1.4. Menghancurkan Ketenangan

580 56 28
                                    

Kring, kring, kring.

"Anak-anak kumpulkan lembar jawaban kerja kalian ke depan!" perintah salah satu guru matematika terkiller di SMA PELITA, siapa lagi kalau bukan bu Sinta.

Semua siswa yang ada di kelas XI IPS 2 mengumpulkan lembar jawaban kerjanya ke meja guru.

"Stef lo di kerjain semua?"

"Iya lah, ga ada dalam kamus gue Stefani Cecillia gagal mengerjakan soal matematika."

"Dih jijik" ucap Selly.

"Kalo lo sel?"

"Gue ngerjain tujuh nomor doang."

Stefani dan Selly saling melirik bergantian. Ada apa dengan Thalitha? Kenapa dia menanyakan hal-hal yang kecil seperti itu? Tidak biasanya begitu.

"Lo ngerjai--" belum sempat Stefani melanjutkan pertanyaannya. Thalitha langsung memotong pertanyaan Stefani.

"Gue ngerjain lima nomor doang." Thalitha menunjukkan deretan gigi putihnya.

"Sudah kuduga." cibir Stefani.

"Bagus dong, ada peningkatan. Sebelumnya kan lo ga pernah ngerjain setengah dari semua soal ulangan matematika. Gue bangga sama lo Tha." Selly menepuk-nepuk pundak Thalitha.

"Lo bilang gitu karena lo juga bloon di matematika." Stefani menoyor kepala Selly, sedangkan Selly hanya menunjukkan bentuk peace di tangannya.

Mereka memang tidak tanggung-tanggung jika bicara. Candaan seperti itu tidak mereka masukkan ke dalam hati. Itulah sebuah persahabat, tidak akan goyah hanya karena masalah kecil.

"Udah yu kantin. Bejat lama-lama pala gue."

Thalitha memimpin langkahnya untuk segera berjalan keluar dari kelas yang rasanya masih pengap dengan rumus-rumus matematika.

"Thalitha!!"

Suara yang tidak asing di pendengaran Thalitha berhasil menghentikan langkahnya di salah satu tangga saat ia menuju lantai satu sekolah.

Thalitha menoleh ke belakang. Benar saja, itu adalah Devan sang ketua kelas.

"Pulang sekolah Jangan lupa latihan."

"Iya."

Thalitha dan Devan satu kelompok dalam pejaran Seni budaya. Dalam satu kelas dibagi kelompok dan masing-masing kelompok dua orang. Tugasnya, mereka harus menampilkan sebuah persembahan bebas, untuk memenuhi nilai tugasnya.

Devan kembali ke kelasnya, sedangkan Thalitha dan kedua sahabatnya itu melanjutkan perjalanannya menuju kantin.

Seperti biasa, kantin sudah begitu ramai. Mereka bertiga tidak menemukan meja yang kosong.

"Lo si Tha. Tadi sosoan bahas ulangan matematika, biasanya juga kaga." Selly berdecak kesal.

Thalitha hanya diam, dia tidak ambil pusing. Stefani melihat sana-sini berharap ada meja yang kosong meskipun harus berbagi dengan orang lain, akhirnya sepasang matanya tertuju pada meja yang di tempati Reyhan dan kedua sahabatnya, tapi di sana juga ada seorang perempuan yang merengek manja kepada Reyhan.

REYTHATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang