Sudah terhitung pernikahan mereka sudah berjalan hampir tujuh bulan. Semua mengalir dengan baik, mereka saling melengkapi satu sama lain. Tak pernah sekalipun Jimin menyesal telah menikahi Kang Seulgi. Gadis itu luar biasa. Membuat dia menjadi lelaki yang betul-betul berlutut pada sebuah kosa kata yang dinamakan Cinta.
Ada kebanggaan tersendiri saat bisa membuat Seulgi tersenyum dan merasakan kasih sayang setulus mungkin yang ia berikan.
Semuanya dalam hal material apapun yang wanita itu minta akan Jimin turuti. Tapi, mau seberapa besar dia memanjakan Istrinya. Seulgi tetaplah Seulgi. Tidak pernah menerima hal yang Jimin berikan kecuali jika dia benar-benar butuh.
Jadi kurang beruntung apa dia bisa memiliki gadis sesempurna itu?
Kecuali satu.
"Park Jimin, Kan sudah kukatakan untuk tidak tidur sebelum melepas sepatu? Apa-apaan itu? Tas kerjamu jangan di taruh di lantai. Aku baru membersihkan itu semua!"
Semenjak hamil usia empat bulan emosi gadis yang pernah menyandang status sebagai Kakaknya itu mudah berubah-ubah. Terkadang manja, lembut, lalu beberapa menit kemudian kembali marah-marah. Tapi di banding manisnya lebih sering galaknya.
Kepalanya pening dia baru pulang dari kantor pukul sebelas malam. Namun pulang-pulang sudah kena semprot petuah-petuah manis dari Istrinya.Namun, mau bagaimanapun Jimin tetap sayang.
Ia buru-buru bangkit. Mengambil tas dan juga kembali menuju tempat sepatu. Bibirnya mengerucut. Pandangan Seulgi masih mengawasi.
"Akh..."
Suara rintihan kecil itu membuat Jimin buru-buru kembali menghampiri Seulgi. Gadis itu tengah memegangi perutnya yang sudah besar. Kira-kira usia kandungannya sekarang sudah masuk ke angka tujuh. Jadi mau tak mau Jimin harus jadi suami yang siap siaga.
"Noona mana yang sakit."
Ah, satu lagi. Jimin belum menjelaskan. Meski mereka sudah menikah Jimin tak pernah menghilangkan embel-embel Noona. Panggilan itu sudah sangat melekat pada Jimin untuk gadis Kang itu. Seperti panggilan sayang.
"Sakit Jim." Kening Seulgi mengerut seperti tengah menahan perih.
Tak perlu banyak berpikir. Jimin mengangkat tubuh Istrinya yang jauh lebih besar dari sebelumnya kedalam gendongan. Dengan lembut ia mengecup kening pucat yang terlihat letih. Seulgi terlihat kurang sehat Jimin sudah kelewat cemas.
"Noona mau aku panggil dokter?"
Gelengan lemah menjadi jawaban. Wajah Seulgi terlihat kuyu, tak seperti biasanya. Bahkan melihat keadaannya saat ini Jimin tidak tega sama sekali. Pelan-pelan jarinya menyapu surai hitam itu kesamping telinganya. Tangan kirinya mengusap lembut perut besar Seulgi penuh kehati-hatian.
"Kan sudah aku bilang, Jangan terlalu sering bergerak. Aku tanya, Siang tadi pergi kemana?" Mata Jimin menyorot serius memandangi Seulgi agak tajam.
Sebetulnya Jimin bukanlah suami yang akan mengekang segala ruang gerak wanitanya, tetapi jika untuk kesehatan Sang Istri dia harus melakukan itu. Seulgi terkadang kelewat tidak menurut padahal itu jelas-jelas untuk kesehatannya.
Dia bisa tahu Sang istri siang tadi pergi karena Taehyung bilang tidak sengaja bertemu Seulgi dekat toko buku, entah apa yang dia lakukan. Tapi tentu saja itu membuat Jimin gusar. Wanita itu sering lupa kalau dia kini membawa satu nyawa lagi dalam tubuhnya, salah-salah sedikit malamnya wanita itu akan menangis karena perutnya sakit. Bisa jadi karena siangnya terlalu banyak beraktivitas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Step Brother[SeulMin] End√
FanfictionDi usianya yang kedua puluh lima, Seulgi mendapati fakta rumit yang berada di luar perkiraanya. Semua tak sejalan dengan apa yang ia inginkan. Tak terkendali. Konsep hidupnya mendadak berubah. Park Jimin tak pernah sedikitpun ada dalam konsep hidup...