"Oh iya! Aku baru tahu jika Hyung menitipkan sesuatu untukmu. Apa kau sudah membukanya?" Pria manis bermarga Na itu bertanya pada Haechan di hadapannya. Hari ini keduanya tidak sengaja bertemu di salah satu cafe.
Kalian mungkin bertanya-tanya tentang keadaan pria manis tersebut. Haechan sudah diizinkan keluar dari rumah sakit beberapa hari yang lalu. Keadaannya perlahan berangsur membaik. Hubungannya dengan orang-orang yang dulu begitu ia musuhi juga perlahan membaik. Terutama dengan kedua orang tuanya dan pria manis bermarga Na yang tengah menyesap jus di hadapannya. Seiring berjalannya waktu, Haechan memutuskan untuk membuang jauh-jauh rasa egoisnya dan memutuskan untuk meminta maaf pada ketiganya. Kedua orang tua dan Jaemin ada benarnya saat itu. Ia tidak seharusnya menyalahkan seseorang yang berusaha menyadarkannys saat ia tersesat dalam satu masa kebodohannya.
Pria manis itu tersenyum kikuk saat Jaemin bertanya apakah ia sudah membuka amplop tersebut. Ia belum membukanya. Mungkin tidak akan membukanya dalam waktu dekat ini. Alasannya cukup simple, ia masih belum siap untuk melihat isi amplop tersebut.
Mark itu orang yang sangat total dalam segala hal. Sebut saja Haechan pernah tersanjung beberapa kali karena totalitas pria itu saat menyiapkan segala keperluan Haechan selama mereka di Paju. Ia bisa menebak jika sesuatu yang 'luar biasa' telah disiapkan oleh mantan suaminya di dalam amplop tersebut.
Sebut saja kebun bunga matahari yang Mark tunjukkan waktu itu. Belakangan Haechan tahu jika kebun itu memang sengaja disiapkan Mark disebelah kamar mereka khusus untuk Haechan. Alasannya? Agar saat pria manis itu menengok keluar balkon, hamparan kebun bunga berkelopak kuning itu yang menyapa mata Haechan pertama kali. Jung Minhyung a.k.a Mark Jung tahu betul bagaimana si pria manis begitu menyukai bunga matahari.
Mengingat semua kemungkinan yang mungkin disiapkan Mark dalam amplop tersebut membuat Haechan malu. Ia rasa, ia tidak cukup pantas menerima semua kebaikan mantan suaminya tersebut.
"Aku belum membukanya, Jaemin-ah." Jawabnya singkat. Jemarinya mengaduk-aduk jus buah yang tadi ia pesan. Sebentuk perasaan bersalah itu kembali menyelimuti hatinya. "Aku belum siap melihat isi amplop tersebut."
Jaemin menghela nafasnya pelan. Ia tidak bisa menyalahkan Haechan atau memaksanya untuk segera membuka amplop tersebut. Haechan belum siap. Pria manis itu masih dibayang-bayangi perasaan bersalahnya pada keluarga Jung. Terutama pada Mark. Membuka amplop dari Mark sama dengan mengungkit masalah mereka kembali.
Sedikit banyak, pria Na ini merasa kasihan pada Haechan. Katakan saja semua ini karena kebodohannya waktu itu memilih Yukhei meskipun sudah diperingati sedemikian rupa. Hati pria manis itu sudah terlanjur percaya jika Yukhei benar-benar akan menikahinya begitu Haechan dan Mark bercerai. Kenyataan berkata tidak kan? Jaemin pernah memperingati Haechan dan memberitahu kebenarannya saat itu. Sayang pria manis itu terlalu berkepala batu dan tidak mempercayainya. Ia malah menyalahkan Mark sebagai biang dari semuanya, dan menuntut cerai pria Jung yang begitu mencintainya itu.
"Na, kau melamun ya?" Suara Haechan mengaburkan pikiran-pikiran si pria Na. Haechan mengerutkan alis dalam. "Kau sedang memikirkan apa? Setahuku, ibu hamil tidak boleh banyak pikiran."
Jaemin terkekeh pelan sembari mengusap perutnya yang mulai membulat. "Tidak ada. Aku hanya memikirkan Mark Hyung. Mungkin anakku sedang merindukan pamannya. Aku dan Jeno sudah lumayan lama tidak mengunjungi Hyung."
Bukannya Jaemin tidak menghargai perasaan Haechan disini, tapi dia memang tidak mau berbohong. Dia sedang mengandung anaknya dengan Jeno, ingat? Ia tidak mau anaknya suka berbohong jika ia berbicara bohong saat ia hamil.
Terselip perasaan bersalah saat Jaemin melihat perubahan ekspresi di wajah Seo Haechan. Uh... Harusnya ia tidak sejujur itu juga. Haechan pasti teringat kembali atau mungkin kalimat Jaemin tadi tidak sengaja menyinggung si pria Seo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband
Fiksi Penggemar"Mau ditaruh dimana wajahku? Yang benar saja aku harus sudi menikah dengan pria sepertimu!" "Suatu saat kau pasti akan mencintaiku."