Akhir-akhir ini kesehatan Seulgi menurun. Jadwalnya makin padat, lembur seolah bukan hal tabu beberapa waktu belakangan ini. Sebab dia harus mengurus beberapa dokumen hasil penelitian yang sudah menggunung diatas meja. Jarang sekali mengisi perut, terkadang Jisoo marah, karena Seulgi mengabaikan makan siangnya.
Dia melempar ponselnya sembarang.
Memijit keningnya yang mulai berdenyut sakit. Sekiranya dia baik-baik saja sejak pagi karena sudah sarapan meski agak terburu-buru. Alasan utamanya juga tidak begitu ia pahami. Memang suasana hatinya beberapa waktu ini memburuk. Mungkin dia rindu rumah lamanya.
Lusa kemarin Ibu menghubungi katanya Ayah sakit. Tapi dia belum bisa pergi berkunjung, satu karena tugasnya masih banyak yang belum rampung dan yang kedua dia belum izin pada Mama dan Papa. Mengingat mereka juga perlu tahu kalau dia ingin berkunjung menemui orangtua angkatnya dulu. Mungkin karena itu, Seulgi jadi pusing. Tak enak hati pada kubu pertama dan kedua.
Takut Mama tersinggung jika dia mengunjungi orangtua lamanya.
Ada-ada saja memang yang Seulgi cemaskan. Padahal jika dia berkata jujur mungkin semua baik-baik saja. Otaknya sedang tidak bisa berpikir Positif. Permasalahannya bukan hanya itu.
Satu lagi.
Dan dia ragu untuk menceritakan hal ini kepada siapapun.
Dia belum Menstruasi. Dan sudah sampai tiga belas hari lewat dari tanggal yang seharusnya.
Dia mulai gelisah.
Rasa takut terlalu dominan. Sedikit ragu dan juga setengah tidak percaya dengan spekulasi yang kini sedang mencokol kewarasan seorang Kang Seulgi. Tapi memang itu adanya. Ia melirik jam yang bertengger cantik di pergelangan tangan kurusnya.
Pukul sebelas lewat tiga puluh.Sebentar lagi waktunya makan siang.
Maka dengan keraguan yang kian menjadi-jadi dia memilih menghampiri Jisoo yang kini tengah menyipitkan matanya menatap layar persegi berukuran besar sembari jemarinya bergerak lincah kesana-kemari. Tangan gadis itu membetulkan letak kacamata yang sudah hampir turun.
"Soo..."
Gadis itu berdehem singkat. Matanya masih mencoba fokus.
"Kau bawa mobil? Aku pinjam sebentar. Ingin membeli vitamin." Akhirnya gadis berparah cantik itu menoleh.
"Tidak ingin kuantar?" Buru-buru Seulgi menggeleng.
Tak ingin membuat gadis sibuk itu merasa kerepotan karena keinginannya.
"Tidak perlu. Hanya sebentar." Jisoo mengangguk lantas memberikan kunci itu di atas telapak tangan Seulgi.
"Hati-hati."
Memilih tak menjawab Seulgi beranjak pergi dari kantornya. Berlari kecil menyusuri parkiran, mencari mobil berwarna toska yang biasa Jisoo bawa setiap hari. Dalam sekali lihat mobil itu sudah tertangkap dalam tatapannya. Barisan pertama diujung kanan.
Ia membuka pintu mobil. Lantas menghela napas kasar.
Dalam hitungan tak lebih sampai lima menit Seulgi sudah melesat membawa mobil itu membelah jalanan ramai Seoul di siang hari. Ia menggiggit bibir bawahnya ragu. Jari-jarinya yang ia gunakan untuk memutar setir bergerak tak nyaman.
Hingga tempat yang Seulgi tuju kini sudah ada di depan matanya.
Toko obat kecil.
Dia beranjak keluar. Masuk kedalam toko obat itu, kakinya melangkah mencari vitamin yang memang menjadi tujuan awal. Begitu menatap kotak berukuran kecil yang ia cari Seulgi menariknya pelan. Berjalan kearah penjaga kasir.
![](https://img.wattpad.com/cover/150892262-288-k625666.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother[SeulMin] End√
FanfictionDi usianya yang kedua puluh lima, Seulgi mendapati fakta rumit yang berada di luar perkiraanya. Semua tak sejalan dengan apa yang ia inginkan. Tak terkendali. Konsep hidupnya mendadak berubah. Park Jimin tak pernah sedikitpun ada dalam konsep hidup...