Step Brother : 20

2.9K 325 77
                                    

"Kang Seulgi?"


Tak ada sahutan.


"Seulgi Noona?"


Masih sama.



"Sayang?"

Seulgi yang kini tengah mengupas apel yang Mama beli pagi tadi lantas menatap tajam pria dua puluh tiga itu kesal.

"Berisik!"

Ughh. Seram!

"Galak sekali sih. Aku sedang sakit Noona, dan ini karena menyelamatkanmu loh. Jangan lupakan itu. Jasaku itu besar sekali padamu." Jimin menatap Seulgi dengan tatapan angkuh.

"Mau kutambah lukanya." Seulgi mengangkat pisau yang ia pegang.

Melihat itu Jimin kembali bungkam. Sepertinya Kakaknya ini sedang datang bulan. Galaknya sudah mengalahi Mamanya.

"Bagaimana dengan Mama?" Seulgi tiba-tiba menatap Jimin serius.

"Mama ke kantor Papa sebentar. Katanya ingin kesini bersama Papa menjengukku." Sahutnya mencomot satu potong apel yang ada di sampingnya.

Kepala Seulgi mengangguk paham. Melanjutkan kegiatannya memotong apel.

"Ada apa?" Jimin menatap Seulgi tidak biasa.

"Apanya yang ada apa?" Sahut gadis itu pelan.

"Kau mengkhawatirkan sesuatu?" Melihat pergerakan tangan Kakaknya yang berhenti sejenak membuatnya yakin ada yang aneh dengan Seulgi.

"Noona." Suara itu menyapa halus telinga Seulgi. Membuat gadis itu mendongak menatap Adiknya ragu.

"Kau..." Sejenak Jimin menyorotkan tatapan penuh selidik.

"Tidak ada yang aku khawatirkan Jim. Sungguh." Sahutnya mengalihkan pandangan wajahnya ke bawah, menatap potongan apel yang baru saja ia letakan diatas piring.

"Bohong."

"Apanya yang bohong?" Baik Seulgi maupun Jimin menatap kearah pintu yang kini menampilkan sosok Mama dan Papa.

Seulgi menelan selivanya susah payah.Gawat.Ia harap Mama tak mencurigai apapun.

"Coba Pa cek luka Jimin. Jangan-jangan dia pura-pura sakit." Ujar Mama sembari tersenyum kecil.

Jimin terkekeh singkat. "Mama tidak percaya aku sakit?" Kali ini Jimin berpura-pura kesal.

"Tidak tuh. Kau tertimpa lemari saja kuat. Masa tertusuk benda kecil sampai koma, Bilang saja memang ingin istirahat. Dasar pemalas." Ledekan itu membuat Jimin mendengus sebal.

"Sudah Ma. Berikan dulu buburnya pada Jimin. Katamu dia belum makan." Jimin tersenyum lebar melihat Papa yang kini membelanya.

Seulgi terkekeh renyah. Mama selalu pandai membuat suasana menjadi lebih nyaman. Dan itu sangat membantu membawa kesan nyaman pada suasana apapun.

"Oh iya Seul, Mama dengar Taehyung kemarin datang kemari bersama Ibu dan Ayahmu."

Satu lagi yang membuat Seulgi kagum pada wanita itu. Dia tak masalah memanggil orangtua angkat sekaligus sahabat mereka sebagai orangtua kedua Seulgi, tanpa ada emosi sedikitpun yang terselip dalam nada suaranya.

"Kemarin Taehyung ingin melihat Jimin sebentar katanya." Seulgi bangkit dari tempat duduknya melangkah mendekat menghampiri Mama sekaligus menaruh bubur yang Mama bawa diatas nakas.

"Eiyy, Ibumu pernah cerita padaku. Taehyung itu pernah menjadi Kekasihmu?" Yang di balas anggukan ragu pada Seulgi.

Ia melirik Jimin yang kini menatapnya tajam. Seolah memintanya untuk mengganti topik yang sedang Mama bicarakan saat ini.

"Wah, Luar biasa. Taehyung itu tampan bukan Main. Mama bertemu denganya baru tiga kali tapi dia ramah sekali pada Mama. Tidak seperti Adikmu itu loh yang bisanya hanya membantah Mama." Kini Jimin mulai merasa terpojokan.

Papa hanya dapat menggeleng melihat tingkah istrinya yang tak pernah berubah. Dia memilih untuk tak menunjukkan perhatian berlebih untuk anaknya, namun jangan di tanya Nyonya Park adalah orang yang paling khawatir saat pertama kali mendengar bahwa anaknya terkena musibah akibat dari Jae yang ia ketahui sebagai teman Seulgi dulu. Bahkan, Mama menyewa Jaksa ternama untuk menghukum Jae seberat-beratnya.

