CW••45

464 22 5
                                    

Ditemani rintik hujan dan gelapnya malam, Deeva berdiam menatap jendela dari tempat ia duduk. Pandangannya lurus menatap tetes demi tetes air hujan yang jatuh menghantam bumi berkali-kali. Lampu sengaja ia matikan. Agar tidak ada yang tahu jika ia masih terjaga.

Dirabanya sekitar tempat ia duduk guna menemukan benda pipih yang bergetar beberapa kali. Setelah didapat, dengan cepat dibukanya kunci yang menjaga keamanan benda pipih itu dan menampilkan beberapa notifikasi yang muncul.

Ada satu notifikasi dari aplikasi berwarna hijau yang biasanya disebut LINE yang mencuri perhatiannya. Diam setelah beberapa saat lalu tertegun.

Tak mau berpikir keras, dilemparlah benda pipih dengan gambar buah apel yang sudah dimakan di baliknya hingga terdengar suara benda terjatuh.

Dipusatkan lagi pandangannya menatap hujan. Diresapi setiap tetes air yang ia lihat, yang ia dengar. Tangannya menggenggam erat hingga memperlihatkan buku-buku jari di kulit putih miliknya.

Di tangan kirinya ada secarik kertas dengan logo sebuah bangunan terkenal di pusat kota di pojok kiri atas kertas. Logo yang sudah sangat ia hafal. Bahkan sekarang ia berada di sana.

Menghela napas panjang. Deeva melipat kertas itu lalu dimasukkannya di salah satu laci yang dipenuhi kertas-kertas dengan logo yang sama.

"Besok bolos aja lah, bosen gue." Gumam Deeva seraya berjalan mendekati jendela.

"Hai hujan." Sapanya ringan dengan tangan menyentuh jendela dengan harapan bisa menyentuh hujan asli yang sekarang menghujam bumi dengan derasnya.

"Apakah kamu tidak lelah?" Tanyanya.

"Kamu tahu aku selalu terinspirasi oleh mu. Kamu sangat kuat hingga membuat banyak orang bergantung padamu. Satu tetes air mu bisa berguna bagi makhluk di bumi. Air mu dapat menumbuhkan tumbuhan yang mati. Air mu juga dapat menjadi harapan beberapa orang untuk hidup. Walau ada juga yang tidak menyukai kehadiranmu, namun itu tidak sebanyak yang menyukaimu." Deeva berhenti bicara kala mendengar derit pintu yang terbuka.

"Hai hujan. Aku selalu ingin menjadi sepertimu, tapi aku tidak kuat sepertimu hingga membuat aku terombang-ambing oleh kencangnya angin yang berusaha menyingkirkanku. Meskipun aku selalu bangkit dan berusaha menggapai tanah seperti dirimu, tapi tetap saja aku tidak bisa."

"Aku selalu bertanya kenapa aku tidak bisa gagah berani menantang apapun yang menghalangi seperti mu. Aku tidak bisa. Aku selalu kalah. Meskipun sudah berapa lama aku berusaha. Tetap tidak tergapai."

"Mungkin aku tidak kuat sepertimu. Aku rapuh. Yang digoyang angin sedikit saja aku roboh." Deeva menjeda ucapannya.

"Hujan. Kamu adalah panutan ku yang tidak pernah lelah jatuh walau itu menyakitkan. Tidak pernah gagal menyentuh tanah walau banyak angin yang mengganggu. Tidak pernah menyerah meskipun ada yang tidak suka. Tetap berjuang walau kadang kamu datang disaat yang tidak tepat. Kadang kamu dicemooh. Diremehkan. Tapi kamu tetap sampai menggapai tanah."

"Tapi aku? Maaf aku tidak bisa menjadi kamu yang tidak pernah lelah. Nyatanya aku tahu satu fakta darimu. Kamu juga bisa lelah, hal itu ditunjukkan dengan adanya musim kemarau, di situ kamu beristirahat. Mengistirahatkan tubuhmu yang sudah jatuh berkali-kali. Mengistirahatkan tubuhmu yang sangat-sangat kesakitan."

"Nyatanya menanggung sakit sendirian sangatlah menyakitkan." Ucap Deeva yang masih setia menatap hujan walau di belakangnya berdiri seseorang.

"Deev."

"Gue gapapa. Tadi yang bunyi keras itu karena hp gue jatuh. Maaf udah buat lo panik." Jawab Deeva tanpa menoleh. Karena ia tahu siapa yang berdiri di belakangnya saat ini.

Deeva mendengar helaan napas. "Kenapa gak tidur?" Tanya seseorang itu yang saat ini sudah berdiri di samping Deeva.

"Gak bisa."

Setelah jawaban yang dilontarkan Deeva, mereka sama-sama diam menatap hujan di luar jendela yang masih setia turun dengan deras.

"Besok jangan kabur lagi, lo lagi kritis Deev." Ucap seseorang itu seraya mengusap pucuk kepala Deeva lalu pergi. Sebelum Deeva mendengar suara pintu tertutup, Deeva sekali lagi mendengar suara seseorang itu.

"Tidur. Lo bukan superman yang harus jaga dunia."

Deeva menutup mata sebentar lalu menatap hujan. Beberapa menit kemudian Deeva berbalik, berjalan mendekati tempat untuk tidur dan merebahkan tubuhnya. Memaksa matanya untuk tertutup.

^^

Deeva menghentikan laju mobilnya di bawah pohon besar di samping jalan yang sangat sepi. Diketiknya beberapa kata di ponselnya lalu dikirim ke seseorang. Setelah terkirim Deeva menyandarkan tubuhnya di bangku mobil lalu memejamkan mata.

Mendengar lagu yang diputar dan ikut menyanyikannya.

(Oh) I don't wanna lose you
I don't wanna lose you
But it's so hard
when you don't care anymore

Our love was amazing
Now it's not worth saving
Something tells me you don't care
You don't care anymore

Leona Lewis - You Don't Care

Mendengar kaca mobilnya diketuk dua kali, Deeva menoleh dan membuka jendela mobilnya. Setelah menerima dan mengecek barang yang dibawa oleh Adryian, Deeva memberikan beberapa uang kertas seratus ribu kepada Adryian.

"Lo kemana aja Deev? Udah lama gak ngekontak gue," Tanya Adryian sebagai pembuka obrolan.

"Ya di sini aja lah Dri, kemana lagi." Jawab Deeva seadanya.

"Kayaknya yang kali ini efeknya besar Deev, jangan banyak-banyak." Ucap Adryian seraya menyenderkan tubuhnya di mobil Deeva.

"Iya gue tahu. Makanya gue beli dikit." Jawab Deeva.

"Lagian tumben banget lo gak pesen yang biasanya. Udah gak mempan atau gimana? Pokoknya hati-hati Deev, jangan sampai kayak gue." Ucap Adryian dengan nada memperingatkan. Gini-gini Adryian khawatir.

Deeva mengangguk sebagai jawaban. "Gue gak tahu juga Dri bakal gue pakai apa enggak, lagian nangkap tikus itu banyak caranya bukan ini aja. Siapa tahu gitu gue ada cara lain selain ini." Ucap Deeva membuat Adryian terkekeh.

"Oke. Pokoknya gue udah bilang ke lo itu bahaya, kalau lo nekat bukan salah gue pokoknya." Ucap Adryian sambil berjalan menuju motornya.

"Dri," Panggilan Deeva membuat Adryian menoleh lalu menampilkan wajah bertanya.

"Ini terakhir kalinya gue beli." Ucap Deeva membuat Adryian sedikit tersentak lalu normal lagi.

"Lo mau pindah?"

Deeva mengangguk. "Pokoknya jangan cari-cari gue lagi ya Dri, kalau lo butuh duit kerja Dri. Jangan ngepet." Ucap Deeva dengan tawa setelahnya.

Adryian kesal lalu ikut tertawa juga. "Sialan lo Deev. Kapan gue ngepet bangsat. Hati-hati kalau gitu."

"Dadah Dri, jangan kangen. Good bye." Ucap Deeva dibarengi bunyi motor Adryian yang nyaring. Setelah mengacungkan jempolnya, Adryian melaju dengan motornya.

Deeva menghela napas. Besok. Besok jika rencana berjalan lancar, maka semua sukses. Hanya tinggal sedikit lagi. Digenggamnya erat barang yang tadi baru saja ia beli.

"Tikus itu harus dibasmi biar gak jadi hama."

^^

Untuk semua yang lagi baca cerita ini, semoga kita dijauhkan dari semua penyakit mematikan. Apalagi penyakit yang lagi viral beberapa saat ini.

Selama pandemi jangan terlalu sering keluar ya semua. Jaga kebersihan.

Radhikaeka

4 JUNI 2020

Cruel WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang