CW••36

638 37 1
                                    

Di balik hiruk pikuknya kantin yang penuh sesak dengan para manusia yang saling berebut minta jatah makan seakan melihat pembagian uang satu miliar. Adeeva harus terperangkap di pengapnya perpustakaan bersama soal-soal kimia dan juga Pak Setyo.

Hal itu bermula ketika Deeva menyerahkan tugasnya pada Pak Setyo bertepatan dengan bel istirahat dibunyikan. Pada saat Pak Setyo memeriksa pekerjaannya, Adeeva dibuat kesal oleh salah satu guru yang saat itu sedang mengambil air minum di AQUA galon di samping meja Pak Setyo.

Karena tidak tahan dengan segala ejekan dan sindiran guru perempuan yang tidak mengajar di kelas bahkan di jurusannya itu, Adeeva yang dasarnya tidak sabaran mengambil buku tulis di meja Pak Setyo dan melemparkannya tepat di wajah guru perempuan yang mengajar di jurusan IPS itu hingga gelas yang dipegang guru itu jatuh dan akhirnya pecah.

Adeeva Afshen, dihukum dengan berbagai soal-soal kimia hingga jam istirahat selesai dan merenung di perpustakaan.

Setelah mengerjakan setidaknya tiga puluh lima soal, Deeva berdehem lalu merenggangkan kepalanya yang terasa pegal ke kanan dan ke kiri. Deeva melihat jam dinding yang terpasang di atas pintu masuk perpustakaan. Ini masih lima belas menit dan soal yang diserahkan kepadanya sudah selesai.

Meskipun masih tersisa lima belas menit jam istirahat. Tapi, tetap saja dirinya tidak boleh melangkah keluar.

Adeeva bosan dengan segala keheningan ruangan yang dipenuhi buku-buku ini.

Bisa saja Deeva langsung keluar, tapi Pak Setyo tidak bisa membiarkan itu. Beberapa menit yang lalu, Pak Setyo mendapat panggilan dari kepala sekolah agar menghadap beliau saat itu juga. Jadi, guru berumur empat puluh tahunan itu mengunci pintu perpustakaan dan membawa serta merta kuncinya. Pak Setyo tidak akan membuka pintunya kecuali urusan dengan kepala sekolah selesai atau mungkin jam istirahat sudah selesai.

Dua-duanya merupakan opsi yang buruk bagi seorang Adeeva.

Saat ini pikirannya sedang merencanakan berbagai macam rencana untuk keluar dari ruang yang sangata sepi ini. Banyak sekali opsi-opsi di kepalanya. Jika ia mencoba mendobrak pintu kayu itu pasti tidak akan berhasil. Jangankan berhasil, mencoba saja pasti tidak mungkin.

Ingin meminta tolong Sandra, tapi Deeva ingat cewek yang tadi pagi salah memakai sepatu itu sedang menjalani hukuman membersihkan seluruh toilet perempuan dengan pantauan guru penghukum. Alhasil, cewek keturunan korea yang tidak ada wajah-wajah korea itu tidak bisa membantunya keluar.

Opsi kedua adalah meminta tolong Velli yang notebate punya banyak kunci cadangan di dalam tas miliknya. Tapi sekali lagi Deeva tersadar, cewek yang selalu bertengkar dengan Cellin itu hari ini tidak masuk dengan alasan solob.

Opsi ketiga dan merupakan opsi terakhir yang terlintas di pikirannya adalah meminta tolong Cellin agar cewek itu memberitahukan kepada Dolan- pacarnya, untuk membantu meminjam kunci perpustakaan dari Pak Setyo atau orang Tata Usaha. Tapi kondisi Cellin yang sangat takut kepada Dolan padahal mereka berpacaran membuat rencana itu gagal total.

Sambil merenung, Deeva berjalan menyusuri lorong-lorong perpustakaan yang dipenuhi oleh buku-buku pelajaran yang sama sekali tidak menarik untuk dilihat maupun dipandang. Namun tetap saja, ia meneruskan perjalanan yang sangat membosankan itu.

Setelah lama berputar-putar, sampailah Deeva di mana rak buku-buku novel fiksi berjejeran. Satu demi satu dibacanya tepat di sinopsisnya. Siapa tahu ada yang menarik perhatiannya. Tapi ternyata tidak ada satu pun yang menarik, semuanya hanya sebuah cerita yang sangat mudah ditebak dan Deeva benci cerita yang seperti itu.

Karena keterbatasan novel yang bergenre fiksi remaja, akhirnya mau tidak mau Deeva harus membaca salah satu novel yang sudah ia baca sinopsisnya. Novel yang Deeva pilih adalah novel karya Equita Millianda dengan judul Bad Romance. Memang bukan penulis terkenal seperti Tere Liye atau Pidi Baiq, tapi ketika sebuah karya tulisnya telah diterbitkan bukannya penulis itu juga sudah terkenal. Ya, itu hanya sebuah opini di pikiran Deeva.

Di tengah-tengah kehanyutan dalam merasapi kata demi kata yang tertuang di dalam novel, Adeeva dikagetkan dengan bunyi nyaring bel sekolah pertanda jam istirahat telah selesai dan akan memasuki jam pelajaran kelima.

"Dasar kutil, ngagetin aja." Desis Deeva saat melihat bel yang menempel di tembok atas kepalanya.

Deeva ingat di pelajaran kelima ini kelasnya akan dimasuki oleh Pak Setyo. Jadi Deeva memiliki keyakinan bahwa guru laki-laki itu tidak akan melupakan keberadaannya di sini. Tapi setelah menunggu selama lima belas menit, keyakinannya mulai memudar ketika tidak ada tanda-tanda pintu perpustakaan terbuka.

"Masa lupa sama gue?" Pertanyaan dengan nada ragu-ragu itu dilontarkan oleh mulutnya.

"Bodo amat lah, kutil."

Setelah mengatakan perkataan yang terkesan tidak peduli itu, Deeva beranjak dari duduknya. Setahunya di perpustakaan ini disediakan satu dus air mineral gelas dan beberapa snack lima ratusan. Setelah berjalan beberapa langkah, Deeva akhirnya menemukan apa yang ia cari. Satu dus air mineral gelas berada di samping meja penjaga perpustakaan dan beberapa snack berada di samping kanannya.

"Akhirnya tenggorokan gue bernyawa." Ucap Deeva setelah menghabiskan satu gelas air mineral.

Deeva mengambil beberapa snack yang ada di sana dan dua bungkus permen milkita rasa melon dan cokelat. Tak lupa satu gelas air mineral lain yang masih utuh di tangannya yang lain. Setelah dirasa cukup, Deeva kembali ke kursi yang tadi ia duduki untuk melanjutkan membaca novel yang tertunda akibat bunyi bel yang sangat nyaring.

Sebelum benar-benar membaca baris demi baris kalimat indah yang dirangkai menjadi sebuah karya yang sangak epik, Deeva terlebih dahulu mengamati keadaan perpustakaan yang sangat-sangat sunyi dan sepi. Pantas saja banyak yang tidak betah berada di pepustakaan sekolah.

Selain minimnya daya tarik anak muda zaman terhadap perpustakaan, perpustakaan yang lumayan besar di sekolahnya ini juga sangat jarang dibuka kecuali jika ada acara-acara sambutan petinggi-petinggi negara atau acara-acara penting lainnya, selain itu perpustakaan akan dikunci rapat-rapat.

Memikirkan itu Deeva jadi tersadar satu hal, jika ia terkurung di sini apakah ia bisa keluar atau tidak. Lihat saja, perpustakaan ini terletek di pojok dan berada di lantai satu. Hampir tidak ada satu orang pun yang lewat jika tidak ke toilet yang memang letaknya di samping perpustakaan. Tapi itu juga jika toilet yang berada di jajaran kelas dan ruang guru sedang dalam perbaikan.

Cewek berambut hitam kecokelatan itu meringis memikirkan nasib buruk yang sedang menimpanya. Meskipun tadi dirinya sempat mengirim pesan kepada Cellin bahwa ia sedang terperangkap di perpustakaan dan cewek berwajah imut itu membalas akan meminta kuncinya kepada Pak Setyo jika guru itu sudah memasuki kelas.

Mencoba berpikir logis dan positif, Deeva mengambil novel yang tadi dibacanya. Baru saja membaca satu baris kalimat, Deeva mendengar suara pintu terbuka dan suara derap langkah kaki yang tergesa-gesa.

"Deev,"

^^

Radhikaeka

21 AGUSTUS 2019

Cruel WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang