49. Bersedia

1 0 0
                                    

Ruang rapat didominasi oleh suara Elka dan seseorang perwakilan dari divisi pemasaran dan penjualan yang baru saja mempersembahkan presentasinya. Peserta rapat lainnya bergantian menoleh pada Elka lalu pada perempuan itu saat sesi diskusi sedang berlangsung alot. Sementara itu, Yuko yang berada di seberang Elka berusaha mengkode Elka agar melihat ke arahnya-menggunakan cara tanpa suara dan tidak terlihat oleh yang lainnya-sesudah ia mendapat sebuah pesan dari ketua penjaga rumah Elka. Saat ini ia tidak bisa mengirim pesan pada Elka karena pria itu tidak akan menyentuh ponselnya sampai rapat usai jika tidak diperlukan.

"Baik, saya rasa sudah cukup. Belum ada yang ingin saya tanyakan lagi." Elka menutup buku catatannya. "Terima kasih," tambahnya sambil mengangguk.

Dua anggukan Elka membuat hati hampir semua orang di sana berdesir lega. Rudolf yang sejak tadi mengawasi jalannya rapat turut bertepuk tangan bersama seluruh orang di sana. Salah satu ujung bibirnya terangkat saat melihat keadaan ruangan yang sudah lepas dari ketegangan, ia juga dapat melihat bagaimana perempuan yang baru duduk itu secara sekilas mengusap keringat dari pelipisnya, seperti semua beban baru saja terjun bebas dari pundaknya.

Elka berjalan berdampingan dengan Rudolf setelah keluar dari ruang rapat. Jadwal untuk selanjutnya adalah makan siang bersama kakeknya itu, bukan makan siang hangat selayaknya kakek dan cucu menanyakan kabar kehidupan masing-masing dan saling memberi nasihat dan motivasi, namun lebih seperti makan siang datar dan kaku bersama rekan kerja yang membahas kebijakan-kebijakan, proyek mendatang, perkiraan dan perkembangan harga saham. Memang begitulah adanya dari dulu, sampai-sampai Elka sendiri tidak yakin apa orang di sampingnya sekarang ini betul-betul anggota keluarganya atau bukan.

"Untuk makan siang, Yuki sudah mereservasi res-"

"Cancel. Aku akan makan siang dan berlayar bersama Tuan Aksa."

Elka otomatis menoleh pada kakeknya, meminta penjelasan lebih. Kakeknya sudah memintanya mengosongkan jadwal untuk makan siang dari jauh-jauh hari dan mendadak membatalkannya begitu saja.

Rudolf mengangkat bahu sembari melepas kaca mata dan menyerahkannya pada sekretarisnya. "Kau kan harus lanjut bekerja setelah ini, banyak urusan yang belum selesai. Lagi pula, makan siang denganmu bukan prioritas utama untuk saat ini."

"All right, bukan masalah." Elka ikut mengendikkan bahu. "Perhatikan apa yang Anda makan selagi sempat." Sebenarnya Elka malas banyak omong dengan kakeknya, tapi Lian menyarankan untuk menjalin hubungan lebih baik dengan kakeknya, jadi ia mencoba untuk melakukannya. "Penyakit dan kematian tidak bisa dicancel sesuai perintah dan juga umur Anda tidak sepanjang yang Anda kira."

"Kupastikan aku akan tetap hidup sampai generasi selanjutnya lahir, tenang saja." Rudolf menoleh pada Elka sejenak dan mendenguskan tawa. "Jangan sering-sering mengerutkan wajah, kau hampir tampak sepuluh tahun lebih tua dari usiamu yang sebenarnya."

"Ya, terserahlah," sahut Elka malas, tak ingin kakeknya itu lanjut membicarakan hal yang tak ingin didengarnya.

Rudolf memanggil Yuko dan menoleh pada pria itu. "Yuko, ikut aku ke ruanganku sebentar."

Elka menatap temannya itu dan mengerutkan dahi saat Yuko berusaha memberi tahunya sesuatu. Dari arah samping, Yuko memberi ponselnya pada Elka. Terdapat satu baris pesan dari ketua penjaga rumahnya yang membuat Elka menarik napas dalam-dalam untuk meredam emosinya, merasa masalah baru akan muncul dalam waktu dekat.

'Ada seseorang mencurigakan di sekitar belakang rumah. Orang itu bilang jika dia sedang tersesat. Akan terus kuawasi.'

"Ada sesuatu yang akan terjadi. Terus aktifkan ponselmu," ucap Yuko dengan nada rendah sebelum ia beralih mendekati Rudolf untuk menanyakan hal apa yang ingin dibicarakannya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang