25. Share in Jar

11 3 0
                                    

Malam terlalu kelam, hitam, hanya ada kekosongan yang menghantam, Dingin meremukkan tulang, kabut menyeruak membuat semuanya bagai ditelan.

Susah payah, lelaki itu menggerakkan tubuhnya, tangannya meraba jalanan yang kasar, aneh, ia tersungkur di tengah jalan yang dingin, bukan di ranjang hangatnya. Elka disiram kebingungan dibarengi dengan rasa takut yang datang sedikit demi sedikit. Suara ibunya menggema lembut.

"Anakku sayang, berhentilah mengejar kami." Suara ibunya halus, tapi mampu membuat dadanya tertusuk rasa rindu yang hebat.

Elka berusaha untuk berdiri tegak dan mencari-cari darimana asal suara ibunya.

"Elka, kejarlah cinta dan kerajaan yang selalu kau impikan." Kini suara ayahnya terdengar. Dadanya semakin disesaki rindu.

Kelopak mata Elka melebar ketika melihat bayangan kabur dua orang di depannya, berdiri jauh di depannya ditutupi kabut tipis. Walaupun tidak jelas, ia yakin mereka adalah ayah dan ibunya. Elka segara berlari, berteriak keras memanggil ayah dan ibunya yang bergerak menjauh untuk berhenti. Tidak peduli angin dingin menyayat tubuhnya yang hanya memakai kain tipis.

"Berhenti! Mama, Papa! Kumohon, berhentilah!" Elka berteriak hingga merasa udara di paru-parunya tidak cukup untuknya untuk bernapas. Ia berlari sekuat tenaga dan memohon. Air mata mulai memenuhi mata kelabunya. Di luar kehendaknya, langkah kakinya melambat, lalu berhenti kaku.

Amarahnya mulai meluap saat orang tuanya mundur menjauh, bukan berjalan, melainkan diseret oleh seseorang yang tidak jelas wajahnya. Kaki Elka mati rasa, ia mencoba merangkak dan tubuhnya ambruk saat semua anggota badannya seperti tidak bisa berfungsi lagi.

-----

Tanpa sadar kaki Elka mengarah ke ruang tengah, ia duduk di sofa sambil memeluk gulingnya, mencoba untuk mengingat dan mencerna apa yang ada dalam mimpi anehnya tadi. Ia tidak bisa mengingat semuanya, tapi rasanya sangat nyata hingga membuatnya mengeluarkan air mata. Elka menyentuh sisa air mata di ujung matanya.

Sangat jarang sekali Elka memimpikan orang tuanya, tidak sesering dulu saat ia sedang bergulat dengan kesedihan tanpa ujungnya. Ia selama ini tidur lelap karena terlalu lelah dan hanya memimpikan hal-hal yang tak ada artinya.

Apa ini pertanda sesuatu? Pikirannya mulai memikirkan banyak spekulasi dan kemungkinan yang masuk akal. Kedua orang tuanya memintanya untuk berhenti mengejar mereka, tetapi saat bayangan ketika orang tuanya diseret paksa, hasrat untuk memburu pembunuh ibunya mengalir deras dalam darahnya. Otot wajahnya mengencang, emosi dingin membara di mata kelamnya. Ia mengambil gelas yang mengeluarkan beraroma lembut di depannya, merasa perlu meredakan ketegangan di ototnya.

"Oalah, di sini rupanya." Lian menaruh teh di atas meja, lalu melihat Elka yang tengah sibuk dengan pikirannya.

"Ah, Tuan! Kenapa punyaku diminum? Tadi katanya tidak mau," kata Lian frustasi, bibirnya menekuk ke bawah.

Lamunannya buyar. Elka menoleh malas. "Punyamu? Jelas-jelas semua yang ada di sini adalah punyaku."

"Iya aku tahu, tapi kan aku sudah membuatnya dengan takaran yang pas dan rasa yang luar biasa tadi," gerutu Lian tidak mau kalah.

"Buat saja lagi yang baru."

"Rasanya pasti tidak akan sama lagi."

"Kenapa rumit sekali sih? Diamlah, suaramu mencemari udara."

"Ya, ya, ya, terserah saja, nanti pasti aku yang salah lagi akhirnya." Lian duduk bersender di sofa, agak berjauhan dari Elka, tidak mau dekat-dekat karena sudah muak mendengar protesan kasar dari pria itu. Lian menekan tombol pause dan mulai menikmati film. Tidak peduli jika Elka akan merasa terganggu nantinya, itu akan membuat pria itu segera pergi ke kamarnya.

Lost and FoundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang