CW••34

779 53 1
                                    

Ditemani secangkir teh hangat, laptop, dan earphones tidak hidup yang menempel di kedua telinganya, Deeva tampak menikmati proses terbenamnya matahari di ufuk barat melalui sebuah jendela dengan pinggiran bunga-bungaan. Tak ketinggalan, iringan lagu Justin Bieber-Love Yourself mengalun indah di lorong-lorong telinga. Ikut menciptakan keadaan tenang.

Seorang pelayan berkuncir dua dengan celemek berwarna abu-abu dengan logo bunga tulip di tengahnya tampak menghampiri Deeva dan meletakkan sepotong strawberry cake dan chocho lava. Kedua menu itu adalah menu favoritnya di cafe yang letaknya sangat jauh dari rumahnya itu.

Namanya Cafe Unir.

Cafe dengan nama paling unik menurut kamus Deeva itu hari ini terbilang ramai. Banyak remaja-remaja seusianya yang sedang hangout bersama teman-temannya. Bahkan ada beberapa keluarga dan ibu-ibu masa kini juga ikut meramaikan tempat yang tidak terlalu luas itu.

Tidak hanya namanya saja yang unik, tapi pemilihan warna untuk konsep cafe-nya pun tergolong unik. Cafe dengan nuansa klasik itu memiliki konsep berwarna coklat dan hitam. Padahal biasanya kebanyakan cafe lebih memilih menggunakan warna-warna terang untuk cafe-nya. Cafe itu aneh, tapi terlihat sangat elegant.

Cafe yang baru ia temukan beberapa hari yang lalu itu, selalu menjadi tempat untuk mencari ketenangan. Cafe yang memiliki design simple itu sangat cocok dengan Deeva. Selain itu, cafe ini selalu memutar lagu-lagu lama yang semua lirik lagunya sudah cewek itu hafal di luar kepala.

Akhir-akhir ini banyak yang terjadi di hidupnya. Semuanya sangat tidak masuk akal. Tidak direncanakan sama sekali. Kemarin Kamis, cewek itu menemui kepala sekolahnya untuk meminta surat pindah. Semuanya demi memenuhi ambisi seorang guru bimbingan konseling.

Tapi tidak berjalan lancar. Kepala sekolahnya marah besar dan berkata tidak akan pernah mengurus surat kepindahan murid atas nama Adeeva Afshen. Beliau juga memanggil Bu Dewi untuk meminta maaf kepadanya, tapi ia tolak mentah-mentah.

Di dalam kamusnya, tidak akan pernah ada seorang guru meminta maaf kepadanya terlebih dahulu. Tidak ada. Bahkan jika itu hanya seorang guru bimbingan konseling. Semua guru harus dihormati, meskipun mereka menyebalkan. Mereka tetap seorang guru.

"Gue jadi pindah gak ya?" Gumam Deeva seraya menopang kepala.

Sebenarnya hari ini, dia dan Aaron akan pergi kencan, tepatnya mereka berdua akan menonton film di salah satu mall. Itu adalah salah satu janji Deeva kepada cowok yang baru keluar dari rumah sakit seminggu yang lalu itu. Tapi karena ada orang gila yang mengirim pesan kepadanya, maka janji itu dibatalkan sepihak oleh Deeva.

Tidak tahu apakah Aaron akan marah atau tidak.

"Deev?"

Memang jodohnya mereka bertemu. Kini Aaron tampak santai dengan kaos oblong hitam dan celana jeans panjang. Tak lupa sebuah topi dengan logo Alan Walker bertengger rapi menutupi rambut hitamnya.

"Deeva, kan?" Tanya Aaron sekali lagi.

Deeva tetap terdiam sambil menatap Aaron yang tadi berdiri di hadapannya dan sekarang cowok berkaos hitam itu bergerak menarik kursi di depan Deeva dan mendudukinya.

"Gue gak nyangka bakal ketemu di sini." Ucap Aaron setelah seorang pelayan meninggalkan tempat mereka duduk.

"Ngapain ke sini?" Akhirnya Deeva berani membuka mulutnya.

"Hujan." Jawab Aaron sambil menunjuk jalanan sepi dengan hujan lebat sebagai variasi.

"Rumah lo kan di dekat sini, paling lima menitan nyampe. Kenapa gak lo terobos aja sih?" Tanya Deeva seraya menyesap teh.

Cruel WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang