12. Burdensome

18 5 0
                                    

"Siapa yang mengizinkanmu masuk ke sini?!"

Lian tersentak, matanya mengerjap seraya diikuti kakinya yang melangkah selangkah kebalakang. Perintah pertahanan diri dari tubuhnya bergema. Secara otomatis otaknya menganggap Elka adalah sebuah ancaman.

Tidak perlu waktu lama untuk menyadari jika pria itu sangat marah padanya.

Sungguh, Lian tidak mengerti kenapa Elka sampai semarah itu. Ia hanya pergi ke kamar pria itu untuk mengambil barang pribadinya, tidak ada maksud lainnya, jelas ini bukan masalah besar, tapi pria itu terlihat seperti ingin menghabisinya sekarang.

"Ma..maaf, aku ke sini hanya untuk mengambil barang-barangku." Lian mengulurkan tangannya yang berisi baju gantinya. Berharap orang itu bisa sedikit mengerti jika ia hanya perlu mengambil sesuatu. "Aku akan segera pergi."

Elka kembali berjalan maju, masih dengan tatapan khas yang khusus ditujukan untuk menciutkan nyali, membuat Lian yang baru saja memutuskan untuk pergi dari kamar itu malah terpaksa melangkah mundur, menghindari ancaman, karena lagi-lagi bayangan gaun putih berdarah-darah muncul dibayangannya lagi.

Bukannya menjadi malam pertama, tapi bisa-bisa menjadi malam terakhirnya di dunia ini.

"Kuperingatkan kau," tekan Elka dengan giginya yang terkatup rapat. "Jangan pernah sekalipun berani masuk ke sini lagi." Elka benar-benar membenci jika ada orang asing yang memasuki ruangan pribadinya tanpa izin. Suara tawa remehnya terhembus ringan. "Oh, benar, kau pasti sudah terbiasa masuk ke kamar lelaki manapun sesukamu."

Dahi Lian berkerut, dari mana pria itu bisa berpikir hal seperti itu. Tahu apa pria itu soal kehidupan pribadinya? Ia sudah meminta maaf dan akan segera keluar, tetapi kata-kata pria itu membuatnya sedikit jengkel. Ia punya hak untuk menyuarakan pembelaan dirinya.

"Maaf sebelumnya, tapi apa Anda tidak terlalu berlebihan? Aku sudah minta maaf jika masuk ke sini tanpa izin. Tapi kesoktahuan Anda membuat saya sedikit kesal. Saya tidak pernah masuk ke kamar lelaki sesuka saya, bahkan kamar pacarku sendiri. Jadi, jangan sok tahu ya, pak. Padahal Anda sendiri yang datang ke kehidupan saya tanpa izin, dasar aneh. Saya akan pergi, permisi." Lian mengalihkan pandangan setelah merasa cukup memandang pria di depannya dengan sinis. Ia sudah bosan terus ditatap tajam seperti itu, jadi ia ingin mengeluarkan tatapan yang sama, ingin membuktikan bahwa ia tidak takut sama sekali.

"Apa katamu tadi?" Emosi yang sudah ditahan Elka sedari tadi tiba-tiba ingin meledak ketika mendengar kata-kata dan tatapan sok berani dari gadis yang tampak tidak merasa bersalah sudah melakukan kesalahan. Gadis itu harus diajarkan tentang sopan santun.

Tangan Elka terangkat dengan cepat mencengkeram leher Lian. Tangannya mencengkeram makin kuat seiring dengan emosinya yang terus menguasai dirinya.

"Dengar jalang," bisik Elka dengan air muka semakin keruh, "kau tidak berhak mengguruiku seperti tadi lagi, mengerti?"

Tangan Lian bergerak memukul-mukul dada Elka dengan napas terputus-putus dan ucapan yang tidak beraturan, kakinya nyaris terangkat dari lantai. Ia benar-benar tidak bisa bernapas. Pria ini sudah gila!

Elka berdesis, mengibaskan sebelah tangan ke tempat Lian memukulnya tadi. "Sudah kubilang, jangan pernah menyentuhku lagi." Cengkeraman tangannya kian kuat karena emosi sudah sepenuhnya mengontrol akal sehatnya.

Lian ambruk ke lantai tepat ketika Elka melepaskan tangannya. Air mata memenuhi seluruh sisi bola matanya, ia terbatuk-batuk dengan keras dan mengambil napas sebanyak yang ia mampu.

Gadis dengan napas yang masih tersengal-sengal, matanya yang tertutup beberapa helai rambut menatap Elka nanar, dengan sisa tenaga dan air mata yang sudah meluap, Lian bertanya dengan suara lemah, "Kenapa...kau melakukan ini padaku?"

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang