27. Luka dan Obat

6 2 0
                                    

Suasana jalanan dekat rumah Elka masih sepi, hanya ada beberapa kendaraan yang lewat. Langit pagi masih ditaburi banyak bintang, beberapa ditutupi gumpalan kapas angkasa.

Elka menikmati bagaimana angin dingin menyelinap masuk menembus pakaiannya, sesekali ia memejamkan mata. Setiap pori-porinya terasa dipenuhi rasa kebebasan yang menggerus beban-beban yang membuatnya penat. Biarlah ia melupakan sejenak semua pikiran rumit tanpa henti itu, ia perlu meluruskan kembali benang-benang kusut dalam otaknya.

"WOOHOO!" suara sorakan Lian terdengar riang saat mereka melewati jalanan menurun dengan cepat. Gadis itu tertawa dengan suara setengah menggigil. "Ini seru sekali!"

Ujung bibir Elka tertarik naik, tidak menyangka jika gadis yang kerjaannya menggerutu sedari tadi mulai menikmati apa yang dianggapnya paksaan dan sekarang bersorak selayaknya sedang berada di tengah hutan.

"Kau bisa membangunkan orang-orang, jangan berisik," ujar Elka sambil sedikit menoleh ke arah belakangnya.

"Ups, maaf aku kelepasan." Lian terkekeh malu. Ia mengayuh sepedanya masih dengan semangat yang sama saat jalanan mulai datar.

"Jangan sampai sepedaku rusak karenamu. Awas saja." Peringatan terdengar dari depan Lian.

"Kalau rusak beli saja lagi, bukannya Tuan punya cukup uang untuk beli lagi?" sahut Lian santai.

"Kau tidak tahu harganya berapa."

"Memangnya mahal? Sebarapa mahal?"

Elka mendengus. "Jika aku memberi tahu harganya, kau bisa menjualnya diam-diam tanpa sepengetahuanku."

"Aih, sombong. Aku akan melelang sepeda Tuan lalu uangnya aku gunakan untuk kabur," kata Lian datar sambil memandang Elka masam dari belakang. Ia berusaha fokus untuk mengayuh pedal sepedanya sambil menikmati pemandangan lampu-lampu rumah saat melewati sawah. Dinginnya sudah hilang sedikit karena tubuhnya banyak bergerak dan berkeringat.

Kaki Lian mulai terasa pegal, pahanya terasa nyeri dengan napas yang mulai ngos-ngosan, belum lagi haus dan lapar yang menyerangnya. "Tuan, ayo istirahat sebentar."

"Cih, lemah sekali." Walau begitu, Elka memperlambat laju sepedanya dan bergerak beberapa meter hingga menemukan super market 24 jam. Ia lupa membawa botol minumnya jadi ia harus membeli beberapa air mineral botol.

Lian bersorak girang dalam hati. Ia turun dari sepedanya dan terpana saat melihat Elka yang membuka tudung jaketnya dan menyugar rambutnya dengan mata terpejam. Hanya dengan melihat itu, jantung Lian dengan centilnya beradu keras. Kepalanya menggeleng mengusir bayangan wajah Elka agar tidak mengendap di pikirannya.

Ia mengekor di belakang Elka yang berjalan menuju tempat air mineral. Karena tidak membawa uang, ia berharap Elka berbaik hati mau membelikannya minum dan makanan karena perutnya sudah minta diisi.

"Kau mau?" tanya Elka saat melihat sederet minuman beragam jenis di depannya.

Kepala Lian menangguk antusias. "Tidak usah ditanya, aku pasti mau. Tuan, belikan aku roti ya?"

"Beli sendiri."

Helaan napas pasrah terdengar. "Aku kan tidak bawa uang. Kalau saja Tuan tidak menyuruhku bangun jam tiga pagi..."

"Sudah diam dan cepat ambil, banyak omong sekali kau ini." Elka berdecak, wajah datarnya merenggut kesal. Ia berbalik pergi menuju kasir saat Lian tersenyum lebar dan mulai mengambil beberapa barang yang bisa dimakannya.

Elka menggelengkan kepala saat Lian keluar dari toko dengan kantung yang nyaris penuh. Gadis itu berberlanja seperti akan pergi tamasya bersama teman-temannya. Elka mulai curiga apa gadis itu yang memakan camilan di rumahnya hingga cepat habis.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang