семнадцатый

8K 1.1K 144
                                    

Hening. Ketika pemuda Jung itu tiba di rumahnya, yang ia dapati adalah hening. Tidak ada suara yang berarti. Satu-satunya orang yang orang-orangnya jaga mungkin sudah tertidur. Mengingat betapa larutnya malam beranjak saat ia tiba.

Sesuai dengan dugaannya, Haechan benar-benar sudah terlelap. Tubuhnya bergelung di sofa panjang di ruang tamu. Meringkuk, seperti bayi dalam rahim ibu.

Mark menghela nafasnya pelan. Tubuhnya mendekat pada pria manis yabg bergelung menyedihkan tersebut. Meringis, saat melihat bekas air mata yang membasahi dua pipi gembil si pria Seo. Seketika perasaan bersalah menyergapnya. Tidak seharusnya ia meninggalkan Haechan tanpa berkata sepatah katapun padanya. Belum lagi kerutan pada kening si pria Seo dengan tangan yang memeluk erat perutnya. Haechan belum makan malam! Ah, lebih tepatnya Haechan bahkan belum makan sejak siang tadi. Emosi yang menyelimuti keduanya siang tadi membuat Haechan mau tidak mau melewatkan jam makan siangnya.

Awalnya Mark berpikir, kenapa Seo Haechan tidak mengambil cemilan saja yang biasanya ia simpan untuk berjaga-jaga. Sedetik kemudian ia lupa jika belum mengisi kembali lemari penyimpanan cemilannya. Haechan pasti tidak menemukan cemilan apapun yang tertinggal. Betapa bodohnya Mark yang tidak sempat mengecek persediaan makanan atau mengutus bibi Ra, wanita paruh baya yang sudah mengabdi pada keluarganya sejak ia masih kecil, untuk menyiapkan makan malam buat istrinya tercinta.

"Sayang" bisik Mark pelan. Dielusnya perlahan sebelah pipi Haechan kemudian mengecup keningnya. "Maaf karena meninggalkanmu disini."

"Maaf karena tadi aku membentakmu. Aku benar-benar kelepasan hari ini. Kau pasti sangat marah ya hari ini karena ulahku? Aku mohon, maafkan aku, sayang." Kedua alis yang tadinya berkerut entah bagaimana mulai melemas. Sedikit sudut bibir pria manis itu terangkat, membentuk sebuah kurva tipis yang akan tampak apabila diamati dengan jelas. "Kau pasti kelaparan ya karena aku lupa meninggalkan makanan yang cukup buatmu? Aku minta maaf, sayang."

Cup!

Mengecup sekali lagi tidak apa-apa, kan? Hanya sebuah kecupan tulus yang penuh dengan rasa cinta pada tiap detiknya. Selagi Haechan tidur, Mark tidak akan merasakan tamparan panas seperti yang biasanya pria itu lakukan saat Mark diam-diam mencuri kecupan di bibirnya.

"Aku mencintaimu, Haechannie" katanya. "Selamat tidur. Semoga mimpi indah."

**

Jantung Haechan benar-benar bermasalah, sepertinya. Ia sadar, sepenuhnya sadar, saat pria itu masuk ke dalam rumahnya. Ia terbangun saat Mark menyentuh pelan pipinya. Mencium keningnya, atau saat pria itu membisikkan kalimat maafnya.

Hatinya hanya--entahlah, merasa lega mungkin? Lega karena apa? Apa karena Mark yang masih mengingatnya dan kembali ke rumah ini? Atau Mark yang masih memperhatikannya? Pria Jung itu meminta tolong pada beberapa orangnya untuk membawa tubuh pria manis itu kedalam kamar Mark Jung, membaringkannya di kasur nyaman milik Mark. Haechan tau itu. Ia dapat mengendus aroma khas Mark pada ranjang berukuran queen size tersebut.

Jantungnya bertalu semakin cepat. Pria Jung yang tadi memanggilnya 'sayang' sudah berada di belakangnya saat ini. Sebelah tangan pria itu melingkar pada tubuh Haechan, menjadikannya sebagai guling, mungkin? Haechan tidak mengerti dorongan dari mana yang membuatnya membiarkan semuanya terjadi begitu saja. Alih-alih menyingkirlan tangan Mark, yang ia dapati dirinya memikmati rengkuhan tangan Mark pada pinggangnya.

Bibirnya, Haechan tidak bisa berhenti menyentuh bibir hatinya yang berwarna seperti Cherry itu. Mark tadi mengecupnya. Bukan sebuah kecupan sekilas, Mark dengan lembut mengecup bibirnya tadi. Tidak ada lumatan. Hanya sebuah kecupan yang sarat akan kasih sayang. Haechan bisa merasakannya.

HusbandTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang