Dear Tuan Hujan,
Ingatanku akhirnya sampai pada saat di mana aku seharusnya menceritakan ini tepat pada bagian pertama cerita ini. Bersiaplah, Tuan, sebab aku akan menceritakan segala sesuatunya sedetail yang aku bisa. Perihal gadis itu, ataupun kau, atau mungkin sosok baru yang muncul dalam kisah kehidupan gadis kecil itu.
Jadi, telah tiba waktunya di mana tahun itu menjadi tahun paling terakhir gadis itu mengenakan seragam putih-merahnya, dan ada banyak sekali ujian akademik yang harus ditempuh oleh gadis kecil itu. Aku ingat kala itu kelas sang gadis harus dipecah menjadi dua, dan sang gadis ikut pula dalam kelas yang pecah itu. Bukan apa-apa. Jumlah murid mereka terlalu banyak. Oleh karena itu sang gadis dan beberapa teman kelasnya digabungkan bersama kelas enam dari divisi yang lain.
Kau pasti sangat tahu, Tuan, bagaimana kondisi kelas enam yang bergabung dengan pecahan kelas gadis itu. Mereka hanya terdiri dari sebelas orang. Maka di sanalah awal cerita berlangsung....
Aku sendiri lupa pada jenis ujian apa kelas gadis itu pertama kali bergabung dengan kelas enam yang lain. Yang aku ingat, berdasarkan cerita gadis kecil itu, mereka hanya berpisah saat melakukan ujian praktik.
Namun mereka bertemu kembali : 7 Mei, tujuh warsa silam, dalam suasana Ujian Nasional.
Dan sepertinya ingatanmu sedang memanaskan dirinya agar kembali mengingat apa yang kutuliskan ini, Tuan. Tenang saja. Akan kujabarkan bagian ini sebaik yang kubisa, lewat sudut pandang gadis itu.
Bagi sang gadis, bergabung bersama kelas enam dari divisi yang lain merupakan momen-momen yang menakjubkan, sekaligus menengangkan. Sang gadis sempat berkata padaku bahwa ia cukup cemas, kalau-kalau ada hal yang dilakukannya yang dapat menjadi bahan lelucon bagi kelas enam itu. Namun aku mencoba menenangkannya. Kataku, "Tetaplah bersikap baik. Tetaplah tersenyum pada semua orang."
Dan sang gadis pun menuruti perkataanku. Hanya saja, ada satu kisah yang belum sempat kubeberkan padamu, Tuan.
Kelas enam yang berasal dari divisi lain itu memang hanya sebelas orang, dengan jumlah anak perempuan yang lebih banyak dari anak laki-laki. Dan di antara beberapa anak laki-laki itu, ada seorang yang cukup menyita pandang para gadis pra-remaja, termasuk gadis itu.
Namun, bisik sang gadis padaku kala itu, menurutnya ia hanya senang melihat anak laki-laki itu. Seorang yang mendapat tempat duduk pada deret ketiga, bangku pertama, dekat jendela. Kata sang gadis, lelaki itu cukup manis, bersama penampakkan yang terlihat seperti bule. Dan kemudian gadis itu menyebutkan kembali, sesuatu yang menurutnya aneh, namun menurutku sebenarnya gadis itu kurang jeli melihat. Betapa panah cupid akan mengarah padanya.
"Iya, kulitnya putih bersih. Wajahnya seperti bule, dan ... ia memiliki poni yang cukup lucu. Ia cukup tinggi, dan cukup kurus. Tapi menurutku dia termasuk aneh. Jika aku tak sengaja melihat ke arahnya, pasti ia sedang melihat ke arahku juga. Dan, dia selalu tersenyum!"
"Aku sempat mengira ada yang salah denganku. Ada yang salah dengan caraku memakai bando, atau ada yang salah dengan tempat dudukku, atau ada yang salah dengan sikapku. Yang jelas anak itu selalu tersenyum padaku. Padahal, kami tidak pernah bicara!"
"Dan ... ternyata beberapa temanku ada yang menyukainya. Salah satunya adalah temanku yang cantik itu, yang suaranya merdu. Adapula temanku yang lain, salah satu bawahan dari temanku yang cantik itu. Aku tidak mengerti apa yang mereka sukai dari laki-laki itu. Yang jelas menurutku laki-laki itu aneh!"
"Dan yang membingungkannya lagi, salah satu temanku mengecam bahwa ia adalah pacar dari anak laki-laki itu. Ia juga memamerkan sebuah cincin mainan, hadiah dari makanan ringan kesukaannya, dan katanya ia telah dilamar oleh anak laki-laki itu. Dan sontak semua orang menertawai khayalan konyol temanku itu."
Aku hanya tersenyum, tersenyum, dan terus tersenyum. Sepolos itukah, gadis kecil ini?
Namun begitulah adanya. Sebenarnya ada banyak lagi perkataannya yang ingin kukutip langsung di sini. Namun lebih baik bila aku merangkumnya.
Selain fakta bahwa lelaki itu cukup menarik dan cukup diminati beberapa gadis lain di kelasnya, gadis kecil itu mendapat informasi lainnya, yakni bahwa anak laki-laki itu ternyata sering menduduki peringkat pertama di kelasnya. Sang gadis pun sempat terkesima dengan kecerdasan anak itu, namun tetap, baginya, laki-laki itu tetap saja aneh, bila ia terus menatap sang gadis kecil sambil tersenyum.
Jujur saja, Tuan, bagian ini adalah bagian yang hampir dan bisa saja kembali membuatku menangis, sebab kisah ini, yang awalnya kukira hanya diceritakan gadis itu padaku sebagai akhir di mana ia harus merelakan pahlawannya, namun ternyata cerita ini akan terus berlanjut, dan berlanjut, dan kau pun masih harus membaca cerita ini sampai selesai. Dan segera, Tuan, momen itu menjelma kenangan baru bagi sang gadis. Panah cupid benar-benar siap melesat dari busurnya.
Kota ini, 26 April 2019
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara untuk Tuan Hujan [ T.A.M.A.T ]
PoezieDatangku kali ini sedikit berbeda. Walau masih seputar aksara dan bagaimana kamu menilainya dalam nalarmu. Mungkin akan ada banyak persepsi mengenainya, kamu tahu setiap orang berhak menilai. Kamu pun tak perlu terlalu hanyut pada aksara yang kadang...