2k vote aku ga nyangka secepet ini :')
Makasiii atas dukungannya semuanyaa~
Sebagai ucapan terimakasih dari aku, here~ aku double up yah! :)
Selamat membacaa^^
"Kau yakin ingin berpisah denganku?"
Kalimat itu terus saja bergema dalam otaknya. Berpisah? Dengan Jung Minhyung? Mulutnya ingin meneriakkan kata 'Ya' dengan keras. Itu keinginan terbesarnya semenjak di hari pernikahannya. Tidak mau berlama-lama berstatus sebagai istri dari pria cacat itu. Tapi, dilain sisi, ada sedikit sudut dalam hatinya yang berteriak tidak. Haechan tidak mengerti, kenapa hati dan mulutnya tidak sejalan seperti itu?
Harusnya ia menjawab dengan tegas pertanyaan mudah itu. Apa susahnya menjawab "Ya"? Hanya satu kata dengan dua huruf yang membentuknya. Tapi, kenapa lidahnya begitu berat? Seolah ada yang menahannya. Tidak mau cepat-cepat berpisah dengan si pria Jung yang menurutnya merepotkan itu.
Tangannya mengusap wajah yang basah, menatap titik-titik air yang membasahi wajahnya. Ia baru selesai mandi dan hendak beristirahat. Hari ini benar-benar penuh dengan kejutan!
Melangkahkan kakinya pelan, ia melempar tubuhnya ke ranjang. Berusaha memejamkan mata, namun matanya tidak kunjung ingin terpejam. Otaknya berkelana, hatinya menjerit. Seolah ada satu sisi yang berteriak-teriak memanggilnya. Haechan menggeram kesal. Di dudukkannya dirinya di sudut ranjang sembari menghentakkan kakinya karena emosi.
"Brengsek!"
**
Kakinya sudah berada di depan pintu berawarna putih itu lagi. Ia merasa tidak tenang. Sesuatu dalam dirinya sejak tadi meronta, meminta si kulit madu untuk membawa dirinya kembali pada ruangan tersebut. Begitu pintu terbuka, satu sosok yang tengah tertidur dengan tenang sanggup melegakan perasaannya.
Mengumpat dalam hati, ia benar-benar tidak paham dengan dirinya sendiri. Ditariknya sebuah kursi yang tadi ia gunakan untuk menyuapi Mark makan. Duduk disana, sembari memandangi wajah tenang sang suami yang tengah tertidur. Jemari lentiknya bergerilya di sekitar wajah pria tampan itu. Suhu tubuhnya sudah tidak setinggi tadi, keringat dingin juga sudah membasahi dahinya. Menandakan, jika pria ini sudah jauh lebih baik dari sebelumnya.
Ia menghela nafas panjang. Wajah Jung Minhyung berputar-putar dalam otaknya. Ia akui, dibalik wajah dingin suaminya itu, yang terkesan begitu pemaksa sekaligus lemah dalam satu waktu, tersimpan satu bentuk wajah yang tenang seperti malaikat saat ia memejamkan mata. Haechan tidak akan pernah mau mengakuinya. Sudut hatinya yang lain akan selalu mengalahkan bagian kecil dalam hatinya yang ingin jujur itu. Ia mengagumi ciptaan tuhan dihadapannya.
Tangannya bergerak ke surai hitam Jung Minhyung. Mengelusnya pelan, sudut-sudut bibirnya terangkat, membentuk sabit tipis pada bibir berbentuk hati tersebut. Ia tidak pernah merasa sebegitu khawatir dan tidak yakin seperti ini sebelumnya.
Kalimat itu kembali terngiang-ngiang di otaknya. Sama dengan Jung Minhyung, ia juga mempertanyakan keyakinannya untuk berpisah dengan pria Jung itu.
'apa aku yakin untuk berpisah denganmu?'
**
Pria bertubuh besar itu tersenyum simpul. Di tangannya, tertulis sebuah alamat lengkap yang ia dapatkan dengan tidak murah. Menurut informasi yang ia dapat, ini adalah tempat dimana kekasih hatinya tinggal beberapa waktu ini.
Tidak rugi ia meminta pria Park itu membuntuti si surai merah muda beberapa hari lalu. Hasilnya benar-benar memuaskan. Park Jisung berhasil mendapatkan alamat kediaman Seo Haechan dan si cacat itu. Dengan begini, kesempatannya untuk 'mengambil kembali' pria manis itu semakin lebar. Senyuman yang lebih lebar terlukis di bibirnya. Hatinya membuncah, tidak sabar menunggu saat-saat dimana ia bisa menemui kekasih hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Husband
Fanfic"Mau ditaruh dimana wajahku? Yang benar saja aku harus sudi menikah dengan pria sepertimu!" "Suatu saat kau pasti akan mencintaiku."