13. Berulah

13 5 0
                                    

Berani-beraninya gadis itu membalas tatapannya. Yang diinginkan Elka ketika ia melempar tatapan membunuhnya adalah gadis itu akan menunduk takut, ciut, seperti tikus yang disorot oleh tajamnya cahaya. Dan setelah kejadian ia membuat gadis itu jera melawan, seharusnya gadis itu tidak akan mau atau berani menatapnya lagi. Tapi kenapa, secara terang-terangan gadis itu malah balas menatapnya, tanpa rasa takut pula.

Jika saja energi di tubuhnya masih utuh setelah seharian diserap habis-habisan, Elka tidak akan ragu untuk melempar tas kerjanya ke kepala gadis sok berani itu.

Dengan memikirkannya saja, Elka sudah merasa energinya lama-lama terkuras. Benar-benar menyebalkan.

-----

Jam dinding di ruangan kerjanya menunjukkan pukul empat pagi. Elka dapat melihat langit gelap dimana matahari sedang terlelap, ditemani bintang yang gemerlap dari daun jendela yang terbuka. Semilir angin pagi yang dingin berhembus menyelimutinya. Saraf-sarafnya yang tegang karena dipicu efek pekerjaan menjadi lebih rileks, juga denyutan di kepalanya perlahan mereda.

Inilah yang membuat Elka senang bekerja pada pagi buta. Suasananya masih sangat sunyi, tidak ada gangguan dering telepon, konsentrasinya lebih tajam, dan tambahan aroma angin di pagi hari yang terasa seperti memeluknya membuat emosinya bisa lebih dikendalikan.

Sinar matahari masuk melalui setiap celah-celah yang dapat dilaluinya di ruang kerja Elka. Elka dapat mendengar para pelayan sudah mulai bekerja. Separuh lebih pekerjaannya sudah terselesaikan dan itu membuatnya merasa lebih segar.

Di dapur, semuanya sudah mulai beraktivitas. Fina menyiapkan meja makan dan para pemasak sudah bertempur dengan segala bahan masakan.

Lian memandang semuanya dari kursi kayu tinggi di meja bar. Ia berniat untuk membantu Fina tapi wanita itu melarangnya. Dengan bosan ia melihat Fina yang cekatan menyiapkan semuanya.

Seharusnya ia berada di sekolah sekarang, tertawa bersama teman-temannya. Sejak diam di sini, ia bahkan jarang sekali tersenyum, apa lagi tertawa sampai perutnya sakit seperti biasa.

Pria berwajah galak itu, Lian ingin sekali membotaki rambutnya tanpa sisa karena sudah membuatnya mendekam di sini demi kepentingannya sendiri saja. Andai saja ia punya kekuatan tembus pandang, ia akan menggunakannya lebih dulu untuk mengerjai pria itu baru kabur untuk selama-lamanya.

"Fina, biarkan aku membantu," pinta Lian untuk kesekian kalinya.

"Duduk manis saja di sana." Fina mengganti bunga di vas yang terletak di salah satu sudut dapur.

"Aku bosan." Lian menggoyang-goyangkan kakinya, rasa sedih tiba-tiba memenuhi hatinya. "Pada jam-jam ini biasanya aku sudah belajar di kelas, bertemu dengan teman-temanku."

Fina menghela napas. Pasti sangat berat rasanya bagi Lian selama terkurung di sini. Mungkin dia kan mencoba untuk berbicara masalah ini kepada tuannya. "Bisa tolong aku sebentar, nyonya besar Lian?" kata Fina mencoba untuk mengalihkan perasaan sedih Lian.

Lian mendengus lalu tersenyum masam. "Jangan memanggilku begitu! Nyonya besar apanya, aku di sini seperti seorang tawanan."

"Iya baiklah, jadi mau menolongku atau tidak?"

Lian mengangguk lalu meloncat turun dari kursinya, rasa bosannya sedikit hilang. "Apa itu? Aku siap melaksanakannya."

"Tolong tuangkan air mineral ke gelas itu." Fina tersenyum ketika melihat semangat Lian sudah kembali lagi. Sepertinya, Lian sebenarnya adalah gadis yang riang, tapi karena di sini, jadi sering murung dan melamun.

Meja makan tampak sangat cantik dan menggiurkan setelah semua sarapan sudah dihidangkan. Lian menelah ludahnya ketika aroma roti bakar memenuhi dapur, perutnya mulai bergemuruh, tidak sabar untuk merasakan renyahnya roti itu saat digigit dan lembutnya selai cokelat menyentuh lidahnya.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang