balkon, berdiri tepat di pembatas balkon.
Ia merenungi nasib malangnya selama ini.
"Kenapa gue gak pernah bahagia?" Lirih Keyra.
"AAAAA GUE PENGEN MATI..... GUE CAPEK HIDUP DENGAN PENDERITAAN INI...."
Keyra sendiri tak tahu apa yang akan terjadi jika ponselnya tak berbunyi. Mungkin hal bodoh akan terjadi jika memang akal Keyra sudah di luar kendali.
Keyra melirik ponsel yang tadinya berada di saku. Gadis itu menghela nafas pelan sebelum mengangkat telepon dari sosok yang bersamanya beberapa hari ini.
"Lo Keyra, 'kan?" Ingin sekali Keyra melempari si penelpon dengan barang apapun yang ada di sekitarnya. Pertanyaan yang sangat tak bermutu bagi Keyra. "Hello?"
"Lo nelpon cuma buat ginian?" sentak Keyra kesal.
Dapat gadis itu dengar, Bastian terkekeh kecil di seberang sana. Kalau mood Keyra sedang bagus mah, udah pasti diladenin. Masalahnya gadis ini sedang berada di masa-masa peperangannya.
"Lain kali kalau gak ada yang penting, gak usah ganggu gue. Lo emang biasa aja sehabis nelpon, tapi gue nggak. Gak usah sok akrab sama gue. Kita kenal cuma sebatas tahu nama, gak lebih."
Bastian meringis kala sambungan diputuskan begitu saja. Matanya terbelalak karena barusan adalah kata terpanjang yang Keyra ucapkan bersamanya. "Gue gak lagi mimpi, 'kan?" Ia menonjok kuat pipinya sendiri. "Sakit, anjir."
"Berarti ... Kalau sakit berarti gue gak mimpi?"
"Mama, anakmu sudah diberi kemajuan sama di doi," pekik Bastian sambil berguling-guling tak jelas di atas karpet samping kasurnya.
Tunggu beberapa saat lagi, gue jamin lo bakal luluh sama gue. Gue tahu lo gak bahagia, Key. Maka dari itu gue akan bikin lo bahagia.
*To be continue*
Revisi : 10 Agustus 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Girl Alone (PROSES REVISI)
Novela JuvenilBahagia? Aku ingin mengalaminya Tertawa? Aku ingin merasakannya Keluarga? Aku ingin memilikinya Namun, ku rasa aku tidak beruntung. Semua itu belum hadir, ah mungkin tidak akan ada di hidupku. Hidupku sepertinya penuh kegelapan dan air mata. Hingga...