"Kalau Mama Jodohkan dengan dia kau mau tidak?"

"Berisik. Aku lapar." Jimin mulai tak nyaman dengan kalimat yang terus-menerus Mama katakan. Dia menarik Bubur yang berada di atas nakas dengan kasar. Memakan bubur itu dengan malas.

Mama terkekeh sesaat."Iya-iya. Bagian mana yang masih sakit?" Mama mendekati ranjang.

"Bagaimana dengan luka tusukannya?Apa masih sakit?" Mama mengatakan itu sembari menyingkap kaus rumah sakit itu tiba-tiba.

"Loh, belum di perban?"

Seulgi ikut melihat bagaimana kondisi luka yang masih berbekas. Sedikit terkejut melihat bagaimana luka itu terlihat lebih seram dari apa yang ia bayangkan.

"Sudah. Tapi aku lepas. Perbannya menyesakkan." Sahutnya sembari menampilkan cengiran polos.

Mama menatap nyalang. Jimin memang luar biasa sekali. Dia tak menyangka bisa melahirkan anak seperti itu."Tidak mau tau, pasang kembali perbanmu. Dasar anak nakal sudah duapuluh tiga masih seperti anak usia sepuluh. Kelakuanmu itu loh. Hilangkan buruknya." Mama mulai mengeluarkan petuahnya dengan merdu.

Seulgi terkekeh singkat menatap Mama yang terlihat panik sekaligus kesal itu.

"Pa, Temani Mama memanggil suster. Meminta memasang perban pada anakmu itu." Ujarnya sebal.

Mau tak mau si Papa hanya mengangguk patuh. Mama kalau sudah dalam mode siaga seperti ini tak bisa di bantah. Bisa terjadi perang yang tak diinginkan bila hal itu terjadi, dan Papa tidak ingin membayangkan apabila hal itu memang benar terjadi.

Dalam hitungan tak lebih dari satu menit Mama sudah melenggang pergi bersama Papa yang berjalan di belakangnya.

Seulgi mendesah lega. Lalu menatap Jimin yang kini tengah balas menatapnya. Melangkah mendekat lantas memperhatikan Luka itu sembari meringis ngilu.

"Sakit sekali ya? "

Jimin menggeleng."Lebih sakit Jika mendengar Mama membahas Taehyung terus-menerus." Satu tangan Jimin menarik satu tangannya. Menggenggam erat. Mengusapnya menggunakan ibu jari yang bergerak melingkar diatas punggung tangan Seulgi.

"Taehyung itu hanya seseorang yang pernah ada di posisimu beberapa tahun lalu. Itu cerita lama. Saat ini, yang mengisi kebahagianku itu Kau. Jadi jangan pernah merasa kau tak lebih baik dari Taehyung. Kau itu lebih berharga dari apapun." Kalimat itu terucap tulus dari bibir mungil Seulgi.

Mau tak mau satu senyuman cerah terbit dari kedua sudut bibir adiknya.

"Sejak kapan kau belajar merayu, Duh jantungku berdetak kencang sekali." Tutur Jimin meletakkan tangan Kanan Seulgi diatas dadanya.

Dan terbukti, bagaimana jantung itu sungguh-sungguh berpacu abnormal membuat pipinya memerah. Dia cukup malu mengakui bahwa rasa senang tiba-tiba muncul.

Seulgi tersentak kaget saat tubuhnya masuk kedalam rangkuhan Jimin.

"Sayang sangat sayang beribu sayang untuk Noona. Balas pelukanku cepat!" Dan kini Seulgi terkekeh di balik rangkuhan itu sembari membalas rangkuhan Jimin tak kalah erat.

Mencoba melupakan sedikit waktu yang telah berlalu. Menjalani kebahagian yang kini ia rasakan. Mau bagaimanapun Jimin lebih dari apapun. Meski terkadang ikatan darah yang paling sering mengganggu fikirannya.

Untuk kali ini biarkan ia mengabaikannya.

Biarkan ia tetap bertahan pada posisi ini. Sebelum kembali pada kenyataan yang akan kembali membuatnya ragu untuk melangkah.









Tbc.

Kangen aku ga?


Wehehe, maaf baru up. Udah padet banget jadwal sekarang. Udah ga kyk dulu, lagi sibuk ngurus kerjaan yg bkin aku repot terus.

Semoga ini bisa mengobati sedikiti rasa rindu kalian.

Step Brother[SeulMin] End√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang