Iblis Yang Sebenarnya

19.1K 778 22
                                    

Bastian mendesah pelan ketika Keyra baru saja menghampiri kamarnya untuk mengatakan tidak ingin berangkat bersama hari ini. Tentu saja itu hal yang buruk, kondisi mobil Bastian sudah diyakini akan sepi hari ini. Maka dari itu, dia lebih memilih mengendarai motor saja.

Bastian sadar, Keyra sedikit menjauh karena ulahnya sendiri. Seandainya kemarin dia tidak mendesak Keyra seolah perempuan itu bersalah, mungkin tidak akan seperti ini pada akhirnya.

"Ma, Keyra udah berangkat?" Pertanyaan itu yang muncul pertama kali setelah dirinya menapakkan kaki di daerah ruang makan.

Sinta mengernyit. Wanita dewasa itu peka bahwa putranya sedang ada masalah dengan sang kekasih. Tidak seperti biasanya mereka berangkat secara terpisah. Jika Keyra memaksa berangkat sendiri, maka Bastian akan memaksa untuk berangkat berdua. Tapi, sepertinya hal itu tidak berlaku untuk hari ini.

"Kamu ada masalah apa sama Keyra? Tadi juga mama lihat pas dia pamit, mukanya buru-buru gitu. Seperti apa yang sedang dihindari."

Bastian menghela nafasnya. Semakin yakin bahwa Keyra memang sedang berusaha untuk menjauhinya saat ini.

Bastian menggeleng menyahut pertanyaan Sinta. Ia lebih memilih menyantap makanan lezat di depannya. Walau dengan penuh rasa bosan.

"Nanti malam papa sama mama mau ke rumah nenek, kemungkinan nginap. Jadi mama mau, kamu gunakan malam ini untuk baikan sama Keyra. Kalian tinggal satu rumah, gak mungkin juga kalau kalian bakal diam-diamkan terus. Kecuali kalau Keyra mau diajak tinggal sama cowok lain." Sinta terkekeh menyadari raut putra tunggalnya yang langsung berubah.

Ditepuknya beberapa kali bahu lebar Bastian yang tampak merosot mendengar perkataannya tadi. "Kamu harus ingat, dalam sebuah hubungan tidak akan ada yang mulus. Pasti di setiap hubungan akan ada lika-liku halangannya." Ucapan Sinta terjeda ketika ponsel di sakunya berdering. Si wanita hampir berusia itu menjauh meninggalkan putranya yang masih merenung.

"Sampai mana tadi nasihat mama?" Bastian terkejut saat mamanya sudah duduk di sisi kiri. Namun, beberapa detik kemudian wajahnya kembali normal. "Setiap hubungan ada lika-liku," ucapnya pelan.

Sinta tersenyum. "Di setiap hubungan selalu ada tantangan. Tapi, ada cara untuk menghadapinya. Kamu tahu apa?" Bastian menggeleng hingga Sinta melanjutkan ucapannya. "Kepercayaan."

"Di setiap hubungan harus ada sebuah kepercayaan dari kedua belah pihak. Kalau kalian menghakimi dari apa yang dilihat saja, kalian tidak akan pernah menemukan siapa jodoh kalian sebenarnya. Kalian hanya mau melihat, tapi tidak mau mendengar."

Bastian terus merenungi semua yang diucapkan mamanya, Sinta, tadi pagi. Sepertinya, memang dia yang salah dalam posisi ini. Dia yang terlalu bodoh untuk mencurigai kekasihnya sendiri.

Cittt

Brak

Jantung Bastian langsung terasa ingin lepas begitu menyadari apa yang terjadi barusan. Dia menabrak seseorang. Gadis pelajar yang memakai seragam sama persis seperti dirinya.

"Gue minta maaf banget, gue gak fokus tadi. Lo gak kenapa-kenapa? Ada yang luka? Aurel?"

"Bastian?"

Pekikan kedua remaja itu mengalihkan beberapa pejalan kaki di trotoar. Mungkin cukup keras, bahkan sangat keras.

"Gue benar-benar minta maaf sama lo. Ada yang sakit gak? Atau mau gue bawa ke rumah sakit aja?"

Aurel menggeleng sembari tersenyum manis. Dia menaikkan tali tas sebelah kanannya yang sedikit melorot karena terjatuh tadi. "Gue gak kenapa-kenapa. Gak usah ke rumah sakit, gue gak mau bolos hari ini."

Bastian menyetujui saja. Cowok itu langsung beranjak menuju motornya kembali. Namun, itu tak berlangsung lama. Belum sampai dua langkah dia beranjak, ringisan halus mengalun di telinganya.

"Lo kenapa?" Bastian langsung panik ketika mendapati Aurel meringis sembari memijit-mijit pergelangan kakinya. "Kayaknya kaki gue terkilir. Pas gue mau coba berdiri, gue malah jatuh lagi. Sakit banget, Bas."

Panik langsung menguasai diri Bastian saat ini. Bagaimanapun Aurel bisa seperti ini karena kecerobohannya. Dia terlalu membawa motor ke pinggir jalan, lalu tidak melihat keberadaan manusia di sekitarnya.

Tanpa pikir panjang, Bastian menggendong tubuh Aurel. Dibawanya ke motor dengan posisi duduk yang sempurna.

Walau rasa kaget sempat menghampirinya, namun Aurel tidak munafik untuk mengatakan dia sangat bahagia sekarang. Berada bersama Bastian dalam keadaan tenang bukanlah hal yang mudah digapai. Biasanya cowok di depannya selalu ketus, tapi hari ini malah dia sendiri yang melakukan hal-hal manis.

"Bisa jalan sendiri?" Aurel memandang kakinya lagi, lalu setelahnya ia menggeleng. "Nyeri banget, Bas." Erangan lirih itu berhasil menarik simpati seorang Bastian.

Disampirkannya lengan Aurel ke pundaknya, sedangkan ia sendiri memegang pinggang Aurel. Jika orang lain melihat posisi mereka, mungkin bisa dikatakan bahwa mereka memiliki hubungan yang lebih.

"Key."

Langkah keduanya terhenti. Mata Bastian membola ketika dua gadis dan satu lelaki menghadang jalannya. Reva, Bintang, dan Keyra memandang dua remaja yang saling berpegangan dengan sebuah tatapan yang berbeda-beda. Terutama Keyra.

Bastian bisa melihat dada gadisnya sudah naik turun secara tidak teratur. Namun sedetik kemudian ia mengalihkan pandangannya dari Bastian.

"Bas, kita kapan ke kelas? Kaki gue makin sakit kalau lama-lama berdiri gini." Suara Aurel memecahkan keheningan. Sedangkan Keyra langsung menusuk matanya dengan tatapan seolah menyatakan perang.

Bastian menghela nafas. Untuk kesekian kalinya, dia dirundung kebimbangan. Antara kekasih dan gadis yang terluka karena ulahnya.

"Key, aku ngantar Aurel ke kelas dulu, ya. Kaki dia sakit karena aku, jadi aku mau tanggung jawab atas kesalahanku sendiri."

"Rev, Bin, gue titip Keyra. Oh iya, Key, nanti kamu balik sama Reva atau Bintang dulu. Aku harus ngantar Aurel pulang. Kasian kakinya nanti makin sakit kalau dibawa jalan kaki."

Keyra tetap diam. Daritadi cewek itu tidak bersuara sama sekali. Ia hanya berkomunikasi lewat matanya, namun tetap saja tidak ada yang mengerti.

Jangan tanyakan bagaimana reaksi Reva dan Bintang. Kedua remaja berbeda gender itu hampir melepaskan mata mereka saking tak percaya dengan apa yang terjadi.

Keyra bisa melihat Aurel melambaikan tangannya di belakang bahu Bastian. Dia mengejek, Keyra tahu itu. Keyra juga bisa melihat kaki Aurel tidak ada luka atau lebam sedikitpun.

"Dia adalah iblis yang menyamar sebagai seorang gadis licik. Dia iblis yang sebenarnya, dia berbahaya." Gumamam kecil meluncur dari bibir Keyra tanpa sadar. Ketiganya masih melihat kepergian Bastian yang semakin jauh dari posisi mereka.

Ternyata gak sia-sia gue pura-pura jatuh sampai pincang gini. Tunggu sebentar lagi, Keyra. Sebentar lagi gue akan mendapat kemerdekaan gue.

*To be continue*
*
*
Seperti kata aku tadi pagi, aku bakal double up untuk menuruti permintaan @leoangelia

Untuk part ini, semua benar-benar aku ubah karena menurutmu agak gak pantas, hehe. Bagi yang sudah membaca part ini sebelumnya, aku minta maaf. Kalian bisa baca ulang lagi kok kalau mau.

Don't forget for vote and comment, ya. Terima kasih.

Salam manis 
Yunita Hoei Swan


Revisi : 11 Desember 2020

Girl Alone (PROSES REVISI) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang