CW••47

276 16 0
                                    

Dengan diiringi alunan musik dari Sylo Nozra - Ginny diputar di sebuah kafe bernuansa go green di daerah Kemang, Jakarta Selatan, Deeva duduk tegang di salah satu kursi yang disediakan. Kali ini, tempat yang ia pilih tepat berada di tengah-tengah kafe dan dekat dengan mini air terjun buatan dengan lampu kerlap-kerlip di sekelilingnya.

Segelas kopi hitam dan sepotong kue dengan baluran coklat cair menjadi pesanannya. Namun sejak empat puluh Lima menit yang lalu, cewek kuncir kuda itu tidak sedikit pun menyentuh pesanannya. Apalagi dirinya datang lebih cepat dari janji temu dengan seseorang.

Tak lama kursi di depannya berderit tanda ada yang menariknya. Deeva segera menunduk. Lebih memilih menatap sepatu sneakers-nya, daripada wajah orang di depannya.

"Janjiannya masih lima belas menit lagi, udah datang aja Sweetheart."

Hanya dengan mendengar suaranya saja badan Deeva langsung gemetar. Padahal Deeva sudah yakin untuk tidak menampilkan ketakutannya di depan Arnu.

"Udah lama di sini?" Tanya Arnu setelah pelayan pergi dari meja untuk membuat pesanan.

Bungkam. Deeva diam seribu bahasa. Deeva menatap jari-jarinya yang saling bertautan dengan pandangan kosong seakan hanya tubuhnya saja yang berada di sana.

Setelah beberapa saat mereka diam, Arnu akhirnya berbicara lagi. Kali ini dengan intonasi yang menurut Deeva sangat menjijikkan.

"Gue kira nomor gue yang kemarin gue kasih, lo hapus, ternyata gak gue sangka malah ngajak ketemu gini. Udah kangen aja nih?" Ujar Arnu dengan nada yang dibuat semanis mungkin.

"Kenapa?" Tanya Arnu disela-sela menyesap kopinya.

"I-itu," Sial. Padahal Deeva sudah menyiapkan semuanya, tapi kenapa suara sangat bergetar saat ini. Setelah menarik napas panjang Deeva berbicara lagi, "Gue mau ikut lo."

Arnu menaikkan sebelah alisnya tak lupa senyum yang mengembang di bibirnya. "Ada angin apa lo setuju ikut gue?" Tanya Arnu masih dengan senyum lebar.

Deeva menggigit bibir dalamnya. Gugup dan takut menyerangnya secara bersamaan. Sial. Disaat seperti ini otaknya malah berhenti bekerja. Tidak pro sama sekali.

"Baru gue tanya gitu aja lo udah gemetaran Sweetheart. Rileks." Arnu menatap tangan Deeva di atas meja, lalu menyesap kopinya.

Ditatap seperti itu oleh Arnu membuat Deeva makin gemetar. Sebisa mungkin dia menetralisir rasa takutnya dengan hal-hal positif. Dan berhasil. Setelah dirasa sudah cukup tenang, Deeva berbicara lagi. "Ya pengen aja gitu, gue bosen di sini mulu."

"Gue kira lo kangen gue. Ga seru lo, sweetheart." Arnu berdesis. Lalu berdiri dari kursinya dan melangkah keluar.

Psycho : Jadi ikut gak?
Psycho : gue tunggu di mobil

^^

Jam menunjukkan pukul 13.10 WIB, namun jalanan yang dilalui mobil Arnu saat ini sangat sepi. Bahkan dari tadi Deeva tidak melihat mobil lain di depan, di samping, di belakang, maupun yang mendahului mobil yang ditumpanginya saat ini.

Rasa takut kembali hinggap di benaknya. Semakin menjadi saat Arnu mempercepat laju mobilnya. Digenggamnya tas dari Channel di tangannya dengan erat.

"M-mau kemana, Nu?" Tanya Deeva dengan suara sedikit gemetar di awal. Sayangnya, Arnu diam tidak menjawab. Deeva mengalihkan pandangannya ke jalan. Meskipun masih ada rumah-rumah warga, tapi tetap saja dirinya ketakutan.

Dengan diamnya Arnu itu saja sudah membuat suasana menjadi mencekam. Meskipun memakai sweater coklat yang tebal, Deeva masih tetap merasakan bulu kuduknya berdiri. Meremang.

Setelah diam dalam waktu yang dipastikan Deeva sangat Lama, cewek itu melirik jam yang berada di dashboard mobil Arnu. Ternyata sudah tiga jam perjalanan yang mereka tempuh. Pemandangan yang tadinya masih banyak rumah-rumah warga, saat ini berganti dengan hutan, jurang, dan jalan yang berliku-liku.

"Kemana Nu?" Deeva sekali lagi bertanya.

"Halimun." Tak lagi seperti sebelumnya, kali ini Arnu menjawabnya.

Bagai disambar petir di siang bolong, Deeva menganga. Ini tidak benar. Yang Deeva tahu di Halimun, Arnu memiliki sebuah villa. Namun villa itu sudah tidak pernah dipakai karena empat orang meninggal dalam kurun waktu yang berdekatan.

Meskipun kejadian itu sudah lebih dari lima tahun yang lalu, tapi sampai saat ini polisi belum menangkap siapa pelaku pembunuhannya dan karena tidak mencapai titik terang akhirnya kasus itu ditutup oleh polisi.

Deeva gemetar. Otaknya memutar sebuah kalimat yang membuat dirinya semakin ketakutan dibuatnya. Bukan tanpa sebab Deeva bergetar, tapi Deeva yakin sekali jika yang membunuh empat orang itu adalah orang yang saat ini sedang mengemudi di sampingnya, Arnu.

Lima tahun lalu belum ada cukup bukti yang menjurus ke Arnu, tapi Deeva semakin gencar mengungkap dalang dibalik semua kejadian itu setelah Arnu mencoba membunuhnya beberapa saat setelah korban keempat ditemukan tidak bernyawa.

Dan benar dugaannya setelah dia menemukan semua bukti-bukti selayaknya puzzle itu. Memang benar Arnu adalah pelaku pembunuhannya.

Dengan tangan gemetar, Deeva menelusupkan tangannya ke dalam tas. Deeva menggenggam erat sebuah barang yang saat ini sudah ada di tangannya. Setelah memantapkan hatinya, Deeva mengambil ponsel dengan sebelah tangan yang lain lalu mengirim pesan ke seseorang. Setelah selesai, ia meletakkan kembali ponselnya ke dalam tas.

Dengan cepat Deeva mengeluarkan benda tadi yang ternyata sebuah suntik dan langsung menancapkannya ke paha Arnu yang hanya dilapisi celana pendek kain berwarna coklat muda. Setelah itu Deeva segera membuang suntik yang telah kosong itu ke belakang mobil dan menyiapkan diri menerima amukan Arnu.

"BRENGSEK!"

"LO APAIN GUE?" Tanya Arnu dengan berteriak nyaring.

"MACEM-MACEM LO HEH SAMA GUE?" Teriak Arnu lagi.

Tak lama setelah itu kedua tangannya memegang kepala Deeva dan langsung membenturkannya ke kaca mobil di samping Deeva dengan sangat keras. Sepertinya obat yang ia suntikkan tadi bekerja saat ini.

Cairan yang ia gunakan tadi adalah gabungan antara obat tetes mata, bensin, dan codeine dengan dosis tinggi yang dicampur menjadi satu dalam bentuk cairan. Efek samping cairan ini tidak jauh beda dengan narkoba dan menimbulkan kematian apabila digunakan dalan dosis tinggi.

"APA YANG LO SUNTIKIN KE GUE?"

"JALANG!!! JAWAB BRENGSEK!"

Deeva ketakutan. Kepalanya berkunang-kunang. Mungkin kepalanya berdarah, Deeva jadi ingin memastikannya tapi tangan Arnu tetap mencengkeram kepalanya lalu turun mencengkeram lehernya.

"A-Ar-N-Nu." Ucap Deeva terbata-bata. Oh tidak, ia sudah merasakan paru-parunya membutuhkan pasukan oksigen saat ini namun cowok dengan mata melotot di depannya ini tidak berniat melepaskannya.

Sebelum Deeva menutup mata karena pandangan yang kabur, suara keras memenuhi pendengarannya. Setelah itu dapat ia rasakan mobil yang ditumpanginya ini berguling beberapa kali, membuat cengkraman Arnu di lehernya terlepas sepenuhnya.

Saat Deeva mencoba membuka mata, Deeva melihat sebuah tebing tinggi di sampingnya. Meskipun mobil masih berguling-guling dan kepalanya yang berbenturan dengan barang-barang, serta rasa perih di lehernya, Deeva masih bisa mengira itu tebing sebelum opininya itu seratus persen benar.

Karena mobil yang ia tumpangi terjun bebas ke dalam jurang dan tak lama setelah mendarat, mobil itu terbakar.

^^

Untuk semua yang lagi baca cerita ini, semoga kita dijauhkan dari semua penyakit mematikan. Apalagi penyakit yang lagi viral beberapa saat ini.

Selama pandemi jangan terlalu sering keluar ya semua. Jaga kebersihan.

Jangan lupa vote dan ramaikan komen😊😊

Radhikaeka

3 SEPTEMBER 2020


Cruel WorldTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang