Step Brother : 30

1.4K 211 119
                                    

"Aku tidak baik-baik saja tanpamu."

Hening sesaat. Seulgi sudah tidak ingin menangis lagi, wajahnya kuyu nampak lelah dan juga pucat. Akan tetapi suara yang mengalun indah masuk ke indra pendengarannya membuat rasa sedih itu lenyap. Ia menarik senyuman kecil, mengusap air matanya.

"Jimin..."

"Iya Noona, aku disini."

"Kau sudah makan?" Suara Seulgi masih parau.

Matanya melebar kala suara sang adik mengecil. Berganti dengan suara napas tak teratur yang membawa rasa lirih dari lawan bicaranya. Jimin terkekeh kecil, tak menampik bahwa itu palsu. Seulgi tahu pasti. Adiknya berusaha untuk tak membuat Seulgi makin terpuruk.

"Belum. Tapi nanti aku akan makan. Asal Noona janji, kau juga harus makan. Jangan sampai tidak. Kau membawa anak kita disana, Tidak boleh sampai sakit." Permintaan itu terasa menyakitkan.

Air mata yang sudah susah payah ia tahan menetes. Pertahananya makin runtuh, Sakit sekali dadanya. Bernapas pun sangat sulit saat ini.

"Bagaimana Papa dan Mama? Mereka sudah lebih baik?" Dia bertanya, meski bisa menebak kalimat apa yang akan Jimin katakan.

"Benci sekali melihatku. Mungkin tidak sudi bertemu denganku."Sahutnya terdengar pahit.

Kebencian Mama dan Papa saat ini sedang meradang. Berat sekali untuk memperjuangkan, untuk mencari titik terang rasanya kosong. Hanya kegelapan yang mampu melingkupi. Harapan seolah berada pada titik terendah. Bukan kebohongan bahwa hal yang akan terjadi bisa tidak sesuai keinginan mereka.

"Menangis lagi?"

Padahal suaranya sudah susah payah ia redam. Tapi daya kepekaan Park Jimin teramat kuat, dia seolah tahu meski tak bertatap muka.

"Tidak." Sahutnya sembari menggigit bibir bawahnya keras. Namun suara isakan kecil terdengar Seulgi menggeleng, tangannya terangkat mengusap kasar pipinya."Maaf aku bohong." Lirihnya tak mampu lagi menahan.

"Aku tahu..." Napas Pria itu terdengar putus-putus. Namun suaranya masih bertahan, mencoba tetap kuat.

"Noona dengar ini baik-baik." Ada jeda yang cukup panjang. Kemudian pria itu menghela napas ringan.

"----Jika banyak hal buruk terjadi setelah ini, kuatlah. Jika aku gagal, Tunggulah. Dan Jika aku kembali gagal, Maaf aku mengecewakanmu lagi. Kau bisa tinggalkan aku disini..."



"Jimin apa mak---" Kalimatnya terpotong.



"Sejak awal bertemu denganmu, Aku bahagia. Sangat malah. Terkadang hariku yang tak menyenangkan menjadi lebih berarti. Rasa tawar dan pahitnya hidup sudah kurangkuh sejak jauh-jauh hari. Tapi kemudian berubah, Kau datang membawa setitik rasa dan juga warna. Hidupku jadi lebih menyenangkan."





Seulgi tahu. Segala hal yang dikatakan memang terkesan apaadanya tak ada kebohongan yang berusaha di tutup-tutupi. Lelaki itu ingin terbuka untuk membuatnya lebih baik, ingin Seulgi bangkit dari keterpurukan yang mungkin akan membuat ia benar-benar jatuh.

"Terimakasih kau sudah mau jadi Kakak dari adik brengsek sepertiku." Terdengar kekehan getir.






Kenapa?







Seulgi mulai bertanya-tanya. Mengapa Tuhan sebegitu benci pada dirinya hingga membuat hal seperti ini terjadi? Apa ini ujian? Atau kutukan?

Tapi Seulgi bahagia saat menghabiskan waktunya untuk Jimin. Pria itu sudah sangat mendominasi seluruh kerja jantung, hati, dan otaknya. Terkadang memang dia sering berbohong pada perasaannya sendiri, tapi tak menampik bahwa dia bahagia teramat sangat saat bersama pria itu.

Step Brother[SeulMin] End√Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang