Step Brother : 24

2.6K 227 55
                                    

Sinar matahari yang sekiranya sudah muncul perlahan-lahan membuat wanita yang masih betah pada selimutnya itu mengerjap. Dahinya mengerut tak nyaman. Satu tangannya bergerak mengusap surai yang menghalangi pandangan matanya. Namun tak selang beberapa detik. Matanya terbuka lebar.

Ia melirik seseorang yang menghembuskan nafas teratur di samping perpotongan lehernya. Pria itu masih bertelanjang dada.

Shit!

Apa yang dia lakukan semalam?

Seulgi mengacak surainya frustrasi. Sekelebat bayangan-bayangan yang terjadi semalam membuatnya bungkam. Dia malu. Satu sisi dia masih memikirkan keputusannya yang di nilai cukup serampangan. Disisi lain dia menikmati semuanya.

Jarang sekali dia bersifat labil begini.

Oh Tuhan. Mau di taruh dimana muka Seulgi nanti saat Jimin bangun?

Apa dia pulang lebih dahulu? Gadis itu buru-buru menggeleng. Dia tahu sekali Jimin akan berbuat apa jika dia bangun nanti Seulgi tak di sampingnya.

Dia berniat bangkit dari ranjang besar ini. Tapi, begitu dia sadar ada tangan yang melingkari pinggangnya Seulgi menegang kaku. Ia kembali melirik pria yang masih terlihat pulas dalam tidurnya saat ini. Sejujurnya wajar jika pria itu kurang tidur. Kejadian semalam berlangsung cukup lama. Seulgi pikir Jimin akan segera melepaskan begitu saja saat ia sudah lelah.

Tapi pria itu Gila. Sinting dan tidak tahu waktu.

Mungkin empat atau lima kali Jimin baru berhenti menguasai tubuhnya. Ia ingat jelas bagaimana menarik napas saja terasa sulit. Pria itu seolah tak mengizinkan Seulgi untuk buru-buru mengunjungi alam mimpi. Ia melepas pelukan itu perlahan-lahan. Sejenak ia meringis sakit. Pinggangnya mati rasa.

Seulgi bersumpah akan memukul pria itu saat bangun nanti!

Satu kakinya perlahan turun di susul sebelahnya. Ia kembali meringis. Untuk berdiri saja luar biasa sulit, seluruh tubuhnya nyeri belum lagi yang di bawah sana. Pria itu benar-benar luar biasa dalam hal menyiksa.

Begitu kakinya berpijak di lantai ia melangkah pelan. Satu langkah, dua langkah. Hingga langkah ketiga semua masih normal tapi begitu langkah keempat tubuhnya ambruk. Ia meringis sakit. Entah suasananya yang buruk atau kekesalan Seulgi pada Jimin perlahan satu tetes air mata jatuh di pipinya.

Disusul dengan tangisan yang lumayan nyaring.

"Noona!" Pria yang baru saja membuka mata karena kaget itu perlahan beranjak turun dari kasur.

Wajahnya panik. Makin panik lagi begitu melihat Seulgi menangis di lantai. Gadis itu hanya menggunakan kemeja kebesaran yang ia gunakan semalam. Buru-buru ia mengangkat tubuh mungilnya keatas ranjang.

"Kenapa?" ia ikut duduk berhadapan dengan wanita yang kini masih sesenggukan.

Tangan besarnya menyingkap surai yang menutupi wajah Kakaknya ke belakang telinga gadis itu. Ia mengusap lembut punggung Seulgi mencoba menenangkan.

"Kenapa menangis?" Sekali lagi Jimin bertanya.

Perlahan wajah gadis itu mendongak menatap iris matanya. Bibir yang agak membengkak itu masih bergetar, Jika tidak ingat gadis itu masih menangis mungkin Jimin sudah melahap bibir itu tanpa izin.

Perlahan Seulgi menggeleng. Tak memberikan jawaban pasti.

Jimin menerka-nerka."Apa Noona menyesal?" Ia menarik napas lega begitu gadis itu kembali menggeleng.

"Lalu?" Ia menangkup wajah mungil itu mencoba memastikan.

"S-sakit." Begitu mendengar satu kata yang keluar dari bibir cantik Kakaknya wajahnya berubah panik.

Step Brother[SeulMin] End√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang