Step Brother : 23 [M]

4.7K 248 65
                                    


Mature Content!

Mohon bijak dalam membaca.

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.


"Jadi, Mari kita menikah?"

Jantung Seulgi mencolos, Dia menatap setengah tak percaya. Bibirnya membeku, Iris mata yang kini masih menatapnya lekat-lekat itu,memperhatikan dengan jelas bagaimana perubahan spesifik wajah Kakaknya. Gadis itu bangkit. Matanya kembali melirik perhiasan yang Kini mengisi jari manisnya.

"A-apa maksudmu?" Suaranya tertahan.

Satu alis menukik naik. "Kenapa? Kau terkejut?" Kembali menarik tangan itu untuk di genggam."Tentu saja Noona mengerti jelas apa yang aku katakan." Buru-buru gadis itu menggeleng. Di lepasnya pergelangan tangan sang adik. Mata pria itu ikut terkejut begitu cincin kembali mendarat di telapak tangannya.

"Noona apa yang kau pikirkan?"

Kepala Seulgi menggeleng,sorot matanya kosong."Tidak, Harusnya aku yang mengatakan itu. Apa yang kau pikirkan Park Jimin? Kau sadar betul kalimat apa yang kau katakan saat ini?" Langkah kaki mendekat maju.

Tepat.

Dugaannya ternyata tak meleset. Seulgi jelas meragukan kepercayaannya saat ini. Di tilik dari sudut manapun saat ini wanita itu berusaha meyakinkan Jimin pada kalimat yang pria itu ambil. Mengatakan dalam tatapan sendu bahwa ia sudah melewati batas yang sesungguhnya.

Diantara banyak hal yang Jimin tangkap sikap tertata Seulgilah yang membuatnya agak kesal. Dia seolah sudah menerapkan hal mana sajakah yang menjadi batasan,mana yang boleh ia jalani dan mana yang harus di hindari. Namun, Hal itu tidak berlaku pada pendirian kokoh seorang Park Jimin yang sejak awal sudah melewati batasan itu tanpa ragu.

Meyakinkan gadis berpendirian tegas itu memang agak sulit. Ia mencekal erat pergelangan tangan kurus itu tanpa ada kelembutan. Di tariknya paksa tanpa mengindahkan suara kesakitan Seulgi yang kini mengisi rungunya. Mencari kepercayaan memang sulit. Tapi jika itu akan menempuhnya pada kebahagiaannya apa itu salah? Jimin sedang berusaha. Berusaha percaya bahwa dia akan memiliki Seulgi tanpa ada kata 'tapi'.

"Berhenti disini dan lepaskan tanganmu Jimin." Berusaha keras menarik cekalan itu agar terlepas.

Tapi tenaga pria dua puluh tiga tahun itu memang tidak bisa diremehkan. Telinganya seolah tuli, Jimin menyeretnya tanpa ampun.

Seulgi meringis. Pulupuk matanya mulai basah. Setelah hampir berbulan-bulan melihat secara nyata bagaimana sikap pria itu yang mulai membaik dari waktu ke waktu seolah menyedot paksa ingatan Seulgi pada kenyataan, Bagaiman karakter awal Jimin yang memang agak buruk dalam bertindak.

Entah sudah seberapa Jauh pria itu menariknya hingga kini dia sudah berada di dalam lobby hotel tempatnya menyewa penginapan satu malam ini. Beberapa gelintir orang yang hilir mudik kesana kemari menatap mereka berdua layaknya kedua pasangan kekasih yang baru saja mendapatkan musibah. Sorot penuh rasa ingin tahu itu mengganggu Seulgi. Pria itu masih menariknya tanpa peduli keadaan sekitar.

Begitu mereka sampai di dalam lift,pria itu melepas cekalan tangannya.Sorot matanya menjadi lebih dingin, rahangnya mengeras seolah menahan kekesalan tertahan.

"Dengar Jim, Aku tidak bermaksud menyakitimu sama sekali. Sejak awal memang salah jika aku masih mempertahankan semua ini."

Layaknya angin lalu yang pergi begitu saja. Jimin tak menatapnya sedikitpun. Dia seolah mengabaikan banyak hal yang akan Seulgi katakan.

Step Brother[SeulMin] End√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang