33. She'll Stay

10 1 0
                                    

"Aku bilang, dimana kau meletakkan cincin pernikahanmu?"

Mata Lian yang sudah melebar tambah menjadi melotot, alisnya berkerut bingung, otaknya berusaha memproses apa yang sedang terjadi.

"Ap-apa maksud Tuan?"

Elka berdecak dan memutar bola mata malas. "Apa pertanyaanku masih kurang jelas?"

Tatapan bingung Lian beralih ke arah Jesssy, jantungnya berdebar menatap Jessy yang dari tadi memberikan tatapan tajamnya, mendesak Lian untuk menyuarakan jawabannya, seakan jawaban Lian adalah hal yang bisa menjawab rasa ingin tahu Jessy.

Susah payah Lian menelan ludah. "Cincinku...itu..."

"Elka, jelaskan padaku apa yang kau bicarakan," sergah Jessy lagi penuh penekanan. Dengan tidak sabaran Jessy mencengkeram lengan Elka, ia mau mendengar jawabannya langsung dari mulut Elka. Jessy mulai kesal karena pria itu tampak sangat tenang sedari tadi. "Apa hubunganmu dengan gadis ini?!"

"Nona Jessy, aku dan Tuan tidak--"

"Mari kita percepat diskusi sore ini." Elka berdiri dari duduknya sambil menepuk tanganya sekali, ia menghela napas singkat lalu tangannya terangkat mengacak rambut Lian. "Aku dan gadis bodoh ini sudah pernah bertukar cincin dan hidup bersama. Aku harap itu bisa menjawab pertanyaanmu."

Elka tidak tahu jika perlakuannya membuat otak Lian yang sedang kacau memikirkan semua ini merembet dengan cepat ke dadanya, jantungnya ikut berdegup kacau.

Kenapa Elka memberi tahu Jessy yang sebenarnya padahal sebentar lagi pernikahannya akan berakhir?

"Kalian...sudah menikah...? Kau? Dengan gadis ini? Omong kosong." Tangan Jessy yang mencengkeram Elka bergerak menunjuk Lian, tangannya terhempas ke samping tubuhnya berbarengan dengan kepalanya yang menggeleng pelan. Tawa hambarnya berhembus disertai dengusan. "Ini gila. Kau gila, El."

"Well, orang-orang juga menyebutku begitu. Aku kira kau sudah mengenalku dengan baik."

Melihat Jessy yang meredup oleh rasa tidak percaya membuat Lian merasa sangat tidak enak hati. Ia merasa seperti sudah menyakiti Jessy.

Lian mendekat ke arah Jessy. "Nona Jessy, tenang saja, ini sudah berakhir, sebentar lagi semuanya..."

"Kau bilang kau mau mencari tas sekolahmu, ikuti aku, sebelum aku membakarnya."

Tatapan Lian beralih pada Elka yang sudah berjalan menjauh memasuki rumah. Ia benar-benar tidak mengerti kenapa atau apa yang membuat Elka berlaku seperti ini. Ia kembali menatap Jessy yang sedang memandang udara dengan tatapan kosongnya. Saat tangannya hendak menyentuh lengan Jessy, wanita itu menepis tangannya.

"Aku tidak tahu apa alasan Elka mau menikahimu," ucap Jessy lirih. Air mata mulai menghiasi mata cantiknya. "Dan aku tidak peduli akan hal itu, aku akan tetap bersamanya, menempati posisi yang seharusnya menjadi milikku."

Jessy menghembuskan napas kasar, mencoba menghalau air matanya agar tidak tumpah. Ia berjalan pergi meninggalkan Lian yang masih berdiri kaku dengan rasa bersalahnya yang semakin membukit.

Lian dibuat semakin bingung karena perasaan-perasaan sendiri. Semua perasaan tidak mengenakan itu melilit di perutnya. Ia tidak ingin membuat wanita ceria itu sedih karena tahu bagaimana perasaan wanita itu terhadap Elka.

Tetapi perkataan Jessy yang terlontar setengah menit yang lalu entah kenapa semakin membuat perasaannya campur aduk, ia merasa terganggu dengan itu.

Jessy akan tetap bersama Elka, meski tahu kenyataannya, meski tahu hubungan Elka dengannya yang sebenarnya.

Tidak bisa dipungkiri, Lian merasa sudah kalah duluan. Jessy lebih pantas untuk Elka bukan? batinnya berbisik lirih.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang