Aku double in deh :)
Lega.
Atau mungkin, tidak?
Entahlah! Mari abaikan sudut terkecil dari hati pria manis tersebut. Izinkan ia menikmati euphoria dimana ia kini terbebas dari marga yang pernah ia sandang dan benci itu;
Jung.
Ia bukan lagi bagian dari keluarga tersebut. Ia sudah bebas. Bebas dari marga menyebalkan tersebut. Bebas dari pria cacat berkursi roda tersebut. Intinya dia bebas. Dia bebas melakukan apapun yang ingin ia lakukan.
Termasuk salah satunya, mewujudkan impian terbesarnya. Menikah dengan sang pujaan hati, Wong Yukhei!
Sudahlah, ia juga tidak peduli jika Appa dan Eomma akan berbusa mulutnya karena melarang. Tidak ada yang bisa melarangnya. Ini sudah keputusannya. Toh, tuan hakim yang terhormat sudah memutuskan jika keduanya bukan lagi sepasang suami istri dimata tuhan dan negara. Ia benar-benar bebas sekarang.
"Seo" pria manis itu menoleh dengan malas pada pria sipit dihadapannya. Dengar, ia rasa sudah tidak ada urusannya lagi dengan keluarga Jung. Jadi, saat Jung bungsu itu menghampirinya, ia benar-brnar merasa malas untuk meladeni ocehan pria sipit tersebut.
"Apa?" Seo Haechan menjawab dengan ketus. Sungguh! Andaikata Jeno tidak ingat jika pria angkuh dihadapannya ini adalah orang yang dicintai oleh Hyungnya, ia tidak akan segan untuk memakinya saat itu juga. Mengingat prinsipnya untuk tidak memaki wanita, orang tua, anak-anak, dan pria manis juga menahannya. Padahal, sedari tadi bibirnya sudah sangat gatal untuk menghujat si Seo dihadapannya ini. "Aku tidak punya banyak waktu."
Bola mata milik pria Jung itu berotasi sebal mendengar kalimat Haechan. Apa disini ia mengira hanya dirinya yang tidak punya banyak waktu? Apa Haechan tidak tau bagaimana sibuknya Jeno dan masih rela menyempatkan diri membantu sang kakak mengurus perceraiannya agar cepat? Ia juga malas untuk menghampiri Seo Haechan andaikata kakaknya tidak berpesan seperti itu di hari terakhir persidangan mereka.
"Aku juga sibuk asal kau tahu." Balas Jung Jeno tak kalah pedas. "Kau pikir aku mau bertemu denganmu yang menghancurkan hati kakakku?"
Tsk! Itu lagi! Rutuk si manis Haechsn dalam hati. Ia sudah begitu bosan dengan ucapan Jeno yang menurutnya akan selalu mengungkit bagaimana Haechan menghancurkan hati pria berkursi roda tersebut.
Padahal, menurutnya itu bukan seratus persen kesalahannya. Salah Mark saat itu yang menawarkan diri untuk dihancurkan. Bukankah pria itu sudah tahu jika Haechan memiliki pria lain di hati? Lalu kenapa repot-repot mempertahankan pernikahan ketika pernikahan tersebut sama sekali tidak berlandaskan cinta oleh kedua pihak?
Sudahlah, lupakan! Haechan sangat malas membahas pernikahan bodohnya dengan pria Jung tersebut.
Jeno mengambil sesuatu dari balik sakunya. Sebuah surat, mungkin? Dengan amplop putih yang membungkus surat tersebut.
"Hyung memintaku untuk menyampaikan ini padamu." Katanya pelan. "Ia harap, kau mau menerimanya."
Haechan berdecak malas. 'buang-buang waktuku saja!' begitu gumamnya dalam hati. Haechan bsru hendak meninggalkan Jeno saat pria Jung itu menahannya. Memindahkan selembar surat itu dari tangannya pada Haechan.
"Hei!!" Haechan memekik kesal. Pasalnya, pria Jung itu benar-benar menahannya. Memaksa si Seo untuk menerima surat bodoh tersebut. "Apa-apaan ini?"
Jeno menghela nafasnya kasar. Kalian tahu, cukup membuat frustasi sikap mantan kakak iparnya satu ini. Jeno ingin segera pergi, tapi dia tidak akan bisa pergi sebelum surat itu sampai ketangan si pria manis bermarga Seo tersebut.
"Dengar, sekali ini tolong berkerjasamalah denganku. Jangan membuatku susah." Desahnya kesal. "Cukup terima saja. Dan beres!"
"Tapi aku tidak mau menerimanya!" Seru Haechan kesal. "Lagi pula, kenapa Hyungmu itu masih saja memaksa-maksaku? Aku ini..."
"--Sudah bukan istri Hyungku lagi."potong Jeno cepat. "Aku paham itu, Haechan. Tapi, apa salahnya menerima surat itu? Toh kau tidak akan rugi jika menerimanya."
"Ya, aku tidak rugi." Balas Haechan. "Tapi tidak menguntungkanku juga. Lagipula, untuk apa aku harus menerima surat ini? Paling hanya berisi ocehannya yang tidak penting."
Dan dengan kalimat itu, surat itu kembali ke tangan Jeno. Ia hanya bisa memijat pangkal hidungnys karena pening yang melanda seketika. Seo Haechan ini, memang selalu sukses mencoba kesabaran seluruh anggota keluarga Jung.
Tepat sebelum pria manis itu menghilang, Jeno dengan kaki panjangnya berlari menyusul si pria manis. Memberikan surat itu secara paksa dengan memaksa memasukkan surat itu kedalam tasnya. Awalnya Haechan dan mulut pedasnya memang protes, tapi sudahlah! Pria manis itu akhirnya memilih untuk tidak peduli. Biar saja. Toh, ia tidak akan menyentuh surat bodoh dari mantan suaminya tersebut.
Sekali lagi, sebelum pria manis itu benar-benar menghilang dari pandangannya, Jeno menahan Haechan. Bibirnya terulas senyum miring. Entahlah, hanya tuhan yang tahu. Apakah nantinya kata-kata itu akan terjadi pada Haechan.
"Kau tahu? Suatu saat nanti ketika kau menyesal karena pilihanmu, jangan sekali-kali menampakkan diri dihadapan keluargaku." Kata pria Jung itu yang seketika membuat Haechan terdiam. "Terutama dihadapan Hyungku. Itu pilihanmu."
* *
Masa bodoh dengan kata-kata Jeno yang bilang ia akan menyesal. Seo Haechan tahu itu hanya sebuah bualan semata. Ia sama sekali tidak akan pernah menyesali keputusannya. Ini pilihannya. Ini mimpinya. Ia ingin segera melaksanakan pernikahan impiannya dengan Wong Yukhei.
Ngomong-ngomong soal kekasihnya itu, sebenarnya dimana pria Wong dengan tubuh besar itu? Seingatnya, Yukhei sendiri yang bilang via pesan jika ia akan mendampingi Haechan di momen bersejarah mereka. Tapi nihil! Hingga persidangan itu usai, Yukhei sama sekali tidak menampakkan batang hidungnya. Sama sekali.
Seperti sidang-sidang sebelumnya. Seingat Haechan, Yukhei sudah berjanji untuk datang dan mendampingi Haechan. Namun, selalu berakhir dengan Haechan yang melewati persidangannya seorang diri.
Kalau kalian bertanya kemana Appa dan Eomma Seo, sepasang Seo itu tidak akan pernah diizinkan oleh sang putra manis mereka untuk hadir. Tau kenapa? Karena keduanya masih menghendaki Haechan dan Mark. Yang ada, mereka malah akan menghambat proses perceraian.
Haechan dengan segera merogoh tas dan meraih ponselnya. Jemarinya dengan lincah membuka roomchatnya dengan si pria Wong. Tidak ada balasan. Pesannya juga tidak dibaca. Padahal, dari keterangan onlinenya, pria itu baru saja online 10 menit yang lalu. Tapi, sama sekali tidak berinisiatif untuk membuka pesan darinya.
Dengan kesal, ia menekan simbol telepon pada layar ponsel. Tersambung namun tidak terhubung. Yukhei mereject telepon darinya. Hatinya semakin kesal. Ini sudah yang ke sekian kali, padahal pria itu dulunya tidak pernah mengabaikan Haechan. Sekalipun tengah asyik bermain game di ponsel sekalipun.
Bae❤️
Sayang, dimana?
Kenapa mengabaikan teleponku?
Katanya kau akan datang :( kenapa hari ini tidak datang lagi?
Bahkan saat bar menunjukkan jika pria itu sedang online, Wong Yukhei belum juga membalas pesannya. Ralat, bahkan membukanya saja tidak. Berpuluh menit berlalu, membuat si pria manis kesal juga pada akhirnya.
Sebenarnya, kemana gerangan kekasihnya itu? Kenapa ia berubah?
Tbc..
**
Kalian jangan lupa jaga kesehatan, ya ^^
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband
Fanfic"Mau ditaruh dimana wajahku? Yang benar saja aku harus sudi menikah dengan pria sepertimu!" "Suatu saat kau pasti akan mencintaiku."