двадцать пятый

5.8K 800 96
                                    

Mark menyesal?

Sedikit, mungkin. Tapi, sudahlah! Toh memang sejak awal bukankah ia seharusnya tidak menikah dengan Haechan? Ia saja yang terlalu bodoh dengan janji masa kecilnya untuk menikahi sahabat masa kecilnya itu. Lagi pula bagaimana hasilnya? Pria manis itu sama sekali tidak peduli, bahkan saat Mark bilang ia adalah Minhyung kecil tersebut. Yang perlu ia lakukan saat ini adalah melupakan Haechan.

Dan disinilah dia, kembali ke rumah megahnya di kota Seoul. Terimakasih pada Jeno yang mau berbaik hati membantu Mark mengurusi dokumen perceraian yang merepotkan itu. Mark tidak mau menghadiri satu sidangpun, intinya, ia hanya ingin semua urusan perceraiannya berjalan cepat.

Lebih cepat, tentu lebih baik, kan?

Mommy Tae lah orang pertama yang Mark temui saat masuk ke dalam rumah. Pria cantik itu tersenyun tipis saat memeluk tubuh sang anak. Tahu betul, bagaimana terluka hati anak sulungnya. Jeno sebagai juru bicara Mark menjelaskan semuanya. Keputusan sang kakak sudah bulat. Jika itu memang yang diinginkan Haechan, maka ia akan mengabulkannya.

"Mommy" pria Jung itu menggigit bibir bawahnya begitu sang ibu memeluknya erat. "Apa yang Minhyung lakukan sudah benar?" Tanyanya. "Ini perih sekali, Mommy."

Taeyong menghela nafasnya pelan. Jujur saja, ia juga sangat kecewa pada calon mantan menantunya. Tidak pernah ia kira Haechan akan begitu tega mengatakan seperti itu tentang ia dan suaminya. Ingat, bukan? Dulu ia dan Jaehyun begitu menyukai si anai manis Seo yang menggemaskan. Sudah mengganggap si kulit tan seperti anak sendiri.

"Minhyung" Taeyong berkata pelan. Diusapnya pelan pundak si anak sulung. Wajar, sangat wajar ketika anak sulungnya menangis. Semua ini tentu sangat berat untuknya. "Putra sulung Mommy pantas mendapatkan pasangan yang lebih baik."

"Kau berhak bahagia, sayang." Ini suara Jaehyun. Sepasang Mommy-anak yang tadi saling berpelukan menoleh, mendapati Daddy Jung berdidi di depan kamar putra sulungnya. "Daddy tau, ada orang lain yang jauh lebih baik untuk menjadi pendamping hidupmu."

Jaehyun mungkin dingin diluar, tapi sungguh! pria ini sangat hangat dan begitu menyayangi keluarganya. Melihat bagaimana awut-awutannya wajah sang anak karena kesedihan mendalam membuat hati Jaehyun memanas. Sudah tidak sabar untuk membalas semua perlakuan orang yang menyebabkan putra sulungnya 'sakit' seperti ini.

"Aku berusaha untuk kuat, Mom-Dad." Kata Mark. Sebisa mungkin menahan diri untuk tidak mengeluarkan air matanya yang sudah sejak hari itu ia tahan. "Disini perih." Ia tersenyum getir sembari meremas dada bagian kirinya.

Jaehyun merengkuh pundak putra sulungnya. Menepuk pundaknya pelan. Ia bisa merasakan bagaimana hancurnya Mark saat ini.

"Dad-Mom" Mark berkata pelan. Dilepasnya pelukan kedua orang tuanya. Matanya menatap lekat manik Taeyong dan Jaehyun dengan penuh keseriusan. "Aku sudah lama tidak berkunjung ke makam Grandma  dan Grandpa. Apa aku boleh kembali ke Canada dan tinggal disana untuk sementara waktu?"

**

"Kau tau? Aku sebenarnya merasa sangat tidak enak pada Hyung." Pria manis itu berkata dengan lirih saat menyenderkan punggung telanjangnya pada dada bidang pria tampan yang bermata minimalis. Jung  Jeno menempelkan dagunya pada punggung telanjang kekasihnya. Mereka baru beristirahat setelah satu ronde panas yang mereka lewati. "Seharusnya aku diam saja. Maafkan aku, Jeno."

"Apa itu yang sedari tadi mengganggu pikiranmu, sayang?" Tanya Jeno sebelum memberi kecupan-kecupan ringan pada punggung Jaemin yang terekspos. "Selama kegiatan kita tadi, kau terlihat tidak seperti biasanya. Aku jadi bertanya-tanya apa yang dipikirkan oleh kekasih manisku saat kita bercinta."

Tsk! Jaemin berdecak kesal dan menyikut perut kekasihnya pelan. Membuat si bungsu Jung mengaduh karena tindakan barbar kekasihnya yang tengah malu karena perkataannya tadi.

"Aku hanya memperingatkan Haechan saja, Jeno. Harusnya dia sadar jika Mark Hyung itu miliknya. Harusnya, yang diotak pria hitam itu Mark Hyung, bukan pria lain yang sudah meniduri sahabat kita." Ucap Jaemin lirih. Ia berbalik, menutup wajahnya pada dada bidang kekasihnya. Peradaan bersalah kembali menyelimuti pemuda Na bersurai merah jambu tersebut. Ia ikut ambil andil dalam perpisahan Mark dan Haechan. Meskipun, ia akui ia merasa sedikit lega karena Hyungnya tidak lagi disakiti oleh si Seo itu. Tapi tetap saja, melihat binar kepedihan yang mendalam pada mata pria Jung sulung itu membuat hatinya teriris.

Calon kakak iparnya begitu mencintai Seo Haechan dengan tulus. Begitu tulus hingga rela mengorbankan apa saja demi kebahagiaan pria bodoh yang tidak tahu diri itu. Tapi si bodoh itu dengan sukarela dan senang hati menyia-nyiakan cinta Hyungnya, demi pria lain yang mungkin akan menjadi seorang ayah sebentar lagi.

"Hyung begitu mencintai Haechan, sayang." Kata Jaemin lirih. "Aku tidak tega melihat Hyung terluka seperti itu karena si Seo."

Jaemin benar. Bahkan Jeno selaku adik kandung Mark, bisa merasakan bagaimana terlukanya hati sang kakak. Bagaimana wajah yang tampak awut-awutan itu, dengan warna kulit yang memerah seutuhnya. Mata Mark sembab. Tuhan tahu, bagaimana kerasnya pemuda Jung itu menahan diri untuk tidak menangis, menutupi luka besar pada hatinya.

"Mom bercerita padaku di telepon. Mommy bilang, Hyung akan menetap di rumah Grandma dan Grandpa sementara waktu." Kata Jaemin lirih.

"Aku juga sedih mendengar kabar itu, sayang." Balas Jeno. "Dulu Hyung begitu tidak sabar kembali ke Seoul agar bisa bertemu dengan kekasihnya. Sekarang, ia malah meminta untuk kembali." Sambungnya.

"Kau sendiri tahu, sayang. Semenjak meninggalnya Grandma dan Grandpa, rumah mereka begitu sepi. Aku khawatir Hyung kembali ke masa sulitnya waktu itu. Hyung tidak akan mau ditemani oleh siapapun ketika kembali ke rumah Grandma dan Grandpa. Hyung kesepian."

Cup!

Jeno mencium kening kekasihnya dengan lembut. Hatinya begitu hangat. Bukankah kekasihnya begitu manis? Jeno bersyukur karena orang yang dijodohkan untuknya begitu baik dan pengertian seperti Na Jaemin. Terlebih, pria manis Na itu juga balas mencintainya. Setidaknya, jalan cerita cintanya jauh kebih sederhana dari pada yang kakaknya alami.

"Sayang"

Jaemin mendongakkan kepalanya. Menatap Jeno yang tersenyum lembut kearahnya.

Cup!

Kali ini sebuah kecupan kecil di bibir. Wajah Jaemin seketika memerah. Ini bukan ciuman pertamanya. Atau kali pertama mereka bercinta. Terasa begitu ajaib, karena entah ini merupakan ciuman atau sesi mereka yang ke berapa, Jaemin selalu merona hebat tiap kali bibir itu bertemu dengan bibirnya.

"Terimakasih." Ucap Jeno lembut.

Jaemin memiringkan kepalanya. "Untuk?"

Jeno mendekap erat tubuh polos Jaemin. "Terimakasih karena sudah mengkhawatirkan Hyungku. Terimakasih karena mau menerimaku. Terima kasih karena menjadi pasangan terbaik untukku." Katanya. Dikecupnya kembali bibir merah muda milik Jaemin. "Aku mencintaimu."

"Aku juga mencintaimu, Jeno." Jaemin terkekeh pelan. Jaemin? Ia sangat mencintai pria dihadapannya. Ia sangat mencintai Jeno lebih dari apapun di dunia. Ia bersyukur, cinta pertamanya adalah kisah cinta terhebat yang pernah ia alami.

"Na." Jeno berbisik pelan. Kedua tangan berdosa itu sudah mulai kembali menjelajahi tubuh polos Jaemin. Membuat si empunya mendesah pelan saat Jeno mulai merabanya kembali. "Ngomong-ngomong, Mommy dan Daddy sudah tidak sabar menimang cucu pertamanya."

Tbc

**


Selamat membaca^^

HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang