24. Impossible

10 3 0
                                    

Berakhir dengan tangan yang mengapung di udara, tawaran yang dikeluarkannya disambut dengan kekosongan dingin. Lian merasa seperti menghirup udara penuh rasa malu dan penolakan.

Memangnya siapa dia? Berharap Elka akan menyambut uluran tangannya dengan begitu mudah untuk meminta ketenangan hangat darinya?

Sangat tidak mungkin. Bodoh, ia benar-benar bodoh karena sudah terlalu berharap lebih.

Bahkan mungkin saja Elka sudah melupakan malam dimana ketika Lian mendekap Elka untuk menenangkannya, tidak menganggap itu sebagai hal penting. Ia jadi bingung sendiri, kenapa masih mau bersikap baik pada Elka yang tidak secuilpun mengharapkannya.

Setelah menghabiskan waktu dengan canggung di dalam mobil, kini Lian berdiri bersama salah satu pelayan saat suara Elka meninggi dari lantai atas.

"Siapa yang membereskan kamarku?!"

Lian menoleh ke arah salah satu pelayan yang sudah menoleh padanya lebih dulu. "Kita ya?" tanya Lian dengan mata berkedip karena sedang berpikir. Otaknya mencoba mengingat.

Mereka berdua lantas bergegas naik ke lantai atas, setengah siap untuk menghadapi gemuruh di dalam rumah.

"Ada apa Tuan?" tanya pelayan di sebelah Lian, takut-takut menatap Elka.

Jari Elka bergerak untuk menghitung. "Seprai di bagian ujung tidak rapi, selimut tidak dilipat dengan benar, pengharum ruangan tidak diganti, bantal tidak teratur, buku-buku tidak kembali ke raknya, ada suara nyamuk berdengung."

Pelayan bernama Tita itu membungkuk. "Maaf Tuan, akan segera kami perbaiki. Sambil menunggu, Tuan bisa menikmati teh yang sudah disiapkan."

"Buang saja, aku tidak ingin minum teh."

Tanpa sadar Lian bergumam, "Bukannya nanti semua itu akan berantakan lagi setelah ditiduri?"

Tangan Tita menyikut lengan Lian. Setelah sadar dengan apa yang dikatakannya, Lian menutup mulutnya dan menunduk untuk meminta maaf.

"Kau tahu apa itu profesionalisme?" Elka maju selangkah, tangannya terlipat di depan dada dengan dagunya yang terangkat. "Dimanapun kau bekerja, kau harus selalu profesional." Elka berbalik masuk ke kamarnya, diakhiri oleh suara pintu yang dibanting.

"Bukankan itu agak berlebihan?" Lian menggelengkan kepala heran.

"Sst! Nanti Tuan mendengarnya." Tita menarik Lian menjauh. "Tuan begitu karena mau hibernasi."

"Hibernasi? Memangnya dia beruang di musim dingin?" Lian terkekeh.

"Besok hari liburnya. Tuan bisa tidur seharian penuh!"

Mata Lian melebar. "Gila, dia dibius supaya tidak mengamuk?"

Tita tidak bisa menahan tawa pelannya, ia menepuk lengan Lian. "Bukan begitu. Karena sudah bekerja setiap hari, Tuan akan memanfaatkan hari liburnya untuk diam di kamar dan tidur sampai puas."

"Jadi, besok dunia akan damai untuk seharian penuh?"

-----

Tubuhnya sudah letih, matanya mulai berat, tangannya yang sedang menekan barisan huruf mulai terhenti perlahan. Tapi tidak dengan pikirannya yang belum juga hendak tenang sedikit. Seharusnya hari libur berharganya itu ia gunakan untuk bergelung dengan selimutnya tak tahu waktu tanpa gangguan manusia-manusia dari luar. Namun sialnya, semua bayangan empuk itu rusak karena satu hal ganjil yang tidak dimengertinya sama sekali.

Kenapa ia mau bercerita pada gadis menyebalkan itu?

Kenapa pula wajah gadis itu mendekam semalaman di otaknya?

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang