11. Sorot Mata yang Sama

17 5 0
                                    

"Mempelai prianya mungkin akan pingsan saat melihatmu, kau cantik sekali." Seorang wanita muda dengan brush di tangannya menatap Lian dengan takjub. Tampak dari raut wajahnya jika hasil karyanya sangat memuaskan.

Lian yang masih sibuk dengan pikirannya sendiri langsung tersadar, ia menarik kedua sudut bibirnya, berusaha agar senyumnya tidak kelihatan terpaksa. Yang sebenarnya mungkin dia yang akan pingsan duluan karena tidak sanggup menerima kenyataan ini.

Wanita bernama Adelia itu adalah sosok yang periang. Wanita itu merias wajahnya dengan semangat, terlihat sangat menikmati pekerjaannya, sentuhan tangannya lembut namun pasti, teliti juga hati-hati. Lian tidak mau mengeluarkan ekspresi yang bisa membuat wanita itu kehilangan keceriaannya.

Saat ini bagaikan berada dalam sebuah mimpi. Mimpi aneh yang mengejutkan. Lian berdiri di depan cermin, ia dibalut dengan gaun putih cantik. Yang mengurus gaunnya mengatakan ini adalah jenis gaun berbentuk terompet, gaun yang sesuai dengan lekuk tubuhnya, gaun itu tidak menutup di bagian bahu dan lengan, panjangnya sampai menutupi seluruh bagian kakinya. Riasan di wajahnya juga tak kalah cantiknya, polesan yang sederhana tapi menawan. Ia bahkan hampir tidak mengenal dirinya sendiri.

Apa semua ini sungguhan? Bagaimana bisa ini terjadi? Kenapa ia harus melakukan ini?

Ssmuanya tampak tak masuk akal.

Ingin rasanya Lian mengangkat gaunnya tinggi-tinggi dan berlari sejauh-jauhnya meninggalkan tempat terkutuk ini. Tapi sayangnya, ia tidak akan mampu melakukan hal senekat itu, meski bisa saja melakukannya.

"Aku tahu kau pasti tidak ingin tersenyum sekarang, tapi aku tak bohong saat aku bilang kau akan semakin terlihat cantik jika tersenyum," ujar Fina yang muncul dari balik pintu dengan buket kecil bunga berwarna putih. Lian tidak tahu jenis bunganya dan hanya menerimanya saja.

Lian hanya tersenyum tipis menanggapi perkataan Fina. Ia satu-satunya orang yang dekat dengannya dari awal dia dipenjara di sini. Wanita itu sangat baik dan telaten dalam mengurus semua keperluannya. Lian bersyukur, ia tidak benar-benar sendiri menghadapi cobaan berat ini di hidupnya.

"Apa sudah siap? Cepatlah! Tuan Elka harus pergi setelah ini."

Suara Yuki dari ambang pintu membuat Lian dan Fina menoleh. Lian hanya bisa menghela napas berat. Keinginannya untuk melarikan diri sepertinya harus ditanam dalam-dalam untuk sementara waktu.

Fina mengangguk lantas membantu Lian yang tampak kesulitan bergerak karena gaun panjangnya. Sejujurnya, Fina masih tidak mempercayai semua ini. Gadis yang ia genggam lengannya ini akan menjadi istri tuannya yang tempramental itu. Fina bahkan tidak sanggup membayangkan apa yang akan dilakukan Elka terhadap gadis malang ini.

Selagi berjalan menuju tangga, Fina ingin menceritakan sedikit tentang Yuki, agar Lian nantinya bisa lebih mengerti sifat Yuki. "Yuki memang begitu. Dia wanita yang sangat disiplin dalam segala hal. Karena itu, ia bisa menjabat sebagai sekretaris Tuan dalam waktu yang cukup lama."

Lian mengangguk. "Aku mengerti, dia wanita yang hebat."

Mereka sampai di taman belakang rumah itu. Upacara pernikahan yang sangat tertutup itu akan dilakukan di sana. Hanya dihadiri sedikit orang. Sangat sedikit, bahkan Lian bisa menghitungnya.

Ketika pandangannya beralih ke arah lelaki dengan jas hitamnya yang tampak sangat rapi, Lian bisa merasakan jantungnya mulai berdetak dengan sangat cepat. Perasaan marah, sedih, takut, dan gelisah bercampur menjadi satu, membuat dadanya sesak. Dan Lian membenci semua perasaan itu, membenci kenyataan bahwa ia tak bisa melakukan apapun untuk saat ini kecuali berjalan dan melakukan semuanya.

Angin membelai lembut wajah gadis itu, rambut hitamnya yang tidak ikut tergulung melambai-lambai, tampak berkilau terkena cahaya keemasan matahari sore. Jemarinya menggenggam buket bunga dengan erat, rasa gugup menyelimutinya, perutnya ikut menegang tak nyaman. Meski ini bukan pernikahan sungguhan yang sudah ia impi-impikan sejak lama, tetap saja, momen ini masih akan terus membekas di pikirannya sampai kapanpun.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang